Max Horkheimer dan Relevansinya bagi kita
Jika melihat pandangan Horkheimer dan andaikata kita menariknya pada masa kini, apa yang disampaikan nya masih sangat relevan untuk kita pertimbangkan dan refleksikan. Kita melihat bahwa melalui kecerdasan yang dimiliki manusia yang kita sebut sebagai rasio/nalar, manusia menciptakan peralatan-peralatan yang bertujuan untuk mempermudah manusia.
Teknologi juga dikembangkan sedemikian rupa, dan tujuannya sangatlah pragmatis, yakni memiliki daya guna untuk manusia. Jika tidak sesuai dengan apa yang manusia inginkan maka dianggap tidak berguna. Termasuk beragam alat-alat yang dipergunakan untuk mengeksploitasi alam.
Tidak heran kita melihat di berbagai wilayah pun di tanah air banyak kejadian bencana alam yang disebabkan oleh ulah manusia. Tren bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, kebocoran gas beracun, pencemaran air, ledakan industry yang terjadi dikarenakan manusia.
Di Daerah perkotaan sedemikian sulit untuk menemukan ruang terbuka hijau, hampir semua dijadikan lahan bisnis dan tentu hal ini ditujukan kegunaan dan keuntungan bagi manusia. Permintaan akan bertambahnya pemanfaatan lahan kota untuk pembangunan, tidak lain dan tidak bukan untuk tujuan pragmatis semata
Belum lagi karena fungsi rasio yang semata-mata dipandang untuk menguasai ini membentuk setiap orang terdorong untuk saling menguasai satu sama lain. Itu sebabnya konflik antar individu bahkan antar kelompok pun tidak pernah berkesudahan, dikarenakan rasio/nalar manusia telah direduksi sedemikian rupa dengan maksud dan tujuan agar dapat menguasai dan mengeksploitasi.
Lalu apa saran dari horkheimer melihat kondisi ini? Ia mengingatkan kita untuk turut mengembalikan fungsi rasio. Horkheimer berpendapat bahwa sejatinya fungsi utama rasio/nalar manusia adalah untuk wawasan keselamatan dan pengembangan seluruh manusia. Rasio tidaklah semata-mata untuk menciptakan sarana dengan tujuan menguasai alam, tetapi hal itu dilakukan untuk menyelamatkan alam, mengembangkan alam dan demi untuk dirinya sendiri serta bukan untuk mengeksploitasinya.
Alam harus dilihat berada pada dirinya sendiri, bukan sebaliknya sebagai obyek yang sesuka hati dapat dipergunakan bahkan sampai dengan merusaknya. Ia berada pada dirinya sendiri, bukan untuk semata demi pemenuhan kebutuhan manusia. Alam juga bukan untuk sekedar dijaga demi diwariskan pada anak cucu manusia, namun menjaga alam adalah perwujudan fungsi rasio manusia yang sebenarnya.
Pada akhirnya, zaman pencerahan ini tidaklah sebatas dianggap karena manusia sudah mampu menggunakan rasio nya dengan maksimal. Namun lebih daripada itu, zaman ini bisa dianggap memasuki pencerahan ketika rasio/nalar manusia dipergunakan untuk pemeliharaan dan pengembangan alam, mengembangkan potensi-potensi manusia, dan mencegahnya daripada perilaku eksploitatif baik pada alam maupun manusia. Alam jaga kita. Kita jaga Alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H