Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Penumpang KRL Pingsan, Petugas Cuek

14 Juni 2014   03:44 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:49 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penumpang penuh sesak hendak menaiki Commuter Line (KOMPAS.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Penumpang penuh sesak hendak menaiki Commuter Line (KOMPAS.com)"][/caption] KRL Commuter Line jurusan Tanah Abang – Bogor, Jumat (13/6/2014) sore tadi seperti biasa penuh sesak oleh manusia. Saya naik dari Stasiun Sudirman sekitar pukul 17.00 kurang beberapa menit dengan tujuan Depok. Gerbong sudah penuh oleh penumpang, tak hanya para pekerja yang pulang dari kantornya, tetapi juga tampak ibu-ibu yang membawa barang belanja dari Tanah Abang. Dari gelagat dan tingkah beberapa ibu tersebut, terlihat ada yang terkaget-kaget dengan situsi KRL yang sangat padat oleh pekerja. Mungkin mereka tidak terbiasa naik KRL pada jam tersebut, atau karena keasyikan belanja sehingga tidak memperhitungkan lonjakan penumpang KRL pada jam sibuk. Satu demi satu stasiun dilalui dengan cepat, karena kali ini tidak ada gangguan perjalanan seperti hari sebelumnya. Beberapa penumpang ibu-ibu yang tak kebagian tempat duduk terlihat panik saat harus menyibak penumpang yang berjejal demi mendekat ke pintu keluar. “Dorong aja bu, saya udah nggak bisa geser,” ucap seorang penumpang pria ketika seorang ibu meminta diberi jalan. Demikianlah situasi di dalam KRL, dan hampir selalu identik kejadiannya setiap hari. Hingga terjadilah peristiwa ketika gerbong yang saya tempati itu dihebohkan oleh pingsannya seorang wanita. Posisi saya agak jauh dan tidak memungkinkan mendekat pada kerumunan yang sedang membantu wanita tersebut. Beberapa penumpang yang tengah duduk beranjak dari kursinya, supaya wanita tersebut bisa dibaringkan. Terlihat banyak orang membantu dengan memberikan minyak angin, air minum dan mengipasinya. Hawa di dalam gerbong memang terasa gerah karena AC kurang maksimal mendinginkan gerbong yang penuh manusia. Dari posisi saya yang berdiri (dan terjepit), saya masih bisa melihat sekilas bahwa wanita itu sepertinya lemas tak berdaya. Beberapa penumpang menyarankan agar korban diturunkan saja di stasiun berikutnya, tetapi melihat penuh sesaknya penumpang yang berjubel menutupi pintu, orang-orang yang tengah membantu korban tampak berusaha memulihkan kondisi wanita tersebut terlebih dulu. Peristiwa itu kira-kira terjadi ketika KRL melaju dari Stasiun Universitas Indonesia, hanya berjarak satu stasiun yakni Pondok Cina sebelum saya turun di Stasiun Depok Baru. Begitu turun, saya pun berinisiatif memberikan informasi pada petugas berseragam security yang sedang berdiri di pintu gerbong di belakang gerbong kami tadi. “Pak, pak! Ada penumpang pingsan di gerbong sebelah, tolong Pak!” ucap saya sambil menunjuk gerbong saya tadi. Namun, reaksi petugas berseragam security lengkap dengan helm putih dan pentungan di pinggangnya itu sungguh mengejutkan saya dan orang-orang di sekitar saya. Ia hanya melengos seiring pintu kereta yang menutup dan ia pun menghilang dari hadapan saya seiring kereta kembali melaju ke arah Bogor. “Tuh kan, dicuekin kan? Emang dasar tuh petugas!” cetus seseorang di belakang kepada saya. “Iya, dasar tahunya denda aja kalau ada penumpang melanggar!” timpal yang lain. Tadinya harapan saya, si petugas tersebut akan bergegas menuju gerbong yang saya tunjukkan. Atau setidaknya mengabari rekan-rekannya menanggapi laporan saya. Namun, yang terjadi hanya bahasa tubuh yang menjengkelkan dengan muka cemberut seolah-olah dia malas menangani kejadian seperti itu. Kadung dongkol, saya pun melaporkan pada petugas lainnya yang berjaga di pintu keluar stasiun. “Pak, tadi di gerbong saya ada orang pingsan, saya sudah lapor sama petugas di gerbong sebelahnya, malah nggak ditanggapi, cuek dianya…” kata saya. “Ya, harusnya kalau ada yang pingsan diturunkan di stasiun terdekat supaya bisa ditangani,” katanya santai dan berlalu dari hadapan saya. Dan kali kedua ini saya sudah lebih maklum dengan reaksi jenis itu. Ia sama sekali tidak berusaha memakai alat komunikasi atau sejenisnya untuk memberitahukan kejadian yang saya laporkan. Sepertinya hal ini telah terbiasa dan seolah resiko mau pingsan kek, mau sesak nafas kek, itu urusan pribadi penumpang. Saya berusaha paham bahwa ia akan menyalahkan penumpang lainnya yang tidak segera menurunkan si korban pingsan. Tapi ia lupa memperhitungkan banyak faktor kesulitan membawa seorang korban pingsan di tengah penuh sesaknya manusia di dalam KRL. Orang sehat saja akan sangat kesulitan bergerak, tentu tanpa bantuan petugas sangat sulit menurunkan seseorang yang pingsan di dalam KRL. Apalagi masinis yang tidak diberi tahu tentang kejadian itu bakal tetap akan menyediakan waktu yang singkat untuk berhenti di tiap stasiun. Naik KRL memang pilihan, dan semua penumpang KRL sadar bahwa di dalam kereta itu ada resiko-resiko. Saya hanya berharap penumpang itu bisa ditolong lebih baik di stasiun berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun