Suatu hari, seorang dosen datang ke kelas untuk kegiatan perkuliahan seperti biasa. ternyata, banyak mahasiswa yang tidak datang lantaran hujan yang turuncukup deras sore itu. Dosen itu memberikan buku absensi pada mahasiswanya untuk ditandatangani satu persatu. Ketika dikembalikan, sekilas tanda tangan yang terlihat di buku absesnsi hampir penuh, padahal tak sedikit mahasiswa yang tidak datang. Dalam kasus ini, bisa dibilang dosen tersebut mengajar mahasiswa-mahasiswa ‘kasat mata’ yang tidak muncul wujudnya, tapi muncul tanda tangannya saja. Budaya inilah yang sudah menjamur di kalangan mahasiswa, yang disebut ‘titip absen’ atau akrab disingkat menjadi TA.
Sebagai seorang mahasiswa, sudahkah kita berkelakuan sebagaimana perilaku mahasiswa yang benar? Sebenarnya, dalam masalah di ini diperlukan satu hal utama yang sederhana, yaitu kejujuran. Berteori memang mudah, tapi dalam praktiknya kadang sulit dilakukan. Dengan motif menyayangkan prosentase kehadiran jika tak masuk, mahasiswa rela mengorbankan kejujuran mereka dengan cara titip absen. Padahal, jika kita mengaku sebagai seorang mahasiswa, seharusnya kita sudah bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar, serta bisa menerapkan sikap jujur dalam kehidupan.
Jika kita melihat kasus titip absen ini dari sudut pandang dosen, kita tak bisa menyalahkan dosen kalau mereka memberikan kesempatan tidak jujur pada mahasiswa dengan menyerahkan buku absensi. Pasalnya, mengabsen mahasiswa satu persatu cukup menyita waktu pembelajaran. Jadi, tak ada salahnya jika dosen memberikan kebebasan pada mahasiswa untuk menandatangani bagiannya. Yang salah adalah sikap mahasiswa untuk menanggapi kebebasan itu jika memanfaatkannya untuk berbuat curang.
Pada dasarnya, kuliah pun bertujuan untuk menuntut ilmu agar bisa diterapkan di kehidupan mendatang. Jika hanya sekedar untuk memenuhi absensi, mendapatkan nilai A, dan mendapat ijazah saja, untuk apa kuliah? Jika hanya itu yang dikejar, lebih baik datang saja ke bagian akademik untuk mengisi tanda tangan daripada datang ke ruang kelas. Di sini perlu dibangun kembali pola pikir yang benar bahwa kuliah adalah untuk menimba ilmu dan bukan sekedar absen.
Rupanya masih diperlukan penerapan kejujuran, kedisiplinan, dan kesadaran yang tinggi akan masalah ini. Masih perlu pula ditekankan motivasi menuntut ilmu agar kita lebih bersemangat menghadiri jadwal perkuliahan. Meskipun merupakan hal kecil yang sepele, tapi jika tidak dicoba untuk ditinggalkan akan bisa menjadi kebiasaan buruk. Dari hal kecillah kita memulai sebuah hal besar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI