Jocelyn memberitahu kalau Adhemar telah melaporkan identitas William kepada pihak berwenang. Kalau ia tetap berjalan ke area pertandingan maka petugas keamanan yang telah bersiaga akan menangkapnya. Hukuman pancung pun menanti William. Jocelyn bersama teman-teman William berniat meyakinkan William supaya kabur.
Ada Roland dan Wat yang telah menjadi sahabat lama nan setia bagi William. Ada Geoffrey Chaucer seorang teman dan penulis yang selalu memberikan perkenalan kepada khalayak siapa itu Sir Ulrich von Liechtenstein alias William sebelum pertandingan dimulai. Ada Kate si pembuat baju zirah William yang tidak pernah mau dibayar, dan tentu ada Jocelyn sang pujaan hati yang menginginkan William pergi. Bahkan Jocelyn berjanji, demi cinta ia akan meninggalkan istana dan hidup dalam gubuk bersama William jika ia mau pergi.
Namun demikian, William dengan gagah berjalan ke arena bertandingan. Ia menganggap dirinya adalah ksatria. Dan ksatria tidak akan mundur dari apa yang telah dijalaninya, apa yang diyakininya, dan apa yang telah menjadi tujuan hidupnya.
William pun dipenjara. Dalam terali besi itu, William kembali diejek oleh Adhemar yang mengatakan, "Sudah saya katakan. Kamu sudah ditimbang, telah diukur, dan hasilnya kamu berkekurangan."
Kalimat ini sangat menyakitkan, menghina, dan merendakan martabat William, dan kita manusia secara umum. William tegar dan iklas menerimanya. Tapi ia tetap bangga dengan sikap ksatrianya. "Hatimu memang ksatria, tapi tidak di atas kertas," kata Roland kepada William.
Menjelang William dipancung, Pangeran Edward datang. Rakyat yang riuh dan menghujat William dan teman-temannya yang berdiri di sampingnya, dibuat terdiam. William pun dilepaskan karena tekad pemimpin dan jiwa ksatria yang dimilikinya. Bahkan, Pangeran Edward secara resmi mengangkat William menjadi ksatria.
Pertandingan pun dilanjutkan. William bertanding melawan Adhemar. William takluk 2-0 karena Adhemar curang. Namun di pertandingan penentuan, William yang tidak mampu memakai baju zirah dan mengangkat tombak, berhasil menjungkalkan Adhemar dari kudanya. William juara di hadapan Jocelyn dan ayahnya.
Pesan kepemimpinan dan ksatrian William dalam film yang rilis tahun 2001 itu sungguh kental. Menurut saya, kalau memang Jokowi dan Prabowo adalah ksatria maka berjiwalah ksatria untuk saling bertemu tanpa mau disandera oleh para pembisik dan banyak kepentingan orang yang berada di sekitar mereka.
Jadilah seperti William yang meletakkan nasibnya dalam genggamannya sendiri. Walau dia telah diukur dan ditimbang oleh strata sosial yang berlaku di era feodal, ia tetap ingin mengubah nasibnya dengan keteguhan tekad. Ia pun memilih untuk memeluk idealismenya sebagai ksatria, walau orang-orang terdekatnya menyuruhnya untuk kabur. Bahkan ia menepis sang cinta demi berdiri di atas prinsip-prinsip ksatria dan pemimpin.Â
Yang menarik, saat ia memilih menjadi ksatria ternyata ia tidak kehilangan para sahabat dan kekasihnya. Ia justru mendapatkan keduanya dengan kualitas relasi yang lebih tinggi.
Pertanyaanya, beranikah Jokowi-Prabowo menjadi ksatria dengan meninggalkan para pembisik termasuk mereka yang telah menyerahkan dukungan/hartanya kepada mereka?