Apa yang terpikirkan dalam otak kalian setelah mendengar kata “Dosen”..?? Apakah ada keinginan dalam hati kalian yang bercita-cita ingin menjadi seorang dosen..??
Pertanyaan tersebut silakan dijawab sendiri-sendiri. Mungkin pertanyaan di atas merupakan pembukaan yang dapat mengantarkan kita pada sosok dosen yang merupakan pengganti orangtua kita di dalam lingkungan kampus. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Wikipedia.org). Layaknya orangtua kita di rumah, seorang dosen selain bertugas mengajarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dia juga bertugas mendidik mahasiswa. Memberikan contoh-contoh sikap yang baik dan patut untuk ditiru oleh mahasiswanya, baik dari ucapan maupun tindakan-tindakan selama proses pembelajaran berlangsung. Tidak hanya berlaku di dalam kelas saja, seorang dosen pun harus dapat memberikan contoh-contoh yang baik di luar kelas.
Dari sikap dan kebiasaan yang ditampilkan seorang dosen dihadapan mahasiswa, baik secara langung maupun tidak langsung akan memunculkan persepsi atau pemikiran-pemikiran yang berbeda-beda mengenai dosen tersebut. Persepsi itu dapat bernilai positif dan dapat menambah rasa senang tersendiri terhadap dosen tersebut sehingga dapat mempermudah dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dapat berlangsung lancar dan dapat tercipta suasana yang menyenangkan. Tetapi, persepsi itu juga dapat bernilai negatif dan dapat memunculkan rasa malas terhadap dosen tersebut. Ini akan berakibat pada proses pembelajaran yang mungkin akan terganggu. Kadang-kadang apabila seseorang sudah terlanjur malas terhadap orang lain, maka reaksi atau respon yang diberikan tidak maksimal bahkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ini akan berakibat pada proses pembelajaran yaitu dari kesiapan mahasiswa dalam menerima pelajaran dapat dinilai kurang. Maka dari itu, pentingnya sosok dosen yang dapat membantu dalam berlangsungnya proses pembelajaran sehingga tujuan dari pendidikan pun dapat tercapai.
Persepsi seseorang mengenai orang lain itu pasti berbeda-beda. Begitupun dengan sosok seorang dosen di mata para mahasiswa pasti berbeda-beda pula. Adanya pandangan mengenai pentingnya persepsi seorang mahasiswa terhadap dosennya akan memunculkan perbedaan. Perbedaan itu muncul secara alami tanpa adanya rekayasa. Persepsi itu dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, dan persepsi dari masing-masing mahasiswa itu berbeda-beda.
Dalam kesempatan kali ini, berikut akan dipaparkan berbagai persepsi atau pemikiran-pemikiran dari beberapa mahasiswa mengenai dosennya. Dalam perolehan data atau informasi yang didapat merupakan hasil wawancara kepada beberapa mahasiswa. Ada beberapa kriteria persepsi yang diangkat dalam kesempatan kali ini yaitu mengenai kedisiplinan, cara atau metode mengajar, keistimewaan, cara penilaian, penguasaana materi, dan pekerjaan sampingan dari dosen tersebut.
Dari sudut pandang beberapa mahasiswa, persepsi mengenai kedispilinan terhadap dosennya itu hampir semuanya mengatakan cukup bagus, terutama terkait kedisiplinan waktu. Dalam hal ini dispilin waktu merupakan sesuatu yang sangat penting. Bahkan ada pepatah yang mengatakan bahwa “waktu adalah uang”.Ini menunjukkan bahwa waktu itu sangatlah berharga dan harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Hidup bersama waktu, apabila kamu menghargai waktumu maka kamu telah menghargai hidupmu. Tepat waktu dalam era sekarang ini mungkin masih terbilang langka, karena masih banyak di dalam lingkungan sekitar kita yang menganggap remeh masalah tapat waktu. Jam karet merupakan suatu istilah yang terbilang cukup familiar di telinga kita. Apabila kita menengok sebentar ke kehidupan masyarakat Jepang, mungkin dibandingkan dengan kita sangat jauh berbeda terkait masalah tepat waktu. Masyarakat Jepang sangat menghargai apa itu waktu. Mereka memang sangat pantas untuk ditiru, terutama dala hal kerja keras dan menghargai waktu. Kembali ke topik yaitu dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan waktu dari beberapa dosen itu berupa tepat waktu dalam memasuki kelas. Tepat waktu disini yaitu berupa ketentuan dalam setiap kuliah datang sesuai kontrak belajar yang telah disepakati bersama di awal kuliah. Dalam mengajar pun dapat memanfaatkan setiap kesempatan waktu dengan maksimal. Bahkan terkadang ada dosen yang sudah datang 5 menit sebelum jam perkuliahan di mulai. Ada salah satu mahasiswa yang mengatakan bahwa dalam kategori 10 orang dosen dia bisa memberikan 3:10 yang sudah dapat dikatakan tepat waktu, dan apabila terlambat maka dosen memberitahukan kepada ketua kelas perihal keterlambatan itu, apa yang dikatakannya dan dilontarkan kepada forum dan disepakati bersama oleh mahasiswa akan menjadi ketentuan yang harus dipenuhi bersama. Selain dalam wujud datang tepat waktu, masih ada bentuk lain yang termasuk ke dalam kategori kedisiplinan yaitu untuk soal pengumpulan tugas itu harus sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Namun tidak semua dosen sudah melaksanakan kedisiplinan itu dengan baik, buktinya masih ada dosen yang sering datang telat. Mahasiswa kadang harus menunggu cukup lama tanpa kepastian dalam menanti kedatangan dosen. Ini merupakan suatu hal yang dapat dikatakan menyia-nyiakan waktu dari mahasiswa sendiri.
Persepsi mengenai cara atau metode dalam mengajar dosen di kelas direspon oleh beberapa mahasiswa itu berbeda-beda. Masing-masing memiliki persepsi sendiri-sendiri terhadap dosennya masing-masing, bagaimanakah seorang dosen itu dalam menyampaikan materi. Apakah terpaku pada media, apakah dengan jalan-jalan atau hanya duduk di tempat. Setiap dosen masing-masing mempunyai ciri khas sendiri-sendiri dan apapun cara atau metode mengajar yang digunakan itu merupakan suatu bentuk penyesuaian diri dari seorang dosen. Salah satu mahasiswa dari jurusan seni tari mengatakan bahwa berhubung dia di jurusan seni tari, cara mengajar dosen dengan memberi pengarahan secara langsung saat praktek. Dan saat kuliah teori kebanyakan hanya terpaku duduk di tempat dan menjelaskan menggunakan LCD proyektor. Ada lagi yang mengatakan bahwa beberapa dosen terkait cara mengajarnya itu masih terpaku pada media, jadi apabila media tidak mendukung mungkin perkuliahan atau proses pembelajaran akan ikut terganggu. Namun, ada juga yang sudah lebih fleksibel atau kadang ada yang jalan-jalan. Bahkan ada juga yang menggunakan permainan di dalam mengajar. Ada pendapat bahwa, apabila dibanding dalam kategori 10 orang dosen maka dia berikan perbandingan 3:10. Ada yang masih konservatif ada juga yang sudah cukup modern, cukup bervariasi dan bisa duduk, berdiskusi, buat contoh kasus.
Dari sudut pandang mengenai keistimewaan dosen di kelas juga direspon oleh mahasiswa itu berbeda-beda. Setiap mahasiswa memiliki kesan sendiri-sendiri terhadap dosennya msing-masing. Kesan yang didapat tersebut mungkin didapat melalui kejadian atau peristiwa yang menyebabkan tidak mudah untuk dilupakan begitu saja. Ada yang merasa berkesan karena dosennya sangat profesional, apabila mahasiswa salah tidak pernah mengingatkan mahasiswa dengan kata-kata yang menyinggung. Mahasiswa dari jurusan seni tari sangat kagum dengan dosen pada mata kuliah praktek cukup tegas namun efeknya sangat baik, yaitu cara mengajar mereka yang selalu mengingatkan bahkan terkadang dengan nada yang sedikit keras serta menjelaskan secara detail apa yang harus dilakukan dalam setiap gerak tari. Sedangkan pada mata kuliah teori, dosen yang mengagumkan yaitu penguasaan materi akan kuliah yang diajarkan sehingga saat ada pertanyaan yang diajukan dosen tersebut dapat memberikan jawaban yang cukup memuaskan. Mahasiswa dari jurusan PKnH pun demikian, sangat terkesan terhadap dosennya karena di dalam perkuliahan tidak saja diajarkan mengenai kuliah, namun juga diajarkan yang lain (motivasi). Mahasiswa merasa sangat terkesan dengan dosennya karena pengalaman yang di miliki beliau sangat banyak, pada awal semester 1 pada saat kuliah praktek selalu di bimbing dengan penuh kesabaran. Dalam hal filosofi Pancasila responden cukup kagum atas pengetahuan dosennya mengenai pemahaman tentang Pancasila. Konsistensi dan kesederahanaan ini membuktikan bahwa manusia yang memegang teguh Pancasila begitu terlihat sederhana. Pernah ada dosen yang membuat terkesan, tetapi dengan dosen yang berbeda karena ada dasar argumentasi yang belum disepakati saja.
Persepsi mengenai cara penilaian dosen di kelas pun direspon oleh mahasiswa itu berbeda-beda. Sistem-sistem yang diterapkan oleh dosen terdapat kriteria-kriteria tertentu yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa. Standar penilaian setiap dosen itu berbeda-beda. Sebagian dosen sangat menghargai proses belajar dan progress setiap perkuliahan berlangsung. Yang terkesan masih kurang yaitu penilaian beberapa dosen yang menitik beratkan pada ujian akhir semester saja. Dan beberapa dosen teori melakukan model penilaian semacam itu. Rata-rata dosen menggunakan standar penialain yang meliputi presensi kehadiran, keaktifan di kelas, tugas individu dan kelompok, UTS dan UAS. Penilaian dapat secara objektif, kehadiran 15%, tugas 10%, UTS 30%, UAS 40%. Mungkin 5% berupa penilaian subjektifitas dengan melihat perilaku seorang mahasiswa dalam ruang kuliah.
Dari persepsi beberapa mahasiswa mengenai penguasaan materi dari dosen di kelas direspon oleh mahasiswa itu hampir sama, yaitu rata-rata dosennya itu sudah dapat dikatakan telah menguasai materi yang akan diajarkannya. Tetapi masih ada beberapa dosen yang tidak menguasai materi yang diajarkan. Bahkan ada dosen yang saat di kelas tidak menjelaskan materi yang seharusnya disampaikan, ini justru malah cerita kesana-kemari tidak jelas. Apabila dibandingkan 10 orang dosen dibuat perbandingannya 7:10, dimana 7 orang telah menguasai materi dan sisanya belum.
Persepsi mengenai pekerjaan sampingan dari dosen selain mengajar di kelas direspon oleh mahasiswa itu berbeda-beda. Ada beberapa dosen memiliki usaha sampingan. Ada yang berprofesi sebagai seorang konselor (mahasiswa BK), beberapa memiliki usaha di bidang rias pengantin (mahasiswa seni tari), ada beberapa dosen yang menjadi penasihat hukum dan banyak pula yang menjadi penulis (mahasiswa PKnH). Dan dari mahasiswa hukum, dari 10 dosen sekitar 7 dosen yang menjadi praktisi hukum. Dosen pun ternyata cukup hebat di luar sana selain menyandang profesi sebagai dosen.
Dari hasil persepsi beberapa mahasiswa yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik garis besarnya yaitu persepsi setiap mahasiswa terhadap dosennya itu tidak sama, semuanya berbeda-beda memiliki pandangan sendiri-sendiri. Pandangan tersebut dapat berupa pandangan yang positif yang akan membangun semangat untuk belajar. Ada juga yang negatif, yang dapat menghambat proses pembelajaran di kampus.
Dosen itu juga manusia biasa yang pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dibalik semua itu, mereka tetap berusaha untuk tetap profesional dalam menjalankan kewajibannya mentransfer ilmu yang dimilikinya dan mendidik mahasiswa yang merupakan agen perubahan sehingga tujuan pembelajaran pun dapat tercapai dan generasi penerus bangsa siap untuk menghadapi dunia menuju Indonesia yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H