Mohon tunggu...
Suraji
Suraji Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Prodi Hubungan Internasional Universitas Muhammadyah Malang

Always tryin' to be better

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisis Konflik non-Internasional Di Myanmar Dalam Kacamata Konvensi Jenewa

11 Januari 2025   20:54 Diperbarui: 11 Januari 2025   20:54 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Myanmar dicirikan oleh berbagai etnis serta budaya yang sangat signifikan, kelompok etnis minoritas yang kemudian sebagian besar menduduki daerah perbatasan, secara sederhana menikmati pemerintahan yang otonom baik sebelum maupun selama penjajahan Inggris. Setelah merdeka dari jajan Inggris (1948). Kelompok etnis minoritas non-Burma kemudian berjuang untuk kemudian mempertahankan otonomi nasional mereka serta mendorong federalisme. Pada tahun 1962 militier kemudian mengambil alih kekuasaan melalui kudeta. Rezim militer mengakui delapan kelompok etnis utama serta kelompok etnis minoritasnya yakni seperti Rohingnya dianggap sebagai orang luar atau imigran dan tidak diakui kewarganegaraannya di Myanmar. Dengan latar belakang yang seperti ini kemudian banyak kelompok bersenjata melawan pemerintahan. Aktor non-Negara bersenjata ini yang kemudian dikenal sebagai organisasi etnis bersenjata (EAO) yakni merupakan sayap militer dari gerakan militer dari gerakan politik yang mencari otonomi dan pengakuan atas hak-hak mereka. khususnya negara-negara bagian yang kemudian terkena dampak kekerasan yakni adalah Chin, Khayah, Kayin, Kachin, Kmon, Rakhine, dan Shan. Namun kemudian konfontrasi bersenjata yang berkelanjutan yang terutama melibatkan negara-negara bagian Kachin, Shan dan Rakhine. Pada tahun 2011 Myanmar memulai suatu proses demokrasi yang berujung pada pemilihan umum yang bebas dan adil dan menghasilkan pemenangan partai oposisi Liga Nasional untuk Demokrasi (NDL) yang kemudian secara defacto dipimpin oleh Aung San Suu Kyi, meskipun demikian kekerasan bersenjata terus terjadi.

Konflik bersenjata di Myanmar memiliki kaitan yang signifikan dengan aturan HHI. Pelanggaran-pelanggaran tersebut tidak hanya melanggar prinsip-prinsip dasar HHI, tetapi juga merusak norma-norma yang dirancang untuk melindungi individu yang terkena dampak langsung dari konflik bersenjata. Pertama pelanggaran serius terhadap HAM dan bertentangan dengan prinsip-prinsip HHI yang menuntut pelindungan terhadap kehidupan sipil selama konflik. Penggunaan kekuatan berlebihan dan serangan terhadap penduduk sipil oleh militer Myanmar juga menimbulkan pelanggaran terhadap norma-norma HHI yang melarang tindakan seperti itu dan menekankan perlu adanya perlindungan penduduk sipil. Selanjutnya, penangkapan massal dan penahanan tanpa proses hukum yang adil menunjukkan pelanggaran terhadap pelindungan individu yang dijamin oleh HHI. HHI menekankan hak dasar seperti kebebasan dari penahanan sewenang-wenang dan hak untuk mendapatkan keadilan yang adil, yang dilanggar dalam situasi penangkapan dan penahanan semacam itu. Pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat dan informasi, merupakan pelanggaran terhadap HHI yang mengakui pentingnya transparansi dan akses informasi selama konflik Penggunaan anak-anak sebagai prajurit oleh beberapa kelompok bersenjata di Myanmar menambah dimensi kejahatan perang dan melanggar Konvensi Hak Anak yang melarang rekrutmen dan penggunaan anak-anak dalam konflik bersenjata, konflik Myanmar ini kemudian banyak menelan korban yakni 51.767 orang terbunuh total, menurut (ACLED per 24 Mei 2024), 4.961 warga sipil tewas menurut (AAPP per 1 Mei 2024), 2.717.500 pengungsi internal dan 113.700 pengungsi menurut (Perserikatan Bangsa- Bangsa) per 1 Mei 2024, 83.746 properti sipil terbakar atau hancur sejak Februari 2022 menurut (Data for Myanmar per 14 April 2024).

Konflik non-Internasional yang terjadi di Myanmar ini, yang kemudian melibatkan beberapa etnis yakni seperti Rohingya dan kelompok-kelompok bersenjata lainnya telah melanggar beberapa ketentuan dalam Konvensi Jenewa yakni,

  • Pasal 3 Common Articles:

Yang mana pasal ini mengatur perlindungan bagi orang-orang yang kemudian tidak terlibat langsung dalam permusuhan. Dalam konteks konflik di Myanmar, banyak warga sipil yang termasuk juga anak-anak, telah menjadi korban kekerasan, penahanan yang sewenang-wenang serta adanya perlakuan tidak berperikemanusiaan yang dilakukan oleh militer (Tatmadaw) dan kelompok bersenjata lainnya.

  • Pasal 27 Konvensi Jenewa IV:

Pasal ini kemudian melarang perlakuan kejam terhadap orang-orang yang kemudian tidak berpartisipasi dalam permusuhan ataupun orang-orang yang tidak ikut campur dalam suatu konflik yang termasuk penyiksaan dan hukuman kolektif. Di konflik Myanmar, memang terdapat laporan tentang penyiksaan, pemerkosaan serta tindakan- tindakan kekerasan lainnya terhadap warga sipil.

  • Pasal 4 Protokol Tambahan II:

Yang mana protokol ini memberikan perlindungan khusus kepada penduduk sipil dalam konflik bersenjata non-internasional. Pelanggaran yang dimaksud yakni adalah termasuk pemindahan paksa penduduk sipil serta serangan terhadap warga sipil yang tidak terlibat dalam permusuhan. Jadi penduduk sipil yang tidak terlibat dalam suatu konflik haram hukumnya kemudian dipindahkan secara paksa kependudukannya baik dalam alasan apa pun serta larangan untuk kemudian memberikan penyiksaan terhadap mereka dalam bentuk apa pun.

  • Pasal 51 dan 57 Protokol Tambahan I:

Pasal-pasal ini kemudian mengatur perlindungan penduduk sipil dari serangan militer dan kewajiban untuk mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap serangan yang dapat membahayakan mereka. Dalam konteks konflik Myanmar tindakan militer kemudian sering kali mengabaikan prinsip-prinsip ini yang mana menyebabkan banyak korban di kalangan warga sipil yang hal ini mereka tidak ikut campur dalam konflik namun menjadi korban penembahan atau pembunuhan.

  • Pasal 77 Protokol Tambahan I (1977):

Pasal ini menyatakan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam konflik harus mengambil semua langkah yang mungkin untuk memastikan bahwa anak-anak di bawah usia 15 tahun tidak terlibat dalam permusuhan dan tidak direkrut ke dalam angkatan bersenjata. Penggunaan anak-anak dalam konflik bersenjata juga merupakan pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional. Tatmadaw ataupun tentara Myanmar dalam beberapa laporan telah dituduh merekrut anak-anak untuk berperang, yang mana telah jelas melanggar larangan perekrutan anak di bawah umur.

Pelanggaran terhadap Konvensi Jenewa dalam konflik non-internasional di Myanmar menggambarkan suatu kegagalan pihak-pihak yang terlibat dalam menghormati prinsip- prinsip dasar hukum humaniter internasional. Tatmadaw dan beberapa kelompok bersenjata telah melanggar aturan perang/konflik, dengan serangan terhadap warga sipil, penyiksaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya. Upaya komunitas internasional melalui sanksi dan tekanan diplomatik belum berhasil mengakhiri pelanggaran ini, sementara mekanisme penegakan hukum masih terbatas karena Myanmar menolak yurisdiksi pengadilan internasional. ASEAN dan PBB terus mendorong dialog damai dan akses kemanusiaan, tetapi keterlibatan militer dalam politik dan ketidak pedulian terhadap hukum internasional membuat penyelesaian konflik semakin sulit. Analisis ini menegaskan bahwa penegakan hukum humaniter internasional sangat diperlukan untuk mencegah pelanggaran lebih lanjut dan melindungi hak-hak warga sipil. Kemudian diperlukannya tekanan diplomatik serta peningkatan mediasi internasional agar kemudian Myanmar mematuhi kewajiban- kewajibannya di bawah Konvensi Jenewa serta mencari solusi damai atas konflik yang berkepanjangan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun