Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, negara-negara Asia Tengah, termasuk Tajikistan dan Uzbekistan, menghadapi tantangan besar dalam membangun identitas nasional dan struktur politik yang mandiri. Di tengah transformasi ini, ulama Islam memainkan peran penting dalam membentuk dinamika politik dan sosial di kedua negara tersebut.
Di Tajikistan, peran ulama sangat signifikan, terutama dalam konteks perang saudara yang terjadi antara tahun 1992 dan 1997. Konflik ini melibatkan pemerintah sekuler dan oposisi Islamis, di mana ulama berperan sebagai mediator dan penjaga moralitas masyarakat.Â
Salah satu tokoh penting adalah Said Abdullah Nuri, pendiri Partai Kebangkitan Islam Tajikistan (IRPT), yang berhasil memainkan peran ganda sebagai pemimpin agama dan politikus. IRPT, sebagai partai politik Islam pertama di Asia Tengah, berusaha mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam politik negara, meskipun akhirnya ditekan oleh pemerintah. Meskipun demikian, pengaruh ulama dalam menjaga stabilitas sosial dan politik di Tajikistan tetap terasa.
Di Uzbekistan, ulama juga memegang peran penting, namun dalam konteks yang lebih represif. Pemerintah Uzbekistan, di bawah kepemimpinan Islam Karimov, menerapkan kebijakan sekuler yang ketat dan sering kali menekan aktivitas keagamaan, terutama yang dianggap radikal. Meskipun demikian, ulama masih memiliki pengaruh, terutama di tingkat lokal, di mana mereka sering menjadi tokoh masyarakat yang dihormati.Â
Di beberapa wilayah, mereka berhasil menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat, membantu meredakan ketegangan sosial. Namun, peran ulama di Uzbekistan lebih terbatas dibandingkan dengan di Tajikistan, mengingat kebijakan negara yang lebih represif terhadap gerakan Islam.
Dalam kedua kasus tersebut, ulama berperan sebagai penentu moral dan penjaga nilai-nilai Islam di tengah masyarakat yang sedang mengalami transformasi politik dan sosial. Di Tajikistan, ulama lebih terlibat dalam politik aktif, sementara di Uzbekistan, peran mereka lebih bersifat sosial dan moral, dengan keterlibatan politik yang terbatas. Hal ini mencerminkan perbedaan dalam pendekatan politik Islam di kedua negara tersebut dan menunjukkan kompleksitas peran ulama dalam dinamika politik di Asia Tengah.
Secara keseluruhan, peran ulama di Tajikistan dan Uzbekistan menunjukkan bagaimana agama tetap menjadi kekuatan penting dalam membentuk identitas nasional dan stabilitas politik di Asia Tengah, meskipun menghadapi tantangan dari negara-negara sekuler yang berusaha membatasi pengaruh Islam dalam ranah politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H