pendidikan vokasi SMK Teaching Factory (TEFA AHM). Supaya lulusan SMK punya kemampuan yang dibutuhkan industri. Â
Lulusan SMK banyak yang menganggur. AHM bersama AHASS membuatSekolah Menengah Kejuruan digadang-gadang menjadi solusi untuk menekan angka pengangguran. Namun, data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 menunjukkan jumlah pengangguran paling banyak disumbang oleh lulusan SMK. Oleh sebagian orang, SMK disebut "Sulit Mendapatkan Kerja". Ironis!
Priyono Eko Sanyoto, Direktur Politeknik Negeri Batam 2010-2020, menyebutkan data menarik. Pada laporan survei indikator, sebanyak 49,4 persen responden memilih menyekolahkan anaknya ke SMK setelah lulus SMP. Jumlah tersebut lebih tinggi 6,4 persen daripada peminat SMA.
Sementara itu, jumlah SMK di seluruh Indonesia 14.265 sekolah di tahun ajaran 2022/2023. Angka ini lebih banyak 67 sekolah jika dibandingkan tahun 2021/2022. Untuk jumlah siswanya mencapai lebih dari 5 juta orang.
Priyono berpendapat, walau jebolan SMK punya potensi menganggur yang tinggi tetapi masyarakat masih menaruh harapan besar. SMK masih dianggap sebagai jawaban atas keraguan masa depan terhadap pekerjaan. Keterampilan yang diajarkan selama di SMK masih dipercaya bisa diserap oleh industri.
Kepercayaan masyarakat dijawab serius oleh pemerintah dan dunia usaha. Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden (PERPRES) No. 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi. Prinsip dasar PERPRES ini adalah berorientasi pada kebutuhan dunia usaha, dunia industri, dunia kerja, dan kewirausahaan.
Dengan PERPRES tersebut, para siswa SMK tidak hanya praktik kerja di Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI). Perusahaan turun langsung untuk membimbing dan melatih para siswa supaya mereka punya keahlian yang dibutuhkan oleh DUDI. Inilah yang disebut dengan konsep link and match.
Menilik sejarah, link and match adalah konsep yang diperkenalkan oleh Prof. Wardiman Djojonegoro tahun 1993. Dia adalah mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Maksud dari konsep ini, "link" (pertautan) antara dunia pendidikan dan dunia industri sebagai pengguna lulusan. Dan "match" (kesesuaian atau kecocokan) antara capaian pembelajaran dengan kebutuhan keterampilan para lulusan ketika mulai bekerja.
Walau sudah memberi secercah harapan, sampai saat ini baru sedikit SMK yang menerapkan konsep link and match. Konsep ini disebut juga dengan sistem pembelajaran Teaching Factory (TEFA). Teaching factory adalah model pembelajaran di SMK berbasis produksi/jasa yang mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri. Maka sering disebut dengan SMK Teaching Factory.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Wikan Sakarinto mengakui SMK Teaching Factory terus berproses. Menurutnya, di tahun 2021 jumlah SMK Teaching Factory meningkat tujuh persen menjadi 52 persen, dibandingkan tahun 2020. Selain itu, jumlah praktisi industri yang mengajar di SMK sebanyak 50 jam per semester juga meningkat sebesar 20 hingga 40 persen.
"Dari 2019 hingga 2021, terdapat tren peningkatan BMW (bekerja, melanjutkan studi, dan wirausaha) cukup baik. Penerapan teaching factory di SMK juga meningkat. Ini sangat baik karena teaching factory merupakan level yang spesial yang mendukung link and match," kata Wikan dalam Silaturahmi Merdeka Belajar secara daring, Kamis, 13 Januari 2022.