Islam, namun secara garis besar islam hadir sebagai Rahmatal Lil 'Alamin. Paradigma tersebut idealnya tidak hanya kata sematan semata atau hanya omon-omon saja melainkan tercermin dalam tindakan umat Islam pada umumnya. Di era modern ini tentunya banyak sekali perubahan-perubahan yang signifikan dalam berbagai bidang. Hal inilah yang menjadi tantangan khususnya bagi umat muslim dalam membumikan Islam Rahmatal Lil 'Alamin. Sering kali kita hanya berkutat pada teori-teori saja, seperti harus menyayangi sesama, harus berbuat baik, harus bersedekah dan lain sebagainya. Namun pada realitanya teori tersebut sering kali tidak benbentuk tindakan sehingga Rahmatal Lil 'Alamin tidak dirasakan oleh umat, khususnya kaum Mustad'afin (golongan lemah).
Sangat beragam dalam memahamiKalau kita kuliti lebih jauh lagi kata Lil 'Alamin itu sangat luas. Kata Lil 'Alamin artinya untuk alam semesta. Dalam berbagai turast atau kitab para ulama definisi alam adalah Ma Siwallah yakni sesuatu selain Allah. Inilah alasan saya mengatakan arti Lil 'Alamin sangat luas. Sesuatu selain Allah sangatlah banyak diantaranya manusia, hewan, tumbuhan dan segala ciptaanNya. Dewasa ini sering kali kita temui kekacauan atau bahkan kerusakan seperti terjadinya intoleran antar agama bahkan mirisnya sering kita temui seagamapun sering terjadi diskriminasi dengan dalil membela Tuhan. Bahkan di era ini sebagian umat Islam hanya Rahmatan Lil Muslimin saja, mereka malah acuh kepada yang non Islam. Tentunya hal itu harus kita ubah secara perlahan. Tidak hanya itu banyak lagi kerusakan yang terjadi seperti penebangan hutan secara liar, kerusakan ekologis dan tindakan ekstrim terhadap flora dan fauna.
Namun yang ingin saya tekankan adalah pentingnya menjadikan Rahmatan Lil 'Alamin menjadi konstruksi baik dalam pemikiran dan tindakan agar apa yang kita perbuat selalu maslahah bagi semua makhluk. Dan perlu kiranya lagi tentang rasa kemanusian, karena ini sangat penting lebih-lebih terhadap kaum Mustad'afin (golongan lemah). Pantas rasanya saya berikan satu cara pandang agar memanusiakan manusia bisa ditegakkan, yaitu "Pandanglah orang lain sebagai diri kita, apakah kita mau disakiti? Apakah kita mau menderita?" Ketika cara pandang kita begitu maka sebuah keniscayaan jikalau kita masih menyakiti orang lain. Kalau mengacu pada nash, tidak sedikit rasanya nash yang berisi aspek sosial tidak hanya melulu tentang hukum saja. Aspek sosial seperti sedekah, persaudaran, hubungan manusia dengan alam dan sebagainya. Jikalau kita berpikir filososif satu saja aspek sosial seperti sedekah. Apa sih esensi dari sedekah? Tidak lain agar diri kita tidak tamak dan selalu memikirkan keadaan orang lain yang mungkin secara nikmat berada di bawah kita. Mari kita coba renungkan, ketika kita punya rezeki maka kita harus melihat sekiling kita yang lemah yang tidak memiliki apapun yang untuk dimakan saja tidak tahu mau cari ke mana, itupun jikalau sendiri bagaimana jika memiliki anak 2, 3 bahkan 5 misalnya yang sama-sama tidak makan, sungguh malang nasibnya. Seperti halnya lagi kasus perampokan, kekerasan bahkan kejahatan. Tentunya kita harus menelusuri lebih jauh lagi, apa penyebab mereka mencuri? Apa karena mereka tidak makan? Tidak punya uang? Atau karena memang tidak ada cara lain untuk bertahan hidup? Harusnya kita sudah jauh memikirkan itu. Kita harusnya lebih matang lagi dalam berpikir dan bertindak jangan hanya mengedepankan ego saja.
Sebagai penutup saya teringat perkataan Emha Ainun Najib (Mbah Nun) yaitu "Islam itu Rahmatan Lil 'Alamin bukan untuk kamu sendiri" dan satu lagi "Tuhan tidak menciptakanmu hanya mencari uang lalu mati". Bisa diartikan sungguh banyak lagi beban moral yang manusia emban disamping kita sebagai 'Abdullah juga sebagai Khalifatullah. Mungkin terkait fungsi khalifah akan saya terangkan dalam tulisan berikutnya. Semoga bermanfaat Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H