Mohon tunggu...
windi anjani
windi anjani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sudah Efektifkah Sistem Pengelolaan Sampah Indonesia

23 April 2019   14:52 Diperbarui: 23 April 2019   15:01 1027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bumi saat ini telah mengalami perubahan yang sangat drastis, dengan adanya pemanasan global yang terjadi saat ini, seluruh dunia memfokuskan diri pada masalah lingkungan. Banyak sekali video-video yang beredar di internet menunjukkan bagaimana kondisi bumi saat ini, hal itu tidak hanya berdampak bagi manusia saja melainkan semua makhluk hidup yang ada di dalamnya terkena dampaknya. 

Salah satunya yaitu beberapa ikan paus mati terdampar yang disebabkan karena ikan tersebut mengkonsumsi hal yang seharusnya tidak dikonsumsi. Ketika perut dari ikan tersebut dibelah isi dari perut tersebut sangat memprihatinkan ternyata ikan tersebut mengkonsumsi plastik, hal ini tentu merupakan ulah dari manusia sendiri yang tidak bertanggungjawab atas sampah-sampah yang dihasilkannya, untuk mengatasi hal itu diperlukannya sistem pengelolaan sampah yang memadai dan berusaha untuk mengurangi penggunaan plastik. 

Sistem pengelolaan sampah merupakan hal vital bagi kebersihan dan keindahan suatu negara. Sampai saat ini negara kita Indonesia masih belum mampu mengelola sampah dengan benar, berbanding terbalik dengan negara-negara maju seperti Jerman, Jepang, Swiss, Belanda, Inggris, Korea Selatan yang telah mengelola sampah dengan baik dan benar.

Pengelolaan sampah yang belum memadai dibuktikan dengan masuknya Indonesia sebagai negara kedua penyumbang polusi plastik di lautan dengan 3.38 juta ton pertahun dimana Cina sebagai negara yang paling banyak menyumbangkan polusi plastik, Cina sendiri menyumbang 8.82 juta ton pertahun. Tidak hanya itu saja empat sungai yang ada di Indonesia yakni sungai Bengawan Solo, sungai Brantas, sungai Serayu, dan sungai Progo masuk kedalam 20 sungai paling tercemar di dunia. 

Kebanyakan dari sampah plastik tersebut berupa plastik sekali pakai yang diproduksi oleh para produsen makanan. Maka sudah saatnya para produsen untuk mengurangi dan menghentikan single use plastic. Karena secara global hanya terdapat 9% sampah yang dapat didaur ulang, 12% dibakar, dan sisanya yaitu 79% bermuara ke sugai, laut, dan tertimbun oleh tanah. Sedikit dari produsen serta masyarakat yang peduli akan hal ini, dan pemerintah seharusnya lebih tegas dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk membuat efek jera bagi yang masih tidak peduli akan kebersihan lingkungan.

Di samping perlunya produsen makanan untuk mengurangi dan memberhentikan penggunaan single use plastic, perlunya kesadaran dari masyarakat untuk membuang sampah berdasarkan jenisnya. Bukan hanya sebatas tulisan yang terpampang pada tempat sampah lalu membuang sampah seenaknya.

Kita ambil contoh Jepang, negara yang dijuluki sebagai negeri sakura tersebut dikenal dengan kebersihannya walaupun jepang kesulitan dalam mengontrol penggunaan kemasan sekali pakai. Maka dari itu, di Jepang membuang sampah tidak semudah membalikkan telapak tangan, Jepang adalah negara dengan sistem pembuangan sampah yang cukup rumit. 

Tempat pembuangan akhir sampah yang terdapat di Jepang tidak terlihat seperti TPA di indonesia, tidak ada penumpukan sampah yang sampai berbukit-bukit dan bau busuk yang tercium melainkan seperti sebuah pabrik dengan teknologi-teknologi yang ada di dalamnya. Hal tersebut juga dibarengi dengan sinkronisasi antara masyarakat dengan pemerintahannya. 

Setiap kota yang ada di Jepang memiliki aturan yang berbeda, namun secara umum hampir sama. Pemerintah Jepang membagi beberapa jenis sampah menjadi empat yaitu moeru gomi (sampah yang dapat dibakar), moenai gomi (sampah yang tidak dapat dibakar),  sodai gomi (sampah berukuran besar), shigen gomi (sampah yan dapat didaur ulang) semua jenis sampah harus ditempatkan pada kantung sampah yang tepat dan sebelum dimasukkan ke dalam kantung, sampah-sampah tersebut harus dalam keadaan bersih, untuk sampah seperti minyak goreng sebelum dibuang harus dalam keadaan beku, untuk membekukan minyak goreng bekas tersebut diperlukan oil solidfier, setelah membeku sampah tersebut tergolong dalam sampah yang dapat dibakar. Masyarakat di sana tidak dapat membuang sampah kapan saja mereka inginkan, melainkan terdapat jadwal yang telah disesuaikan.

Ketika terdapat warga yang tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan, petugas pengangkut sampah tidak akan mengangkut kantong sampah atau bahkan jika telah diangkut nantinya kantong sampah tersebut akan dikembalikan ke warga yang tidak mematuhi aturan tersebut. Dan untuk memberikan efek jera disetiap kantong yang tidak terisi sesuai dengan jenisnya akan ditempeli stiker berwarna merah sehingga tetangga sekitar akan mengetahui hal itu dan membuat warga yang tak mematuhi aturan tersebut akan merasa malu.

Ketika sampah telah saampai pada tempat pengolahan, pabrik-pabrik pengolahan sampah di Jepang akan menerapkan reuse, recycle, reduce dimana sampah-sampah tersebut diubah menjadi hal-hal yang dapat dimanfaatkan kembali seperti sampah yang dapat didaur ulang dapat diubah menjadi barang baru atau bisa sebagai bahan dalam membuat jalan. Untuk sampah yang dibakar dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi. Untuk sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun