Mohon tunggu...
Yoga Mahardhika
Yoga Mahardhika Mohon Tunggu... Konsultan - Akademisi, Budayawan & Pengamat Sosial

Pembelajar yang ingin terus memperbarui wawasan, mempertajam gagasan, memperkaya pengalaman dan memperbesar manfaat untuk sesama.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kenapa Indonesia Tidak Lockdown ala Tiongkok?

7 April 2020   16:50 Diperbarui: 8 April 2020   07:25 2005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi warga China mengenakan masker di tengah wabah virus corona (Covid-19). (sumber: SHUTTERSTOCK/IHOR SULYATYTSKYY via kompas.com)

Banyak yang mengkritik penanganan Covid-19 di Indonesia tidak tegas. Ketika pemerintah mengeluarkan PP 21/200 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), publik kembali riuh. 

Para pengkritik menilai PSBB tidak jelas, bahkan banyak yang mendesak pemerintah melakukan Lockdown. Benarkah PSBB tidak tegas, dan Indonesia harus melakukan lockdown total seperti di Wuhan?

Faktanya, sejauh ini berbagai negara yang melakukan lockdown tak serta-merta berhasil menekan sebaran virus Covid-19. Sebaliknya, banyak kisah tragis yang justru mencuat seiring kebijakan lockdown. 

Banyaknya pasien Lansia yang tak tertangani di Italia, kekacauan di India, kekerasan di Zimbawe, Kenya, dll adalah potret nyata, bahwa strategi Lockdown ala China tak sepenuhnya mulus ketika diterapkan di negara lain.

Tulisan ini akan menakar beberapa faktor penentu keberhasilan Lockdown di China, yang belum tentu dimiliki negara-negara lain, termasuk Indonesia. 

1. Demokrasi Terpimpin

China adalah penganut partai tunggal dengan sistem politik terpusat, di mana Partai Komunis China (PKC) menjadi satu-satunya partai penguasa. Keberadaan partai tunggal ini tak lepas dari kegandrungan warga terhadap persatuan China. 

Obsesi persatuan ini mengajar jauh sejak Kaisar Pertama menyatukan empat penjuru negeri pada abad ke-3 sebelum Masehi. Hingga 1978, saat reformasi Deng Xiaoping, China memutuskan tetap mengadopsi sistem partai tunggal, karena khawatir penerapan multi partai akan memicu perpecahan.

Maka, ketika China memutuskan lockdown terhadap Wuhan dan kota-kota lain, tak ada tarik-ulur kebijakan yang berarti. Tak ada oposisi yang tiap hari nyiyir pada pemerintah, tak ada figur yang cari muka agar terpilih di Pilkada atau Pemilu, tak ada juga kritik keras media, karena semua media di bawah kendali pemerintah. 

Semua berjalan tenang, teratur, tertib dan terencana di bawah kendali pemerintah pusat yang dikomando oleh Xi Jinping.

Selain itu, China juga masih mempertahankan penguasaan aset strategis oleh negara, khususnya tanah. Penduduk China hanya bisa menyewa tanah untuk tempat tinggal ataupun kegiatan ekonomi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun