Mohon tunggu...
Qussairiy
Qussairiy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Perbandingan Mazhab Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Motto hidup: كن رجلا رجلاه في الثرى وهمته في الثريا Jadilah seseorang yang kedua kakinya di bumi namun cita-citanya di langit.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mencari Ketenangan

16 Juli 2024   17:36 Diperbarui: 17 Juli 2024   05:27 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencari Ketenangan

Sebut saja si Bima, ya itulah nama akrabnya. Bima seorang putra sulung 17 Tahun dari keluarga Bapak Hartanto keluarga yang bisa dikatakan terpandang di desanya karena kekayaannya. Keluarga tersebut beranggotakan 4 orang, Bapak Hartanto (Ayah Bima), Ibu Ratih (Ibu Bima), Ali (Kakak Bima) dan Bima. Keluarga Bima semuanya bekerja dan sering kali Bima tidak mendapat perhatian keluarganya. Dia terkadang termenung dengan realita yang Ia hadapi, seperti ketika Dia mendapatkan prestasi dari sekolahnya sering kali hal itu tidak diperhatikan oleh keluarganya padahal dalam batin Bima “Bukankah seharusnya keluargaku bangga denganku?” Bima sangat iri dengan teman-temannya yang mana ketika mendapat juara  dirayakan oleh orang tua mereka.

            Suatu hari disekolahnya ada event lomba, Bima juara lagi tetapi Ia tidak bahagia dengan penghargaan tersebut karena dari dulu prestasinya tidak pernah dirayakan oleh orang tuanya, dan tidak mendapat apresiasi satupun dari keluarganya. Bima termenung dan di fase itu juga Ia putus asa akan keadaan yang dihadapinya. Akhirnya Bima curhat kepada salah satu Ustadz di kampungnya, yakni Ustadz Kholil. “Assalamualaikum Ustadz, Bolehkah Saya curhat sedikit?” Ucap Bima. Ustadz Kholil dengan sepontan menjawab “Alaika as-Salam, tabarakallah Bima. Iya tidak apa-apa dengan senang hati Ustadz akan mendengarnya”. Bima sangat senang melihat respon Ustadz Kholil akhirnya Dia bercerita tentang semuanya mulai dari prestasinya yang banyak namun tidak diperhatikan dari keluarganya dan Dia juga menceritakan tentang jarangya   keluarganya berkumpul dan jarang berinteraksi. Ustad Kholil terdiam ia menarik nafas amat panjang dan berkata “Nak…. Sabarlah mungkin ini cara Tuhan membuatmu dewasa, mungkin ini cara Tuhan membuatmu kuat akan segala hal”. Bima pun langsung merespon perkataan Ustadz Kholil “Mungkin Tuhan lebih tahu mana yang terbaik bagi kita ya Ustadz! Kalau begitu terimakasih ya Ustadz, Saya pulang dulu.”

            Bima pun pulang dengan kegundahan hatinya dan sesampainya di rumah Ia langsung menuju ke lemari yang biasa untuk menaruh trophy, dan Ia termenung di tempat itu sambil menangis bercampur emosi, di titik itulah ia meluapkan segala emosi dan kegundahan hatinya dengan mengamuk dan melempar semua trophy yang ada di depannya, tak ada yang tahu tentang kegundahan hatinya kecuali Tuhannya. Lalu ia pergi dari rumah dengan amarah dan rasa kecewa yang sangat besar. Bagai hidup tak tahu arah, Ia jauh berjalan dari rumahnya dan di pertengahan jalan Ia melihat tempat party alhasil Dia melangkahkan kakinya ke tempat itu, namun siapa sangka disaat Dia masuk, tanpa disengaja Ustadz Kholil melihat Bima dari sebrang jalan, Ustadz Kholil sempat kaget dengan hal itu dengan hati yang gelisah Ustadz Kholil segera berlari menyusul Bima.  Sesampainya Ustadz Kholil di dalam, Bima sudah mabuk. Dengan sepontan Ia langsung menyeret Bima keluar, Ustadz  Kholil mengambil 1 ember air dan langsung menyiramkannya tidak tahu cara itu efektif atau tidak namun hal itu bisa menyadarkan Bima. Rawut wajah Ustadz Kholil memerah dan langsung menampar Bima sambil lalu berkata dengan nada yang tinggi. “Kau tahu apa yang kau lakukan? Sadar Bima perbuatanmu dilarang oleh Tuhan! Kau bodoh! apakah dengan melakukan kemaksiatan Kau akan tenang? Ingatlah Nak…..! Sebanyak apapun masalahmu, seberat apapun beban hidupmu dan sekecewa apapun dirimu ingat! Jangan sampai mencari ketenangan dengan bermaksiat!”. Bima pun tidak berani berkata-kata.

Lalu Ustadz Kholil membawanya pulang dan ketika sampai di rumah Bima, Ustadz Kholil mengetok pintu dan mengucapkan salam. Pintu dibuka sedang Bapak dan Ibu Bima baru saja pulang dan bersantai di ruang tamu dengan wajah penuh kebingungan melihat kondisi Bima yang setengah amburadul sepontan Ibunya langsung bertanya “Ada apa Ustadz, apa yang terjadi dengan Bima?. “Tenang dulu Bu… Ujar Ustadz Kholil. Nan kemudian Ustadz Kholil menceritakan semua kejadian itu beserta curhatan Bima waktu lalu. Tak lama kemudian Kakak Bima datang dengan wajah yang sedikit bingung kenapa ramai-ramai dan ada Ustadz, lantas Ia pun langsung bertanya “Ada apa ini? Apa yang terjadi?” Ibunya menjawab “Si Bima mabuk”

Langsung saja Ali menampar Bima dan berkata “Goblok! Kau sudah bodoh Bima? Apa yang kau lakukan”. Dengan suasana yang seperti itu Ustadz Kholil berusaha menenangkan keadaan.

Kemudian Ustadz Kholil berpesan “Pak… Buk… Kasih sayang orang tua itu sangat penting, apalagi anak dalam tahap dewasa ia butuh perhatian, butuh pendampingan dan butuh peran keluarganya dalam setiap langkahnya. Kalau sudah begini siapa yang mau disalahkan? Dalam keluarga tidak ada yang melarang untuk bekerja, memang betul bekerja untuk memberikan nafkah kepada anak tapi Bapak, dan Ibuk harus tahu kasih sayang dan perhatian orang tua itu sangat penting dan seorang anak membutuhkan hal itu. Ingat! Orang tua jangan memberikan nafkah uang saja, itu tidak cukup! Maka dari itu sejauh mana kasih sayang orang tua, perhatian dan edukasinya itu sangat berpengaruh terhadap anak”. Itulah yang disampaikan Ustadz Kholil, suasana sedih bercampur haru, tetesan demi tetesan air mata jatuh. Lalu keluarga tersebut berpelukan erat dan berkata “Terimakasih Ustadz….. Ustadz telah menyelematkan Bima dan masa depan keluarga Kami”. TAMAT……

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun