Debu itu adalah diri kita, maka tidaklah layaklah kita sebagai debu mengharapkan pujian atas apa yang kita lakukan. Siapalah kita yang minta diperhatikan amal baktinya supaya bisa masuk surga. Sebagai debu, sungguh sepantasnyalah kita dengan rendah hati melakukan doa, puasa, dan bersedekah tanpa mengharapkan apapun sebagai balasan.
Ajakan untuk laku tobat dengan tulus di masa Prapaskah mendapat tambahan motivasi di hari ini, saat kita merayakan Hari Valentine. Perayaan yang kita juga sebut sebagai Hari Kasih Sayang ini bukan untuk hari cinta-cintaan. Apalagi hari untuk kita berbuat zinah atau dosa.
Cinta Agape dan Etika Politik
Hari Velentine adalah perayaan universal karena kita semua didorong untuk mempraktikkan cinta kasih agape. Cinta agape membuat kita mencintai orang lain sebagai subyek, tanpa pamrih, tanpa syarat, utuh, dan penuh pengorbanan.
Paling mudah, kasih Agape itu seperti kasih Tuhan. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap" (1 Korintus 13:4-8).
Kasih Agape juga ini sejalan dengan prinsip etika Aristoteles yang disampaikan oleh Dr. Augustinus Setyo Wibowo, dosen Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Menurutnya, kalau orang berbuat baik, tujuan dari berbuat baik itu ada di dalam tindakan itu sendiri.
"Kalau orang berbuat baik itu tidak mengharapkan apa-apa. Jika orang berbuat baik tapi mengharapkan sesuatu, itu bukan berbuat baik. Justru karena berbuat baik, maka tidak mengharapkan apa-apa," kata Wibowo dalam acara "Seruan Jembatan Serong II: Nurani Memanggil," Senin, 5 Februari 2024.
Berbuat baik secara etis itu sangat situasional. Misalnya, orang yang memberi beras kepada orang lain itu baik. Tetapi, kita harus lihat kapan orang itu memberikan berasnya, jumlahnya berapa, untuk apa dan dengan cara apa? Menurut Wibowo, prinsip tindakan dan cara penerapan konkretnya tak bisa dipisahkan. Hanya orang yang bijaksana, yang melakukan perbuatan baik dengan melihat situasi sekitar.
Karena, tambah Wibowo, kepuasan yang didapat dari berbuat baik berada di dalam tindakan berbuat baik itu sendiri. Berbuat baik itu ya tindakan berbuat baik itu sendiri. Hasilnya tidak peduli, juga tidak peduli soal kebenarannya. Orang yang berbuat baik punya keyakinan bahwa hal ini harus dilakukan, tanpa meletakkan pamrih di sana.
"Ini agak sulit menerangkan pada teman-teman di politik," kata Wibowo.
Pemberian Bansos oleh Pemerintah (Sumber Foto: Kompas.com)