Mohon tunggu...
Rohmantik Poeisi
Rohmantik Poeisi Mohon Tunggu... -

Penyair, Aktor dan Performer

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Do'a di Negeri Bayang-bayang

14 Juli 2014   11:32 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:23 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_347701" align="aligncenter" width="634" caption="muslim-academy.com"][/caption]

Tuhan, musim ini memunculkan beribu kekhilafan

dan aku mengunyah banyak sampah yang bertebaran

di celah sisi kemiskinan kepala. Jangan Kau-beri

kemudahan bila itu hanya akanmenumbuh-suburkan

keperihan saudara-saudara yang sempurna miskinnya

Kalau masih ingin rasanya nikmat-Mu menjengukku

datanglah dalam keadaan yang paling sepi, paling nyeri

Mataku ternyata mata-mata yang menyelidik

kesungguhan, terlebih lagi menarikan keindahan

lekuk tubuh insani: sepasang mata normal yang

selalu terpancing untuk melihat yang indah, apalagi

menggiurkan. Tuhan, entah kenapa terkadang

timbul saja keinginanku untuk menggantinya dengan

mata lain asal dapat merasa dan mengenal kilau

bintang. Tentu Kau-lah yang paling tahu Tuhan

karena dari nenek moyang aku diasah untuk yakin!

Mulutku selalu saja mengunyah-ngunyah

kesenyapan dari waktu ke waktu dan rela saja dilalui

kata tanpa batas. Semua keluar dengan pergantian

yang tak memberi arti, kata meluncur bagai curah hujan

memuntahkan banjir. Semua mengalir, semua tumpah

ke laut, bahkan ada yang naik kebukit, ke gunung

ke awan dan matahari! Namun, tetap saja tak mampu

membongkar bongkahan karang di lautan..

Jadinya, aku mulai tak puas dengan hanya memiliki

mulut yang semacam ini Tuhan, karena tak mampu

mengubah tindak lewat bahasa pikir. Kurindukan mulut

yang mampu memasak makanan bagi musafir yang

terlanda perang dan banjir!

Tuhan, kenapa hatiku tak siap untuk hati-hati

dalam menerjemahkan penyesalan yang diciptakan

oleh diriku sendiri? Mungkin karena beragam persoalan

yang mesti ditampungnya, padahal tempatnya

teramat kecil. Kalau boleh berilah aku hati yang besar

agar dapat berbesar hati menebarkan kebijaksanaan

yang diciptakan oleh pikiran-pikiran sederhana

Berilah aku hati yang selalu hati-hati dalam usaha

menimbang-nimbang dan memilah-milah serta merumuskan

sesuatu dengan arif. Dengan demikian, aku akan mempunyai

mata hati  yang tajam bagi segenap penjuru kemanusiaan!

Tuhan, kalau aku telah Kau-terima seadanya, kekecilan

makna diri akan terpupuk sedalam mungkin. Jadilah doa

ini kuncup hidup yang akan memekarkan mata, mulut dan hati

Penentu tangan bergerak agar tidak seperti biasa

dan alakadarnya saja.  Amin!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun