Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Saya Pikir Basuki Lupa Kekuatan Indonesia

13 Februari 2014   11:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:52 1564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_322401" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption]

Tensi orang nomor satu dan dua di DKI Jakarta saat ini masih tegang. Di tengah upaya serius mereka membersihkan birokrasi dari permainan KKN dengan banyak intrik, masih ada pihak yang diduga berani "bermain-main". Salah satu isu terpanas saat ini adalah pengadaan bus Transjakarta yang diduga sarat masalah.

Setidaknya ditemukan 5 unit bus Transjakarta articulated (gandeng) dan delapan unit Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB) dalam keadaan berkarat. Bahkan diduga kuat hal tersebut disebabkan oleh penggunaan suku cadang bekas atau rekondisi.

Melihat fakta ini, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo beserta wakilnya Basuki Tjahaja Purnama meminta Inspektorat DKI Jakarta untuk menyelidiki temuan bus Transjakarta bermasalah. Ujung dari masalah ini, Udar Pristono pun dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Dinas Perhubungan.

Nasib yang diterima Udar bukan sesuatu yang mengejutkan. Lumrah untuk diterima. Namun, yang menarik bagi saya adalah reaksi Basuki yang sangat menyanjung bus asal Eropa seperti Mercedes Benz, Volvo, dan Scania. Bahkan ia mengajak Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) bus Eropa untuk masuk e-catalog.

Menurut Basuki, bus dari Eropa telah teruji penggunaannya di Singapura. Bus umum di Singapura bisa dipakai dengan baik selama 20 tahun, dan setelah itu pun masih layak dijual ke Afrika. Maka wajar jika Basuki menginginkan barang yang bagus dan berkualitas bagi rakyat Jakarta seperti yang juga disarankan oleh warga Singapura.

Sekali lagi tidak ada yang salah. Namun, ada satu hal yang patut dikritisi, kenapa Basuki tidak melontarkan peran produsen dalam negeri. Atau setidaknya menantang produk lokal untuk bersaing dengan produk Eropa. Pertanyannya, apakah kita sudah bisa membuat bus untuk memperkuat armada Transjakarta?

Beberapa waktu yang lalu saya sempat wawancara dengan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis PT Industri Kereta Api (INKA), Suryanto di kantornya, Madiun, Jawa Timur. Di atas lahan 22,5 Ha INKA tidak hanya memproduksi kereta api. Menurut Suryanto, sejak tahun 2004 INKA melakukan diversification produk.

Produk pertama dari transportasi darat selain KA adalah membuat frame kendaraan kancil yang diproyeksi untuk mengganti bajaj. Setelah itu mengembangkan micro car, yakni mobil dengan kapasitas mesin di bawah 1000 cc. “Kalau membuat mobil dengan cc besar susah karena sudah ada pemain besar di sektor itu. Jadi kami mengambil segmen pasar yang berbeda,” terang Suryanto.

Pada tahun 2008, INKA merintis pembuatan micro car yang dinamakan GEA (singkatan dari Gulirkan Energi Alternatif). Pada edisi 2009, GEA yang merupakan mobil nasional telah menggunakan mesin yang dikembangkan BPPT, Rusnas, setelah sebelumnya menggunakan mesin dari China. Prototipe tahun 2009 hanya menggunakan satu komponen (Karburator)yang diimpor dari luar negeri.

Mobil GEA ini mendapat perhatian serius dari Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan dengan membelinya untuk mengangkut sayur atau keperluan angkutan desa. INKA menerima pesanan sebanyak 250 mobil GEA. Pemesanan mobil tersebut dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebanyak 50 unit pada 2011. Sisanya sebanyak 200 unit akan diselesaikan pada 2012. Dan tahun 2013 ada pengadaan 300 mobil yang akan dibiayai oleh BPD. Harga mobil tersebut ditaksir mencapai Rp60 juta setiap unit.

Selain bermain di micro car, INKA juga mengembangkan jenis angkutan massal lain, yakni bus gandeng yang sudah dioperasikan di Koridor XI Trans Jakarta. Di koridor itu ada 21 unit bus gandeng buatan INKA yang diberi merek dagang “Inobus,” dan sudah mulai beroperasi sejak Januari 2012.

Spesifikasi teknis Inobus tersebut bermesin khusus CNG 320 HP serta Automatic Transmission-retarder integrated dari Cummins Inggris, berbahan bakar gas dengan dimensi 18m x 2,5m x 3,5 meter, suspensi udara, rem cakram ABS dan dengan tempat duduk 20x2 buah serta mampu dimuati hingga 120 penumpang. Suryanto mengklaim produknya ini memiliki kualitas yang mumpuni dan siap bersaing di pasar internasional.

Dari sekian banyak tantangan yang ia jumpai dalam bisnis transportasi, Suryanto menyoroti soal pelaksanaan tender. Ia berharap dalam tiap proses tender supaya penyelenggara menerapkan Perpres 54 tahun 2010, tentang Pengadaan Barang dan Jasa yang mengatur tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebagai upaya untuk melindungi industri transportasi di Indonesia, seperti PT INKA. Maklum, INKA dengan Inobusnya lebih sering kalah dalam tender dan busnya tergolong langka beredar di jalanan Ibu Kota.

Menurut Suryanto, kenapa Perpres 54 Tahun 2010 itu terkesan sebagai pajangan saja. Padahal saat INKA tender di luar negeri, seperti di Malaysia, beberapa kali kami dikalahkan karena tidak memenuhi TKDN Malaysia. Perusahaan yang menang adalah perusahaan yang mau menyerahkan sebagian besar komponennya dibuat oleh pemain lokal Malaysia.

Bagaimana dengan kandungan komponen lokal Inobus? “Produk bus gandeng kami local content-nya sudah 43 persen. Ke depan akan terus kami tingkatkan. Target kami tinggalengine dan transmisi yang impor."

Apa keunggulan membeli produk dalam negeri, apakah hanya menjual jargon, Mencintai Produk Indonesia? "Tidak!" tegas Suryanto.

"Keunggulan membeli produk dalam negeri adalah after sales-nya dapat support dilakukan di dalam negeri oleh orang-orang Indonesia. Untuk itu kami full 24 jam sehari, 7 hari, 30 hari sebulan kami siap melayani.”

Dengan membeli produk dalam negeri, Suryanto melanjutkan, maka akan meningkatkan gerak perekonomian lokal. “Misalnya, buat Inobus itu melibatkan BUMN dan UKM yang banyak. Misalnya, buat bahan-bahan cetakan ada Barata, beli brake ke Pindad, elektronik ke PT LEN, plat kita beli ke Karakatau Steel, jendela dari alumunium dari UKM. Kalau beli ke luar negeri, uangnya lari ke luar negeri semua.”

Lebih dari itu, bisnis transportasi di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Jumlah penduduk Indonesia yang tidak kurang dari 240-an juta jiwa menjadikan negara kita sebagai pasar yang empuk dalam bisnis transportasi. Artinya, ada banyak sekali uang beredar di sini.

Secara teori, Pemerintah Pusat telah bersikap benar dengan memprioritaskan pembangunan transportasi massal di seluruh Indonesia. Namun dalam praktiknya, kita masih belum mandiri dari transportasi.

Untuk itu mari kita belajar dari kasus bus Transjakarta berkarat dari China untuk melihat transportasi massal dalam dimensi yang sangat luas. Di sana ada keselamatan jiwa penduduk Indonesia; ada mobilitas penduduk Indonesia yang mencari nafkah; ada sumber pendapatan untuk produsen bus dan suku cadangannya, untuk kru bus, untuk produsen BBM dan gas bumi, dan masih banyak dimensi lainnya yang berdenyut seiring bergulirnya ban-ban bus Transjakarta menembus keriuhan Ibu Kota.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun