Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Karnaval Anak, Kalau Nggak Jadi Polisi Ya Tentara...

23 Juli 2013   05:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:11 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_268166" align="aligncenter" width="641" caption="Kostum polisi dan tentara mendominasi karnaval anak (foto by widikurniawan)"][/caption] Sejak jaman saya kecil, hingga kini punya anak kecil, yang namanya event karnaval untuk anak-anak seolah tak mengalami perubahan signifikan secara konsep. Anak-anak kecil usia TK dan PAUD, dibariskan dengan segala macam pakaian adat atau baju profesi tertentu. Bagi yang memilih memakai baju adat daerah, tidak ada masalah yang berarti, kecuali harga sewa bajunya yang kadang bikin pusing orang tua. Namun, pernahkah kita secara seksama memperhatikan dan merenungkan tentang baju profesi yang lazim dipakai anak-anak untuk karnaval? Tujuan dari pemakaian kostum profesi ini tentu saja sebagai representasi cita-cita anak di masa depan. Masalahnya, mengapa profesi yang muncul dan bajunya laris dipakai anak-anak, hanyalah itu-itu saja? Sejak jaman ‘bahuela’ mayoritas anak-anak terpaksa (atau dipaksa) memilih (atau bahkan tidak bisa memilih), miniatur dari baju seragam polisi, tentara baik angkatan darat, laut dan udara, serta dokter. Anak-anak kecil yang masih polos tentu saja lebih banyak pasrah dengan pilihan orang tua yang memilihkan kostum tertentu. Nyatanya, sedikit sekali orang tua yang mau berpikir lebih kreatif untuk memilihkan kostum atau baju di luar profesi mainstream seperti polisi dan tentara. Hal ini parahnya didukung oleh pasar yang memang lebih banyak menjual atau menyewakan kostum-kostum ‘biasanya’ itu, sehingga di satu sisi banyak orang tua tak ambil pusing dengan hanya memilih yang ada di pasaran. Sebenarnya tak ada yang salah jika memang para orang tua kenyataannya mengidamkan anak-anaknya untuk menjadi polisi, tentara atau dokter. Tapi bukankah seiring pesatnya peradaban, maka makin banyak pula pilihan profesi yang pantas dicita-citakan anak-anak? Pengusaha, atlet, programmer, reporter, fotografer dan lain-lainnya semestinya bisa menjadi pilihan cita-cita seorang anak. Namun, repotnya tidak ada kostum yang identik dengan jenis profesi tersebut untuk bisa dipakai saat karnaval. Tentu para orang tua dan gurunya, mesti berpikir ulang jika membiarkan anak-anak berbaris memakai kaos oblong dan celana jins sambil menenteng kamera, meskipun hal itu maksudnya sedang berperan sebagai fotografer. Atau juga orang tua takut dicibir sesama orang tua jika terlalu percaya diri mendandani anaknya dengan kemeja lengan pendek berpadu celana pendek ala pengusaha Bob Sadino. Bisa-bisa dituduh ‘nggak modal’ dan tidak menghormati event karnaval. Padahal menjadi ‘the next Bob Sadino’ pasti merupakan cita-cita paling enak dibanding yang lain kan? Duitnya itu lho… So, masih relevankah acara seperti karnaval anak-anak yang memeragakan baju-baju profesi tertentu? Saya rasa kok perlu ada yang mengkaji kembali kegiatan ini. Saya masih setuju dan senang melihat jika yang ditampilkan adalah anak-anak dengan beragam baju adat daerah. Tapi jika baju profesi? Ah, paling ya itu-itu lagi… Selamat Hari Anak Nasional untuk seluruh anak Indonesia. [caption id="attachment_268167" align="aligncenter" width="641" caption="Suasana karnaval anak-anak dengan baju adat dan profesi (foto by widikurniawan)"]

13745310461204209747
13745310461204209747
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun