FKMSB Yogyakarta memiliki kultur diskusi rutin setiap malam Selasa (Diskusi lem Salasa’an: Madura red), yang diadakan oleh Pengembangan Sumber Daya Anggota (PSDA). Pada hari Senin 20 Mei 2024 diskusi rutinan ini mengangkat tema “Pentingnya Etika dalam Dakwah di Era Digitalisasi” Dengan Moh Alfarizi Putra sebagai pemantik dan Qussairiy sebagai moderator.
Sebelum diskusi dimulai moderator memberikan pengantar apakah etika itu penting dalam berdakwah di media sosial? Karena terkadang konten-konten di media sosial khususnya tentang dakwah itu menuai kontroversial, mengandung provokasi dan lain-lain sehingga menyebabkan perselisihan sampai kepermusuhan.
Moderator juga mengemukakan teori Thomas Aquinas seorang Imam Katholik bahwa tindakan manusia terbagi menjadi 2 yaitu: Actus Hominis dan Actus Humanus. Actus Hominis adalah tindakan manusia seperti makan dan minum sedangkan Actus Humanus tindakan manusiawi seperti moral.
Dilanjutkan oleh pemantik membahas terkait corak penafsiran al-Qur’an, corak penafsiran al-Qur’an itu dibagi 3:
1. Klasik
2. Pertengahan
3. Kontemporer
Metode penafsiran klasik pada era Nabi SA, sangat berbeda dengan penafsiran era sekarang, yaitu menggunakan bil ma’stur, tahlili dan ijmali bedanya kalau zaman dulu itu tekstual. Nah ketika Nabi wafat maka ada corak penafsiran Israiliyat yang mana penafsiran itu berdasarkan kitab Injil karena dianggap isi kitab Injil itu lengkap.
Di era digitalisasi sekarang banyak kasus konten yang bertentangan dengan syariat Islam dimana banyak yang mengkafirkan kelompok lain dan membid’ahkannya. Sebagai generasi muslim milineal kita harus benar-benar menggunakan media sosial secara bijak dan harus benar-benar memanfaatkannya, apalagi dalam berdakwah sangat memudahkan untuk menyebarkan konten dakwah.
Metode dakwah yang dijelaskan dalam al-Qur’an salah satunya yaitu ada di surat an-Nahl ayat 125:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Artinya “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk. Q.S an-Nahl (16) :125. (Terj, NU Online)
Dari ayat tersebut ada 3 metode dakwah:
1. Bil Hikmah
Dakwah dengan hikmah adalah dakwah dengan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan rahasia, faedah, dan maksud dari wahyu Ilahi, dengan cara yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi, agar mudah dipahami umat,” jelas tafsir tersebut.
2. Bil Mau’idzah al-Hasanah
dengan pengajaran yang baik, lemah lembut, dan menyejukkan. Sehingga, apa yang disampaikan dapat diterima dengan baik.
Pemantik juga memberikan pendapatnya bahwa dalam berdakwah tidak cukup dengan Mau’idzah saja melainkan perilaku dan tindakan sang Pendakwah juga mencerminkan apa yang di dakwahkan, yakni menjadi suri tauladan yang baik (Uswatun Hasanah).
3. Berdebat dengan baik
Dalam ayat tersebut Allah SWT juga menjelaskan apabila terjadi perdebatan, hendaknya untuk membantah dengan cara yang baik, agar tidak timbul sifat manusia yang negatif seperti sombong, tinggi hati, mencari dan berusaha mempertahankan harga diri karena sifat-sifat tersebut sangat tercela.
Pentingnya Etika dalam berdakwah agar menciptakan lingkungan yang harmonis menjaga tertib dan membangun hubungan yang baik antar individu maupun kelompok.
Pewarta : Qussairiy, Kader23
Editor : Rifqi, Kader22