pandemi COVID-19, banyak aspek kehidupan mengalami perubahan, termasuk cara kita membuat keputusan ekonomi. Salah satu temuan penting dari penelitian pada investor di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pandemi berperan sebagai mediator signifikan dalam pengambilan keputusan investasi, khususnya melalui penggunaan teknik heuristik dan bias kognitif.
Di masaPandemi ini memperlihatkan bahwa dalam situasi krisis, manusia tidak selalu bertindak rasional, meski mereka mungkin merasa demikian. Filsafat sains telah lama mempertanyakan kemampuan manusia untuk bertindak logis sepenuhnya, dan temuan ini memberikan bukti nyata bahwa faktor-faktor seperti ketidakpastian global dan tekanan emosional juga mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Heuristik, yaitu cara menyederhanakan proses berpikir untuk mengambil keputusan cepat, terbukti digunakan oleh 75,6% investor selama pandemi. Mereka mengandalkan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk memprediksi pasar yang berubah-ubah.
Namun, ketergantungan pada heuristik memiliki risiko tersendiri, karena seringkali informasi penting diabaikan yang sebenarnya dapat menghasilkan keputusan lebih baik. Dalam konteks pandemi, bias kognitif juga memegang peran penting. Penelitian menunjukkan bahwa 87,5% investor membuat kesalahan dalam perspektif mereka, terutama ketika mereka terlalu yakin dengan kemampuan sendiri atau mengabaikan informasi baru yang bertentangan dengan keyakinan yang sudah terbentuk. Bias ini menjadi semakin jelas ketika pasar modal bergejolak dan ketidakpastian ekonomi meningkat. Pandemi COVID-19 bertindak sebagai mediator, memperlihatkan bagaimana bias tersebut berkontribusi pada jatuhnya pasar modal.
Temuan ini sangat relevan bagi masyarakat umum, terutama dalam menyadari bahwa keputusan ekonomi selama krisis seringkali lebih dipengaruhi oleh faktor psikologis daripada logika rasional. Sebagai pemerhati filsafat sains, perlu dipertanyakan apakah kebijakan publik dan pendidikan ekonomi sudah cukup mempertimbangkan aspek psikologis ini. Bagaimana sains dapat membantu masyarakat memahami dan mengatasi kelemahan kognitif dalam pengambilan keputusan ekonomi di masa mendatang?
Dalam filsafat sains, salah satu perdebatan utama adalah sejauh mana manusia dapat bertindak rasional. Penelitian ini menunjukkan bahwa bahkan dalam sektor keuangan, yang sering dianggap sangat berbasis data dan logika, manusia masih rentan terhadap bias dan kesalahan kognitif. Hal ini memperkuat pandangan bahwa keputusan manusia, termasuk dalam investasi, lebih sering dipengaruhi oleh emosi, pengalaman masa lalu, dan keyakinan yang telah terbentuk daripada oleh penilaian objektif dan rasionalitas murni.
Selama pandemi, bias kognitif seperti kepercayaan diri berlebihan (overconfidence) dan efek disposisi (kecenderungan menjual aset saat nilainya naik dan menahan saat turun) semakin menonjol. Filsafat sains menunjukkan bahwa manusia sering kali tidak menyadari keterbatasan mereka dalam memahami situasi yang kompleks. Hal ini sangat relevan dalam situasi pandemi, di mana informasi terus berubah, dan investor sering mengabaikan fakta penting karena terikat pada keyakinan awal atau strategi mereka.
Bagi masyarakat umum, penting untuk memahami bahwa pengambilan keputusan finansial mereka tidak terlepas dari pengaruh bias. Dalam kondisi pandemi, saat ketidakpastian tinggi, keputusan-keputusan ini dapat menjadi lebih berbahaya. Pendekatan heuristik yang membantu mempercepat proses berpikir mungkin berguna dalam situasi biasa, tetapi dalam pasar yang tidak stabil, strategi ini bisa berujung pada keputusan yang merugikan. Pertanyaan pentingnya adalah: bagaimana masyarakat dapat lebih memahami dan mengelola bias kognitif dalam pengambilan keputusan, terutama di saat krisis?
Ilmu pengetahuan memiliki peran besar dalam memperbaiki situasi ini. Dengan pendidikan lebih lanjut tentang bias kognitif dan teknik pengambilan keputusan yang lebih kritis, masyarakat bisa lebih hati-hati dalam menghadapi ketidakpastian. Ini sesuai dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya untuk memahami alam semesta, tetapi juga untuk membantu manusia memahami diri mereka sendiri, termasuk keterbatasan dalam berpikir dan membuat keputusan.
Sebagai penutup, pandemi COVID-19 telah membuka mata kita terhadap realitas bahwa keputusan investasi tidak selalu didorong oleh logika atau data yang obyektif, melainkan oleh bias psikologis dan heuristik yang sering kali tersembunyi di balik kesadaran kita. Pelajaran penting yang bisa diambil dari sini adalah bahwa dalam situasi krisis, kita perlu lebih waspada terhadap kecenderungan kita untuk membuat keputusan cepat yang mungkin didasarkan pada pengalaman masa lalu atau insting yang tidak akurat. Pendidikan finansial yang lebih dalam, terutama terkait dengan bias kognitif, menjadi kunci agar masyarakat dapat membuat keputusan yang lebih rasional, bahkan di tengah ketidakpastian. Pada akhirnya, memahami batasan diri kita dalam berpikir dan bertindak akan membantu kita menghadapi tantangan ekonomi masa depan dengan lebih bijak dan penuh kesadaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H