Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Gara-gara Ongkir, Pembeli Online Jadi Kabur

23 November 2018   07:00 Diperbarui: 23 November 2018   07:36 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang desainer muda, Patricia Andriani menjajal peruntungan bisnis fashion dimulai dari penjualan online. Dengan mengusung brand dari namanya sendiri, Patricia juga sadar bahwa penjualan dan promosi langsung juga diperlukan, maka dia menyelenggarakan fashion show. (Foto: Dokpri)

Belanja online memang tengah marak dewasa ini. Namun para pembeli akan mengurungkan niatnya membeli ketika barang yang ditawarkan masih ditambahkan ongkos kirim yang relatif tinggi atau proses pembeliannya yang rumit.

Inilah salah satu hasil survei yang dilakukan SAP Consumer Propensity Study. Survei sendiri dilakukan terhadap 1.000 konsumer Amerika Serikat terkait kebiasaan mereka saat berbelanja online.

"Survei mengindikasikan bahwa para pembeli senang dengan kepraktisan berbelanja online, namun merasa biaya pengirimkan lebih tinggi dari yang diharapkan atau proses pengembalian yang bertele-tele dengan cepat mengubah pemikiran tersebut," kata Chris Hauca selaku Head of Strategy, SAP Commerce Cloud, dalam SAP News.

Para pembeli ini, sebanyak 62 persen akan meninggalkan belanja mereka di keranjang karena biaya pengiriman. Oleh karena itu, baik dipertimbangkan bahwa para penjual pakaian online bisa menggratiskan ongkos kirim.

Selain itu, hasil survei juga menunjukkan bahwa para pembeli cenderung membandingkan dua produk yang mirip dari toko online berbeda. Ada 47 persen pembeli di Amerika cenderung menginginkan perbandingan ini. Dari jumlah tersebut 40 persen di antaranya memutuskan untuk mengisi keranjang belanja mereka, setelah melakukan perbandingan harga dan spesifikasi pakaian.

Hasil sirvei lainnya teryata cukup mengejutkan. Tujuh dari sepuluh konsumen di Negeri Paman Sam tersebut membeli produk-produk fashion secara online namun juga mendambakan pengalaman bertransaksi secara langsung yang ditawarkan oleh retailer, seperti fitting room.

Oleh karena itu, satu dari tiga pelanggan percaya bahwa pelayanan toko online akan meningkat kalau memiliki toko fisik. Para pelanggan ini tidak masalah membeli pakaian secara online, tetapi akan tambah srek jika mereka dapat mencoba mengenakan pakaian yang mereka ingin beli.

Apakah Anda juga setuju dengan hasil survei di Amerika ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun