Mohon tunggu...
Rohmantik Poeisi
Rohmantik Poeisi Mohon Tunggu... -

Penyair, Aktor dan Performer

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bongkaran Tanah Abang

9 Juli 2014   13:09 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:53 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

(Balada Penjual Kembang)

Di bawah jembatan bergaris rel, beralas  kerikil
dan bantalan-bantalan besi tempat duduk empuk
untuk melepapkan pantat berlama-lama. Suara
cekikikan, hempasan kartu, atau keriuhan adalah
musik yang begitu hapal hingga tak lagi terdengar
Tapi dangdut berkerubut meloncat dari speaker
gemuruh yang siap menelan

Senja mengalirkan darah ke Barat, menyusu
di tubuh malam dan bulan beringsut bagai siput
Menyusuri remang stasiun, sepur muncul begitu
ganas, pancarkan sinar keras. Membelah onggokan
warna-warni pakaian, kertas dan angka-angka..
Mereka bergeser, menyibak untuk kemudian
melingkar, menyatukan parfum dan menggelar
akar kebersamaan ke ujungnya

Tanah Abang berputar, roda nasib bergetar
dan perempuan-perempuan takut cahaya
mengundang tamu untuk berkecupan, bergulingan
di reokan triplek. Merekalah yang setia merindu
malam dan meragukan siang, menyerahkan diri
seutuhnya pada gelap. Bersidekap erat menyibak
remang, memarakkan hidup yang kian jauh
Dan kaki-lima berebahan, menggelar lelah di aroma
tubuhnya: di sinilah mereka menggetarkan kota
menikmati keluh yang teramat kesah dari setangkai
bunga yang dipetik ribuan lelaki.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun