Tak dipungkiri Usaha Kecil dan Menengah (UKM), berperan besar dalam perekonomian nasional. Saat krisis melanda, UKM malah mampu menambah pendapatan dan menyerap tenaga kerja. Oleh karenanya, peran UKM menjadi sentral dalam menghadapi gelombang perdagangan bebas. Tahun lalu kita telah mulai dengan ASEAN dan China atau kerap disebut CA-FTA (China-ASEAN Free Trade Area), kini dengan lawatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kita terhubung dengan India. Hari ini SBY akan menghadiri forum bisnis yang diadir sekitar 500 pengusaha terkemuka dari India dan Indonesia. Direncanakan akan diltandatangani 16 MoU, baik yang bersifat antara pemerintah dengan dunia usaha maupun antara dunia usaha dengan dunia usaha. Menurut laporan yang diterima Presiden dari Kepala BKPM Gita Wirjawan, total nilai investasi dalam MoU itu sekitar 15 milliar dolar AS. "Akan mencakup kerjasana di bidang infrastruktur, manufaktur, sumber daya alam, dan jasa," kata SBY seperti dikuti situs kepresidenan. Realisasi investasi India tahun 2010, di luar minyak, gas, dan perbankan mencapai Rp 208,5 triliun. "Ini 25 persen lebih tinggi dari sasaran yang kita tetapkan sebelumnya," tambah SBY. Apakah kerjasama perdagangan yang dilakukan pemerintah dengan negara-negara ASEAN-China (CAFTA) dan India bisa berimbas pada UKM? Penulis yakin, bisa! Kata kuncinya adalah peningkatan mutu produk. Sikap optimis ini dilandasi bahwa UKM telah terbukti mampu hidup dan berkembang di dalam dua badai krisis yang dialami Indonesia. Pertama di tahun 1997. Pada Pada masa itu, menurut data BPS, UKM dapat memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar hampir 60 persen, penyerapan tenaga kerja sebesar 88,7 persen dari seluruh angkatan kerja di Indonesia dan kontribusi UKM terhadap ekspor sebesar 7,5 persen. Kedua, krisis ekonomi saat menjelang akhir 2008. Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM, sampai pada pertengahan tahun 2009, jumlah populasi UKM mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,9 persen dari total usaha di Indonesia. Jumlah tersebut berkontribus terhadap penyerapan tenaga kerja UKM yang mencapai 91,8 juta orang atau 97,3 juta dari seluruh tenaga kerja di Indonesia. Bahkan, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang UMKM Sandiaga Uno mengatakan pada masa itu ada 13 persen UKM Indonesia malah menambah karyawan meskipun kondisi perekonomian masih belum menentu. Di samping itu, UKM juga mampu menyuntik produk domestik bruto (PDB). Nilai PDB kita tahun 2007 mencapai Rp. 3.957,4 triliun. Yang menarik, UKM memberi kontribusi sebesar Rp. 2.121,3 triliun atau 53,6 persen. Sedangkan untuk ekspor produk UKM pada waktu itu mencapai 142,8 trilliun atau 20 persen dari total ekspor non-migas nasional yang besarnya mencapai Rp. 713,4 triliun. Nilai investasi fisik UKM yang dinyatakan dengan angka Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mencapai Rp. 462,01 triliun atau 46,96 persen. UKM Vs Pasar Bebas Awal tahun ini kesepakatan China-ASEAN Free Trade Area (CA-FTA dan AFTA) berlaku. Hal ini merupakan wujud dari kesepakatan Negara-negara ASEAN dan China untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura pada 1992. Awalnya, AFTA merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. Negara-negara tersebut ingin menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia yang diyakini akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008). Dalam perkembangannya praktik AFTA dipercepat tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui tiga kebijakan, yakni penurunan tarif hingga menjadi 0- 5%, penghapusan pembatasan kuantitatif, dan hambatan nontarif lainnya. Perkembangan terakhir terkait AFTAadalah, adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagiBrunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand, serta bagi Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam pada 2015. Menghadapi AFTA dan juga CA-FTA,pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional, Kementerian Perindustrian danjuga Kementerian Koperasi dan UKM telah memfasilitasi UKM untuk memperoleh sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI). Pemberian sertifikasi bertujuan agar UKM yang berperan penting dalam perekonomian nasional dapat lebih kompetitif dalam menghadapi era perdagangan bebas dengan Negara-negara ASEAN dan China. "Saya sudah berkoordinasi dengan dirjen saya (di lingkup Kemenperin) agar proses (untuk mendapatkan SNI) bisa dipercepat. Kami akan fasilitasi untuk KUKM, Menteri Koperasi dan UKM sudah membicarakan (rencana itu) kepada kami," kata Menteri Perindustrian (Menprin) MS Hidayat dalam satu kesempatan. Nada optimis juga datang dari Sjariefuddin Hasan, Menteri Koperasi dan UKM, yang menyatakan pihaknya telah melakukan pembinaan agar produk UKM dapat memenuhi ketentuan untuk mendapatkan SNI. Berbagai upaya pelatihan, konsultasi, workshop, serta studi banding telah dilakukan. "Kami juga akan mengupayakan untuk memberikan kemudahan pengurusan di Lembaga Sertifikasi Produk. Kami akan terus berkoordinasi," ungkap Hasan. Terkait dengan ancaman produk-produk China yang membanjiri tanah air dengan harganya yang murah, Hasan tetap merasa yakin produk dalam negeri mampu eksis. Berdasarkan pengamatannya, produk UKM memang tidak semurah produk China tapi kualitasnya masih jauh lebih unggul. "Harga murah itu kan pasti kualitasnya rendah, misalnya di Cibaduyut kemarin kami survei produk buatan China, temyata dua bulan dipakai habis (rusak), dan masyarakat tahu itu," jelasnya. ISO 9001:2000 Ada beberapa strategi yang terus diperjuangkan pemerintah untuk menguatkan sektor UKM di tengah arus perdagangan internasional. Setidaknya ada 5 hal; pertama melakukan pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM; Pengembangan lembaga-lembaga financial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal yang transparan dan lebih murah. Selain itu, juga perlu memberikan jasa layanan pengembangan bisnis non finansial kepada UKM yang lebih efektif, meningkatkan mutu UKM melalui sertifikasi dan membentuk aliansi strategis antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri. Berkembang atau matinya usaha kecil menengah dalam era perdagangan bebas tergantung dari kemampuan bersaing dan peningkatan efisiensi serta membentuk jaringan bisnis dengan lembaga lainnya. Kita akan mendalami secara khusus poin keempat, yakni meningkatkan mutu UKM melalui standardisasi. Seperti telah disinggung di atas, pemerintah tengah bergiat melakukan standardisasi terhadap UKM sebagai bekal menghadapi AFTA dan CAFTA. Standar yang dipakai adalah ISO 9001:2000, yakni sarana atau alat untuk dapat mencapai tujuan mutu dalam menerapkan Total Quality Control yang diharapkan mampu menjawab perkembangan globalisasi. Standar ini merupakan salah satu standar yang diakui dunia internasional, yang selanjutnya sudah diadopsi oleh Indonesia dalam SNI 19-9001:2001. Proses sertifikasi sendiri dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi yang telah diakreditasi secara nasional atau bahka secara internasional. Langkah-langkah dasarnya adalah sebagai berikut:
- Organisasi menetapkan komitmen dalam menerapkan sistem manajemen mutu;
- Penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 pada unit-unit organisasi yang telah ditetapkan;
- Penetapan/penunjukkan lembaga sertifikasi.
Pertimbangan utama dalam melakukan penunjukkan lembaga sertifikasi antara lain status akreditasi, kredibilitas, dan pengakuan atas lembaga sertifikasi;
- Penilaian semua aspek manajemen dan pelaksanaan kegiatan.
Penilaian dilakukan dalam dua bentuk, yaitu penilaian/audit internal dan penilaian eksternal yang dilakukan oleh Tim Auditor dari Lembaga Sertifikasi Independen;
- Pemberian Sertifikasi ISO 9001:2000.
Sertifikasi dapat diberikan apabila organisasi sudah dianggap layak dan memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam standar ISO 9001:2000 serta sudah tidak ditemukan lagi ketidaksesuaian yang masuk dalam kategori MAJOR. Masa berlakunya sertifikat ini adalah selama tiga tahun setelah diterimanya sertifikat.
- Surveilen/Pengawasan ulang.
Surveilen dilaksanakan setiap 6 bulan sekali setelah diterimanya sertifikat yang dimaksudkan untuk mengevalasi efektifitas penerapan ISO 9001:2000 serta apabila terjadi perubahan/perkembangan yang dilakukan dalam penerapan sistem. UKM yang menerapkan ISO 9001:2000 dalam kegiatan industrinya akan mendapatkan manfaat yang signifikan. Eksis dalam perdaganan internasional hanyalah konsekuensi dari manfaat yang telah dicecap dalam proses sertifikasi. Berikut beberapa manfaat tersebut: 1. Mampu membuat sistem kerja dalam organisasi menjadi standar kerja yang terdokumentasi; 2. Meningkatkan semangat kerja karyawan karena adanya kejelasan kerja sehingga tercapai efisiensi; 3. Dipahami berbagai kebijakan dan prosedur operasi yang berlaku di seluruh organisasi; 4. Meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan pekerjaan; 5. Termonitornya kualitas pelayanan organisasi terhadap mitra kerja Gerakan sertifikasi UKM untuk membendung gempuran produk asing di tengah atmosfir CAFTA-AFTA, sejauh ini tampaknya disambut penuh gairah. Tidak hanya terlihat dari usaha pemerintah yang sangat nyata, tapi juga para pelaku usaha turut bergairah meningkatkan kualitas diri. Prinsip keselamatan, keamanan, kesehatan, kesejahteraan dan ramah lingkungan pelan-pelan dimengerti dan dijadikan milik oleh pelaku UKM. Sebagai contoh, Gabungan Pengusaha Makanan-Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) menggulirkan kewajiban pengusaha UKM agar produknya berstandarkan SNI. Ketua Umum Gapmmi Thomas Darmawan menjelaskan bahwa SNI sangat diperlukan bagi kalangan pengusaha UKM di sektor makanan minuman (mamin). Tujuannya, untuk menyejajarkan produk UKM dan mencegah agar kalangan tersebut tidak memproduksi produk mamin yang bermasalah. Tujuan lain, Thomas menambahkan, dengan SNI, dunia internasional akan memandang produk UKM Indonesia bermutu tinggi dan kompetitif. Guna meningkatkan daya saing antar-UKM, Badan Stadardisasi Nasional mengadakan SNI Award sebagai ajang apresiasi kepada perusahaan yang memiliki komitmen dalam penerapan SNI pada produknya. Dalam salah satu kategorinya, SNI Award juga diberikan kepada UKM. Pemenang SNI Award 2009 untuk kategori UKM adalah PT Mahkotadewa Indonesia. Tantangan dan Peluang Setelah kita menelaah CA-FTA dan AFTA dari sudut pandang UKM, tampaknya arus perdagangan bebas ini tidak lagi dipandang sebagai ancaman. Kita melihatnya lebih pada sebuah tantangan sekaligus peluang untuk mengorbitkan produk lokal di kancah internasional. Tentunya, sekaligus memajukan perekonomian nasional mengingat pentingnya peran UKM. Gerakan standardisasi ini kiranya diikuti dengan gerakan cinta produk lokal atau dalam negeri. Sudah saatnya warga Indonesia bangga pada produk sendiri karena apa yang kita hasilkan telah memiliki SNI. Artinya, produk kita telah setara dengan standar internasional, bahkan bisa jadi lebih unggul dari produk impor karena banyak yang belum memenuhi standar. Program kampanye cinta produk lokal/dalam negeri idealnya berjalan seiring dengan jumlah penduduk Indonesia. Saat ini penduduk kita tidak kurang dari 230 juta jiwa, ini pasar potensial untuk mendorong pertumbuhan UKM baru. Cintailah produk Indonesia dengan memilih produk ber-SNI. Produk SNI adalah produk yang terjamin keamanannya, keselamatannya, kesehatannya, ramah lingkungan dan tentunya meningkatkan perekonomian bangsa kita sendiri di tengah ketatnya perdagangan bebas. Dengan SNI, kita mampu menjadi tuan di negeri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H