Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tahun Baru Datang, Siapapun Anda Mari Kembali ke Keluarga

1 Januari 2018   16:02 Diperbarui: 1 Januari 2018   16:28 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perayaan Tahun Baru Masihi masih saja menjadi kontroversi di kalangan kita. Apalagi masing-masing kelompok mengklaim memiliki tahun baru sendiri dan merasa paling benar. Belum lagi, soal bagaimana merayakan tahun baru. Masing-masing mengklaim, cara mereka yang benar sembari mencibir cara orang lain merayakan tahun baru. Sudahlah! Stop!

Siapapun Anda, temasuk saya, apapun agama dan suku kita, merayakan tahun baru adalah saat bagi kita semua untuk kembali pada keluarga. Atau paling tidak, melewatkan tahun baru bersama orang yang dekat dengan kita. Kenapa? Karena tahun baru adalah momen bagi kita untuk mempererat hubungan dalam keluarga. Menyatukan niat baik untuk menyambut tahun yang baru, saling melupakan dan memaafkan satu sama lain, memperteguh niat baik dan sikap saling memaafkan dalam doa bersama, setelah itu bersyukur bersama. Nah, rasa syukur itu yang berbeda satu sama lain. Ada yang makan bersama, ada yang menyalakan kembang api, ada yang pergi ke pusat keramaian, atau nonton bersama di rumah.

Menurut saya, unsur tersebut lebih kurangnya ada di dalam setiap perayaan tahun baru. Urutannya bisa saja tidak seperti itu. Tapi ada unsur-unsur tersebut. Tetapi, jika ada ditemukan kasus mabuk-mabukkan, hubungan seks di luar nikah, ngebut di jalan, dan tindakan sejenisnya itu adalah ungkapan rasa syukur yang kebablasan. Itu oknum!

Coba kita lihat sekilas beberapa perayaan tahun baru. Pertama, Tahun Baru Islam atau yang juga dikenal sebagai Tahun Baru Hijriah. Biasanya perayaan ini diperingati umat Islam dengan beribadah. Banyak dari mereka yang menggelar doa bersama pada 1 Muharam. Perayaan ini dilakukan bergantung tradisi masyarakat setempat. Pasalnya, di Indonesia, peringatan 1 Muharam dilakukan dengan cara yang berbeda di beberapa wilayah. Namun satu yang pasti, kegiatan ini akan terasa lebih mantap jika dilakukan bersama keluarga.

Berbeda sedikit dengan perayaan tahun baru bagi orang Batak Kristen. Bagi mereka, berkumpul pada malam Tahun Baru adalah kewajiban tiap keluarga. Karena pada saat itu, adalah momen untuk berdoa bersama dan saling bermaaf-maafan. Keesokan harinya, 1 Januari, mereka akan saling berkunjung ke kerabat untuk mempererat jalinan silahturahmi.

Lalu ada Tahun Baru Imlek yang adalah tahun baru Tiongkok. Di Indonesia, umumnya warga Tionghoa apapun agamanya akan merayakannya. Imlek juga menjadi salah satu momen yang tepat untuk mengunjungi saudara agar tali persaudaraan tidak terputus. Tidak heran jika pada saat-saat tersebut banyak masyarakat dari etnis Tionghoa yang pulang kampung untuk merayakan Imlek bersama keluarga mereka.

Perayaan Tahun Baru yang menjadi ajang berkumpul bersama keluarga juga dilakukan oleh Umat Katolik, khususnya dalam perayaan liturgi. Pada 31 Desember 2017, semua umat katolik dunia merayakan Pesta Keluarga Kudus. Perayaan yang juga tepat pada oktaf ketujuh hari Natal ini,   merupakan perayaan liturgi Gereja Katolik Roma untuk menghormati Yesus, ibu-Nya (Perawan Maria), dan bapak-Nya (Santo Yusuf) sebagai bagian dari kesatuan keluarga.

Perayaan ini kali pertama ditetapkan pada 1892 oleh Paus Leo XIII melalui surat apostolik "Neminem Fugit." Dalam ensiklik tersebut, Paus menyatakan bahwa keluarga-keluarga Kristiani perlu mengikuti teladan Keluarga Kudus di Nazaret dan menimba kebijaksanaan dan nilai-nilai kebajikan daripadanya. Kita diajak belajar dari Yesus untuk menempatkan urusan Allah Bapa di tempat utama namun juga tetap menaati orangtua kita, atau pemimpin kita. Kita dipanggil untuk menyembah Tuhan dan mengikuti perintah-perintahNya, tapi juga tidak boleh melepas kewajiban kita sebagai anak dalam keluarga dan sebagai warga negara Indonesia.

Mari kita juga belajar dari Santo Yusuf, untuk selalu setia menjaga dan melindungi keluarga. Ia rela berkorban menjadi seorang ayah walau bukan dari hasil hubungannya dengan Maria. Ia pun menanggung risiko karenanya dengan mendapat banyak cibiran dari orang sekitar. Tapi tanpa banyak mengeluh, ia mau menerima tugas untuk merawat, mendidik, dan membesarkan Yesus yang dikandung oleh Maria karena Roh Kudus.

Dan kita diajak untuk belajar dari Bunda Maria untuk senantiasa mengasihi dan melayani keluarga. Sebagai perempuan sederhana, ada banyak perkara Tuhan yang ia tidak mengerti. Ia pasti bingung kenapa bisa mengandung tanpa berhubungan badan. Kenapa ia dipilih Tuhan untuk mengandung Yesus. Setelah besar, Yesus lebih banyak memberi pengajaran kepada banyak orang ketimbang diam di rumah dan menjadi tukang kayu seperti bapaknya. Hatinya pun tersayat tatkala Yesus mati dengan cara yang hina. Tapi semuanya dihadapi dengan tabah, diam, hening, dan sumelehkepada kehendak Tuhan, "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu," (Luk 1:38) begitu Maria berdoa dalam sendiri.  

Sekali lagi, perayaan Tahun Baru adalah perayaan untuk kembali kepada keluarga masing-masing. Kembalilah sebagai anak, sebagai ibu, dan sebagai bapak. Jika ada kesalahan yang memalukan, kembalilah dengan ketulusan hati untuk berubah menjadi lebih baik. Jika ada yang membanggakan, kembalilah kepada keluarga biar anggota keluarga menjadi pihak pertama yang mengetahuinya. Jika ada rencana, hambatan, atau apapun mari kembali ke keluarga untuk dibicarakan, dicarikan solusi, dan menyatukan niat untuk yang terbaik terjadi di tahun yang baru. Semuanya itu, kita bawa dalam doa menurut agama kita masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun