Mohon tunggu...
Zainal Abidin
Zainal Abidin Mohon Tunggu... profesional -

Hanyalah orang yang ingin belajar. Belajar membaca dan menulis. Melalui corat-coret yang dipublikasikan, semoga dapat dinikmati atau dikritik bahkan di kecam pun boleh. Sehingga bisa menyemangati untuk terus menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mereka yang Terpinggirkan (1) : Pelukis Wayang Beber

11 Januari 2011   06:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:43 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_81032" align="alignleft" width="300" caption="Berkarya terus sampai akhir hayat"][/caption] Namanya tak begitu banyak dikenal, apalagi bila berbicara di tataran pelukis nasional. Namun karyanya telah banyak dinikmati, bahkan menghiasi hotel atau rumah para pejabat, atau tokoh terkenal. Ia adalah Hermin Istiariningsih (54), yang selama ini lebih menekuni dalam melukis wayang beber versi Pacitan. Di Solo, pelukis perempuan amatlah sedikit. Dalam seni tradisional, Ia satu-satunya pelukis yang hari ini terus menekuni lukisan wayang beber. Sebagai Pelukis, Bu Ning, nama panggilan sehari-harinya, tidak pernah menempuh pendidikan khusus untuk menjadi seorang pelukis tradisional. Ia hanyalah seniman otodidak, yang belaja melukis  dimulai pada tahun 1984. Istri dari Soetrisno, yang juga seorang pelukis, menamatkan pendidikan terkhirnya di SMA di Jombang pada tahun 1973. Perjalanan hidupnya cukup panjang, pindah dari satu kota, ke kota lainnya. Hingga akhirnya menetap di Kota Solo. Meskipun demikian, sebagai pelukis tradisional yang otodidak, Ia juga pernah melakukan Pameran tunggal di hotel Lor In, pada tahun 2004. Semua itu dilakukannya sendiri dengan mengumpulkan biaya yang dia peroleh dari hasil kerjanya, tanpa ada sponsor, dengan dibantu oleh suaminya. Tidak dibayar pejabat Sebagai pelukis tradisional, banyak suka duka yang pernah Ia alamai. Bu Ning, yang tinggal di rumah petak, kecil di perkampungan Solo, menceritakan, “Pernah lukisan saya dibawa oleh seorang pejabat, melalui perantaranya, dan tidak pernah dibayar”, keluhnya, meskipun demikian Ia tidak pernah berupaya menuntut, dan bahkan telah melupakan peristiwa tersebut. Pengalaman yang lain adalah, seringkali karyanya di hargai sangat murah oleh Pembeli. Padahal Ia harus mengejakan berhari-hari untuk menyelesaikan karyanya tersebut. Ia tidak pernah mengeluh, bagi dirinya yang terpenting adalah teus berkarya selagi mampu menghasilkan karya. Justru yang menjadi keprihatinnya sekarang ini adalah soal generasi penerusnya. Pernah ada dari kalangan anak sekolah atau mahasiswa yang belajar disini, akan tetapi tidak pernah sampai tuntas, “rata-rata mereka tidak sabar, untuk mengerjakan seperti ini”, katanya. Sebagai pelukis tradisional, Bu Ning juga berharap kepada Pemerintah, khususnya Pemerintah Kota Solo untuk lebih memperhatikan nasib para pelukis tradisional. Agar karya lukis wayang beber tidak hilang ditelan jaman, katanya dengan semangat. Beberapa karya Bu Ning:

12929108441585741437
12929108441585741437
1292911150688709177
1292911150688709177

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun