[caption id="attachment_200124" align="aligncenter" width="560" caption="Ilustrasi/ Admin (tribunnews.com)"][/caption]
Euforia dan dukungan suporter Indonesia terhadap timnas sepakbolanya terus mengalami lonjakan. Di luar masih adanya beberapa kasus kekerasan, bahkan yang memakan korban jiwa, semakin banyak penonton yang mau berbondong-berbondong datang ke stadion untuk menyaksikan Skuad Garuda bertanding, terutama saat menjadi tuan rumah.
Dualisme kepengurusan PSSI dan liga yang tak juga sembuh setelah ketua PSSI sebelumnya, Nurdin Halid, turun pun tidak mempengaruhi euforia itu. Suporter seakan tak peduli. Bahkan banyak suporter yang menegaskan bahwa mereka mendukung timnasnya, bukan PSSI-nya. Agak bias, tetapi itulah yang terjadi.
Bukan hal aneh ketika timnas bertanding, GBK begitu merah. Kalau kita menyaksikan langsung, kita akan merasakan tribun yang seperti akan roboh setiap timnas kita mencetak gol. Begitu pun yang terjadi dalam beberapa hari ini di Stadion Utama Riau. Tiket selalu sold out. Stadion utama Riau adalah satu dari dua stadion yang digunakan Indonesia sebagai tuan rumah untuk menyelenggarakan kualifikasi Piala Asia U-22, selain stadion Kaharudin Nasution, yang juga di Riau.
Memang, setidaknya sejak menjadi salah satu tuan rumah babak grup Piala AFF 2010, kerinduan suporter pada permainan menarik yang disuguhkan timnas dan prestasi yang membanggakan terus tumbuh. Kala itu, kita mengenal Zulkifli Syukur dan M. Nasuha sebagai bek sayap yang begitu prima, Firman Utina yang menunjukkan bahwa Indonesia punya playmaker berkelas, Okto Maniani yang punya kecepatan luar biasa di sayap, serta duo naturalisasi di lini depan yang sangat berbahaya: Irfan Bachdim dan Christian Gonzales. Sayang, akhirnya Indonesia harus puas keluar sebagai runner-up setelah secara aggregate kalah 2-4 dari Malaysia.
Tahun lalu, Indonesia kembali dipercaya menjadi tuan rumah. Kala itu, ajangnya adalah SEA Games. Sesuai aturan, tim yang dikirim adalah U-23. Kemudian kita dibuat tercengang dengan aksi duo muda Papua: Patrich Wanggai dan Titus Bonai. Penampilan menawan sejak pertandingan pertama lagi-lagi berakhir dengan hasil tak memuaskan di partai final. Lagi-lagi Indonesia kalah dari Malaysia.
Hari ini, kita menyaksikan bahwa bakat-bakat sepakbola Indonesia terus lahir. Memilih Riau sebagai venue untuk menjamu tamu-tamu di grup E kualifikasi Piala Asia U-22, kita berharap banyak pada kualitas individu Andik Vermansyah. Namun, ketika Andik begitu individualis dan hanya mampu membuat kita berdecak kagum dengan skill-nya tanpa mampu memberikan kontribusi berarti, kita mengenal satu bakat lagi dari timur negeri ini, Nyong Ambon Hendra Adi Bayauw. Kualitas individunya juga luar biasa. Beroperasi di lini kedua, Bayauw juga punya kemampuan mencetak gol yang sangat baik. Di pertandingan terakhir melawan Macau, ia mencetak dua gol.
Skuad Garuda Muda seakan kembali meminta kita menjaga harapan. Menempati urutan ketiga klasemen grup E dengan sisa dua pertandingan, peluang Indonesia lolos ke putaran final Piala Asia U-22 masih sangat terbuka. Malam ini Indonesia menantang Jepang, dan pada akhir pekan nanti akan melakoni laga terakhir melawan Singapura.
Mengakhiri tiga pertandingan dengan dua kemenangan tentu hasil yang sangat positif. Saya mengapresiasi itu. Bahkan, saat kalah dari Australia di pertandingan pertama, Indonesia tampil begitu dominan, terus menekan tim yang diperkuat beberapa pemain Liga Inggris itu.
Putaran final Piala Asia akan diikuti oleh 16 tim. Juara dan runner-up ketujuh grup serta peringkat tiga terbaik akan lolos ke putaran final bersama tuan rumah. Dengan kualitas lini depan yang sangat potensial, saya sudah mempersiapkan teriakan-teriakan bangga saat menyaksikan mereka dalam dua pertandingan mereka beberapa hari ini. Mengejutkan Jepang nanti malam, dan memaksa Singapura pulang akhir pekan nanti. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H