Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Banyak Mahasiswa Kedokteran Depresi, Ini Cerita yang Saya Dengar

20 April 2024   13:42 Diperbarui: 20 April 2024   13:49 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.pexels.com

Isu jumlah mahasiswa kedokteran yang depresi belakangan ini cukup viral. Mereka mengalami gangguan kesehatan mental akibat beban belajar yang ditanggung. Kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan selama menjalani masa pendidikan membuat mereka tertekan.

Isu itu perlu direspons dengan baik oleh seluruh pihak. Bukan hanya oleh pemerintah, kampus, atau pemegang kebijakan. Akan tetapi, isu itu juga harus dipahami oleh keluarga, khususnya orang tua.

Pasalnya, dari cerita yang saya dengar, tak semua mahasiswa kedokteran memiliki minat atau bakat di bidang tersebut. Di antara mereka ada yang "terjerumus" ke bidang studi kedokteran hanya karena ambisi orang tua.

Orang tua mereka memiliki ambisi besar agar anaknya menjadi dokter. Sementara minat dan bakat anaknya diabaikan begitu saja. Alhasil sang anak menjadi korban sehingga sebagian mengalami depresi dan sebagian lainnya acuh tak acuh dalam perkuliahan.

Ambisi orang tua muncul bukan tanpa sebab. Lingkungan sosial memiliki pengaruh besar terhadap lahirnya ambisi tersebut. Tepatnya, profesi dokter masih dipandang sebagai salah satu profesi paling elite dibandingkan profesi-profesi lain.

Ketika muncul kata dokter yang merujuk pada profesi, sepintas yang muncul di benak masyarakat adalah memiliki banyak uang dan strata sosial tinggi. Pandangan pragmatis tersebut melekat kuat di kalangan masyarakat. Maka, tak mengherankan bila impian menjadi dokter atau memiliki anak seorang dokter tumbuh subur.

Bahkan muncul fenomena di tengah masyarakat, bagi mereka yang tidak sanggup menempuh pendidikan kedokteran, baik karena faktor ekonomi maupun lainnya, mereka masuk pendidikan bidang keperawatan atau kebidanan. Sebab profesi perawat atau bidan dianggap profesi yang paling mendekati profesi dokter.

Tampaknya fenomena ini semakin subur di tengah masyarakat dengan munculnya banyak fakultas kedokteran baru di berbagai perguruan tinggi. Kini banyak perguruan tinggi yang berani membuka fakultas kedokteran. Tak peduli spesialisasi atau sejarah awal berdirinya perguruan tinggi tersebut.

Saya tidak tahu pasti misi utama pembukaan fakultas kedokteran yang semakin menjamur itu. Apakah murni untuk memperluas kebermanfaatan sebagai misi mulia pendidikan atau sekadar wadah menambah pendapatan perguruan tinggi. Sebab biaya masuk fakultas kedokteran tidak bisa dianggap murah dan konon fakultas itu dapat dijadikan sumber utama pendapatan perguruan tinggi.

Oleh karena itu, menurut saya, penting bagi generasi masa depan mempertimbangkan minat, bakat, dan kemampuan diri sebelum memutuskan memilih bidang studi. Mengoptimalkan kemampuan unik pribadi bisa jadi lebih membuat seseorang sukses dan bahagia daripada mengutamakan arus tren semata.

Surabaya, 20 April 2024

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun