Mohon tunggu...
Shelly Ivanna 08899888
Shelly Ivanna 08899888 Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Gambar, berenang, nonton

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendeta Tapi KDRT?

20 September 2024   21:55 Diperbarui: 20 September 2024   22:04 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

       Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan Pendeta Hendryanto Udjari, atau yang lebih dikenal dengan nama Moses Hendry, telah menarik perhatian publik secara luas. Penetapan Moses Hendry sebagai tersangka dalam kasus ini menandai puncak dari serangkaian penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian setelah menerima laporan dari istrinya, Sherly. Penyelidikan ini melibatkan pengumpulan berbagai alat bukti, termasuk rekaman CCTV dan barang bukti lainnya, yang kemudian mengarah pada penetapan tersangka dan penahanan.

        Menurut laporan  dugaan KDRT oleh Sherly pada tanggal 9 Agustus 2024 telah ditindaklanjuti dengan serius oleh unit Perlindungan Perempuan dan Anak dari Satreskrim Polrestabes Surabaya. Kasatreskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Aris Purwanto, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap saksi-saksi, rekaman CCTV, serta barang bukti seperti pisau dapur, telepon seluler, daster tanpa lengan berwarna hijau, dan sebuah diska lepas yang berisi rekaman tindak kekerasan. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, polisi melakukan gelar perkara yang memutuskan untuk menetapkan Moses Hendry sebagai tersangka dan melakukan penangkapan serta penahanan.

Pihak kepolisian melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan barang bukti di rumah Moses Hendry di kawasan Westwood Blok A2 Pakuwon City Surabaya. Sementara itu, Doni Adinegara, kuasa hukum Moses Hendry, menyatakan bahwa mereka akan mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Kasus ini mencuri perhatian publik, terutama karena Moses Hendry berprofesi sebagai pengacara berkantor di jalan Ponti Sidoarjo, dan seorang pendeta di Amazing God Church (AGC) , sedangkan korbannya adalah istrinya sendiri.

Sherly, korban kekerasan, mengungkapkan bahwa kekerasan ini telah berlangsung selama dua dekade yang berarti selama 20 tahun, dimulai sejak awal tahun 2004. Ia mengaku sering menerima kekerasan fisik dan ancaman dari Moses Hendry, dan terakhir mengalami kekerasan pada tanggal 9 Agustus 2024. Juga akhir-akhir ini Ada yang mencengangkan dari pengakuan Sherly, terkait video terbaru yang  bermuatan pornografi yang dilaporkan Moses ke Polrestabes Surabaya. 

"Ada bukti video di mana Moses telanjang bulat di depan anak perempuan saya dan itu berlangsung sering kali," sambil perlihatkan video yang dianggap media sangat menjijikkan. Menurut Sherly kejadian Moses telanjang di depan putrinya yang berusia 20 tahun bukan hanya sekali , namun berkali-kali , saat ditanya kenapa suaminya tidak ditegur , Sherly menjawab takut. "Negur ya digaplok saya. Pokoknya kita gak boleh sama sekali negur atau bantah", kata Sherly.   Hal ini semakin memperkuat seriusnya kasus yang ditangani.

Di satu sisi, hal ini mengungkapkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bisa terjadi pada siapa saja, tanpa memandang latar belakang sosial atau status agama. Ini menekankan pentingnya melindungi korban dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan tanpa pembedaan, termasuk kepada mereka yang memiliki pengaruh atau kedudukan yang tinggi. Reaksi masyarakat terhadap kasus ini sangat beragam. Sebagian mungkin merasa kecewa atau terkejut karena sosok yang seharusnya menjadi teladan moral justru terlibat dalam tindak kekerasan.

      Penangkapan pendeta ini menjadi pengingat kita semua bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah serius yang tidak mengenal status sosial atau jabatan seseorang. Proses hukum yang sedang berlangsung akan menentukan langkah selanjutnya, namun yang jelas adalah pentingnya kesadaran dan dukungan untuk korban kekerasan serta penegakan hukum yang adil. Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih berani melaporkan kekerasan dan bagi penegak hukum untuk lebih tegas dalam menangani kasus-kasus serupa di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun