Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Rumah Rengasdengklok, Sekali Lagi Negara Alpa!

9 Mei 2012   02:51 Diperbarui: 4 Maret 2020   19:30 1350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cuaca telah memberi tanda bahwa perjalanan tidak akan menyenangkan. Dari Jakarta mendung terus menggelanyut sampai ke daerah Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Namun, kami tetap membulatkan untuk menapak tilas peristiwa "penculikan" Soekarno - Hatta oleh sekelompok pemuda. "Maaf, Pak. Kamar Bung Karno belum bisa dimasukin," kata Djiaw Hoy Lin, saat kami baru datang. Puteri Djiauw Kie Song itu memberi isyarat bahwa ada "orang pintar" yang sedang bersemedi di dalam kamar Bapak Proklamator. [caption id="attachment_187242" align="aligncenter" width="425" caption="Djiaw Hoy Lin sedang menjelaskan riwayat rumahnya yang pernah disinggahi oleh Bung Karno dan Bung Hatta"][/caption] Menurut penuturan Lin, rumahnya yang bersejarah itu senyatanya telah hilang tergerus aliran sungai Citarum yang alirannya berubah, pada tahun 1957. Rumah yang ada sekarang adalah rumah baru yang dibangun untuk tempat hunian dan anak-anak keturunannya. "Di tempat inilah kami menyimpan benda-benda bersejarah yang dulu digunakan oleh Bung Karno dan Bung Hatta berunding dengan para pemuda," tuturnya. [caption id="attachment_176200" align="aligncenter" width="300" caption="Kami berfoto dengan Djiaw Hoy Lin di ruang tamu yang terdapat meja persembahan, dilengkapi dengan berbagai foto Bung Karno"]

13365314371593931368
13365314371593931368
[/caption] [caption id="attachment_176201" align="aligncenter" width="300" caption="Kami berfoto di depan rumah singgah Bung Karno dan Bung Hatta "]
13365315061516829321
13365315061516829321
[/caption] Namun kondisi rumah sekarang pun tampaknya tidak lebih baik dengan rumah sebelumnya. Karena posisinya yang berada di dataran rendah. Untuk menjangkau rumah ini pun kami harus melewati jalan yang menurun dan di beberapa titik terdapat genangan. "Bagaimanapun juga kami tetap akan menjaga semua peninggalan ini. Karena sudah menjadi wasiat keluarga kami," ungkap Lin. Saat ditanya apakah keluarga berniat memperbaiki rumah, ia dengan nada lirih menyatakan tidak memiliki biaya. Lin bersama keluarganya hanya mengandalkan warung yang berada di depan rumahnya. Sebenarnya sudah ada dari Pemda yang mengukur lahan untuk dibuatkan pagar, tapi belum terealisasi. "Siapa pun yang datang ke sini, kami tidak kenakan tarif, hanya diminta mengisi daftar tamu saja." Kalau ditanya harapan, kata Lin, supaya Pemerintah baik Pusat maupun Daerah dapat memberi bantuan untuk perawatan rumah. Selain itu juga minta dibuatkan jalur petunjuk, sehingga memudahkan pengunjung untuk datang. Yang ada di rumah ini, kamar sebelah kanan meja persembahan adalah kamar Bung Karno yang di dalamnya ada barang-barang yang pernah dipakai. Sebelah kiri adalah kamar Bung Hatta. "Ranjang Bung Karno sudah dibawa ke museum, tapi kalau ranjangnya Bung Hatta ini asli." Peristiwa Rengasdengklok Rumah Lin masuk dalam pusaran sejarah nasional, karena adanya "Peristiwa Rengasdengklok." Hal ini bermula saat Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Berita tentang kekalahan Jepang ini masih dirahasiakan oleh Jepang. Namun demikian para pemimpin pergerakan dan pemuda Indonesia lewat siaran luar negeri telah mengetahuinya pada tanggal 15 Agustus 1945. Untuk itu para pemuda segera menemui Bung Karno dan Bung Hatta di Pegangsaan Timur No.56 Jakarta dan meminta agar mau memproklamasikan kemerdekaan Indonesia lepas dari pengaruh Jepang. Bung Karno dan Bung Hatta tidak menyetujui dengan alasan bahwa proklamasi perlu dibicarakan dalam rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Malam hari tanggal 15 Agustus 1945 diadakan rapat di ruang Laboratorium Mikrobiologi di Pegangsaan Timur yang dihadiri oleh Soekarni, Yusuf Kunto, Syodanco Singgih, dan Chaerul Saleh sebagai pemimpinnya. Darwis dan Wikana menyampaikan hasil rapat, yakni mendesak agar Soekarno-Hatta memutuskan ikatan dengan Jepang. Saat itu, muncul suasana tegang, karena Soekarno-Hatta tidak menyetujuinya. Golongan muda tetap mendesak agar tanggal 16 Agustus 1945 diproklamasikan kemerdekaan, sedangkan golongan tua berpegang teguh perlunya diadakan rapat PPKI. Di tengah ketegangan itu, pada tanggal 16 Agustus 1945, golongan muda mengadakan rapat di Asrama Baperpi, Jalan Cikini 71 Jakarta. Selesai rapat, diputuskan untuk "menculik" Bung Karno dan Bung Hatta keluar kota agar tidak terkena pengaruh Jepang. Soekarno-Hatta dibawa oleh Soekarni, Yusuf Kunto, dan Syodanco Singgih ke Rangasdengklok. Pada sore harinya, Ahmad Soebarjo memberi jaminan bahwa selambat-lambantnya esok hari tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta akan memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, maka Cudanco Subeno (komandan kompi tentara PETA di Rengasdengklok) memperbolehkan Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta. Wisata Sejarah Catatan sejarah telah menunjukkan kepada kita bahwa rumah Lin merupakan warisan yang tidak ternilai untuk bangsa Indonesia. Kami ikut bangga, walaupun dengan kondisi rumah dan lingkungan seadanya tapi banyak pemudi dan pemuda yang berkunjung. Hari itu, di pelataran rumah yang sempit, berjejer motor yang jumlahnya tidak kurang dari 20 dan 3 mobil. Bagi para pembaca yang tergugah untuk mendalami sejarah perjuangan bangsa kita, ada banyak cara untuk ke rumah singgah Bung Karno dan Bung Hatta. Kalau dari Jakarta, ada beberapa terminal yang bis-nya melayani langsung ke Karawang, misalnya Terminal Kampung Rambutan, Pasar Rebo atau Kali Deres. Setelah naik bis, turun di Terminal Bis Tanjung Pura, Karawang. Dari situ tinggal naik angkot jurusan Rengasdengklok. Bagi yang naik kendaraan pribadi, bisa melewati jalan tol Jakarta - Cikampek dan keluar di Karawang. Dari sana ikuti petunjuk arah menuju Terminal Bis Tanjung Pura. Dengan mengikuti jalan utama, setelah sekitar 12,1 kilometer dari terminal, kita berbelok ke kiri setelah melihat ada papan penunjuk jalan ke arah monumen Kebulatan Tekad Rengasdengklok. Jalan yang rupanya baru dibuat belum terlalu lama itu membujur melewati persawahan sepanjang 2,2 kilometer sebelum akhirnya sampai ke monumen. Dari situ kita tinggal tanya penduduk setempat di mana letak rumah Bung Karno. Mudah bukan? Selamat berwisata sejarah...

Artikel ini juga ada di Blog Pribadi, ONEtimes.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun