Mungkin masih banyak orang Indonesia yang tidak mengenal sosok pria berbakat dalam bidang musik seperti Sri Hanuraga, seorang pianis Jazz asal Indonesia yang sekarang tinggal di Amsterdam, Belanda. Sri Hanuraga atau yang akrab disapa Aga, lahir di Jakarta, 24 Desember 1985. Aga mulai belajar piano klasik sejak usia tahun 11 tahun dan benar-benar tertarik pada piano di usianya yang ke-13 saat menonton video kelompok trio progressive rock, ELP (Emerson Lake & Palmer -red). Keith Emerson adalah idola terbesarnya sehingga membuat ia beralih untuk menekuni piano padahal ia sebelumnya bermain gitar. Setelah membaca beberapa ulasan wawancara Keith Emerson yang sering menyebutkan nama-nama musisi yang menjadi influence Keith dalam bermusik, seperti Charlie Parker, Oscar Peterson dan Bud Powell, maka ia mulai mendengarkan musik dari para musisi jazz melegenda tersebut. Namun, ia belum menggali lebih dalam musik para musisi yang kental dengan permainan hardbop, bebop, dan free tersebut. Hal yang membuatnya mendengarkan musik Jazz secara lebih ekstensif adalah Indra Lesmana dalam album “Reborn”(2000) serta album “Simak Dialog” yang bertajuk Trance/Mission (2002).
Di usia 17 tahun, Aga mulai belajar piano jazz bersama Indra Lesmana dan sempat belajar sekolah musik di Farabi. Berkat keterampilannya ia berhasil menjadi pemenang pertama dalam kompetisi JGTC (Jazz Goes To Campus) yang diselenggarkan Universitas Indonesia, tampil di beberapa festival Jazz di Indonesia termasuk Jakarta International Java Jazz Festival. Pada usia 19 tahun, Aga memutuskan untuk pindah ke Belanda dan belajar jazz piano di sebuah sekolah musik bernama Conservatorium van Amsterdam.
Kepiawaiannya bermain piano semakin luar biasa dibuktikan dengan prestasinya meraih beberapa penghargaan, baik didalam negeri maupun di luar negeri. Ia berhasil meraih soloist prizepada kompetisi East Eastern Jazz Festivaldi Nijmegen, Belanda (2006) dan pemenang kedua Young Pianist Foundation (YPF) Jazz Piano Competition (2009)¹ . Ia berhasil menyelesaikan studinya dengan meraih predikat cum laude with distinction.
(Foto diambil dari wartajazz.com)
Bersama Sandy Winarta (drums), Riza Arshad (keyboards) dan Indrawan Tjhin (acoustic double bass) ia tergabung dalam W/H/A/T Quartet (2010). Selain itu, ia tergabung dalam Sri Hanuraga Trio bersama drummer Slovenia, Kristijan Kranjcan dan bassist Jerman, Theo Balbig. Baru-baru ini ia bersama The Brag Pack merilis album bertajuk Just Braggin. Review album dapat dilihat di website The Brag Pack. Grup multinasional ini terdiri dari Paul Rutschka (Jerman), Roald Becher (Belanda) dan Dániel Mester (Hungaria).
Baik secara personal maupun grup terdengar dari musik yang disajikannya, ia mengedepankan spontanitas, free dengan sentuhan bop/hardbop, swing, blues, funk hingga musik tradisi. Dalam album Just Braggin' terdapat folksong “Ilir Ilir”, “Cublak Suweng” dan lagu nasional “Bangun Pemuda Pemudi.” Sentuhan Coltrane, Parker, Mehldau dan juga membawa spirit dari legendary Indonesian Allstars’ album “Djanger Bali” yang direkam di Berlin pada 1967. ²
Tidak cukup sampai disitu, Aga semakin mengembangkan diri dan karyanya akan terus tercipta dibalik jari-jari tangan ajaibnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H