Mohon tunggu...
Syafitri Rahmania Ulfah
Syafitri Rahmania Ulfah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa psikologi UIN MALANG angkatan 2012 berasal dari kab.malang-kec.ngantang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penanganan Kasus Bullying di Sekolah

21 Desember 2014   02:48 Diperbarui: 4 April 2017   16:52 16167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bullying adalah tindakan mengintimidasi dan memaksa seorang individu atau kelompok yang lebih lemah untuk melakukan sesuatu di luar kehendak mereka, dengan maksud untuk membahayakan fisik, mental atau emosional melalui pelecehan dan penyerangan. Orang tua sering tidak menyadari, anaknya menjadi korban bullying di sekolah.
Bentuk yang paling umum dari bentuk penindasan/ bullying di sekolah adalah pelecehan verbal, yang bisa datang dalam bentuk ejekan, menggoda atau meledek dalam penyebutan nama. Jika tidak diperhatikan, bentuk penyalahgunaan ini dapat meningkat menjadi teror fisik seperti menendang, meronta-ronta dan bahkan pemerkosaan.

Biasanya pelaku memulai bullying di sekolah pada usia muda, dengan melakukan teror pada anak laki-laki dan perempuan secara emosional atau intimidasi psikologis. Anak mengganggu karena berbagai alasan. Biasanya karena mencari perhatian dari teman sebaya dan orang tua mereka, atau juga karena merasa penting dan merasa memegang kendali. Banyak juga bullying di sekolah dipacu karena meniru tindakan orang dewasa atau program televisi. Bullying merupakan perilaku yang tidak normal, tidak sehat, dan secara sosial tidak dapat diterima. Oleh karena itu, perilaku seperti ini tidak dapat dibiarkan karena apabila perilaku seperti ini dibiarkan maka secara tidak disadari akan dapat memberikan bullies power kepada pelaku bullying, menciptakan interaksi sosial tidak sehat, serta meningkatkan budaya kekerasan.Didalam setiap sekolah selalu saja terdapat banyak kasus-kasus yang terjadi di kalangan siswa sekolah mulai dari kasus merokok, membolos, mencontek, berkelahi, dan sebagainya. Namun dalam kasus yang akan saya angkat saat ini adalah kasus tentang bullying yang terjadi di sebuah sekolah.

Kasus ini dikutip dari http://www.tempo.co/read/news/2012/07/28/064419853/SMA-Don-Bosco-Kesulitan-Buktikan-Kasus-Bullying. Yang diakses pada 7 Desember 2014 pada 15.12 WIB. TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMA Seruni Don Bosco, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Gerardus Gantur, mengakui kasus bullying yang sedang ramai dibicarakan ini bukan pertama kalinya. Sebelumnya Gerardus mengatakan sempat mendapatkan aduan yang sama."Kami pernah menerima aduan. Untuk kejadian di dalam sekolah tidak ada karena pengawasan ketat. Yang ada di luar sekolah," katanya ketika dihubungi Tempo, Sabtu 28 Juli 2012.

Menurut Gerardus, kekurangan bukti sebagai kendala menindak lanjuti aduan. "Kalau mau investigasi, nama yang diadukan harus jelas." Sedangkan laporan yang masuk hanya menyebut kelas XII sebagai pelaku. "Kelas XII kan orangnya banyak." Jadi, upaya yang dilakukan pihak sekolah selama ini baru berupa pemberian peringatan kepada siswa. "Tindak lanjutnya, kami masuk ke kelas-kelas, bilang kepada mereka itu tidak boleh. Mereka bisa berhadapan dengan hukum," ujar Gerardus lagi.

Usaha lain adalah mengimbau para siswa untuk tidak nongkrong terlalu lama yang dapat memicu perselisihan. Terakhir, pihak sekolah bakal memberi sanksi kepada siswa yang terbukti secara hukum terlibat bullying. "Jika siswa menjadi terhukum, pasti dikeluarkan."

Kasus terbaru yang diduga bullying berlangsung Selasa 24 Juli lalu, sekitar pukul 13.45 WIB, di kalangan siswa SMA Don Bosco. Kejadian berlangsung setelah siswa pulang sekolah. Laporan yang diterima Gerardus, ada siswa kelas X yang diajak nongkrong oleh siswa kelas XII di suatu tempat yang biasa disebut Pertok di belakang BCA Arteri Pondok Indah.

Sebelum sampai ke Pertok, empat siswa baru bersama kakak kelasnya menuju ke suatu tempat yang biasa mereka sebut sebagai Papilon. Di sana ternyata sudah menunggu seorang siswa kelas XII di dalam mobil. Pengakuan siswa kelas X, mereka kemudian masuk mobil dan dibawa ke Pertok.

Saat sampai di Pertok, siswa kelas XII menyuruh siswa kelas X duduk dan menunduk. Dengan muka ditutupi jaket, empat siswa kelas X ditanyai satu per satu. "Dari keterangan korban, mereka ditempeleng, dipukul, dan disundut rokok," kata Gerardus.

PEMBAHASAN

A.BULLYING

1.Pengertian Bullying.

Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang. Pelaku bullying yang biasa disebut bully bisa seseorang atau bisa juga sekelompok orang. Pelaku bullying umumnya mempersepsikan dirinya memiliki power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Korban juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah, tidak berdaya dan selalu merasa terancam oleh bully.

Menurut Riauskina, Djuwita, dan Soesetiono (jurnal psikologi Sosial 12 (01), 2005 : 1-13) mendefinisikan bahwa School bullying atau yang merupakan bullying yang terjadi disekolah merupakan perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seseorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadp siswa / siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.

Bentuk yang paling umum dari bentuk penindasan/ bullying di sekolah adalah pelecehan verbal, yang bisa datang dalam bentuk ejekan, menggoda atau meledek dalam penyebutan nama. Jika tidak diperhatikan, bentuk penyalahgunaan ini dapat meningkat menjadi teror fisik seperti menendang, meronta-ronta dan bahkan pemerkosaan.

2.Ciri-ciri dan Karakteristik Bullying

Seperti hasil penelitian para ahli, bullying yang banyak dilakukan disekolah umumnya menurut Rigby dalam Astuti (2008 ; 8) mempunyai tiga karakteristik yang terintegrasi sebagai berikut :

1.Ada perilaku agresi yang menyenangkan pelaku untuk menyakiti korbannya

2.Tindakan itu dilakukan secara tidak seimbang sehingga menimbulkan perasaan tertekan korban

3.Perilaku itu dilakukan secara berulang-ulang.

Astuti (2008;8) mencirikan sekolah yang mudah terdapat kasus bullying pada umumnya yaitu :

a.Adalah sekolah yang umumnya terdapat perilaku didkriminatif baik di kalangan guru maupun siswa.

b.Kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari para guru dan petugas sekolah.

c.Terdapat kesenjangan besar antara siswa yang kaya dan miskin.

d.Adanya pola kedisiplinan yang sangat kaku ataupun yang terlalu lemah.

e.Bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.

Selain itu terdapat faktor-faktor yang menyebabkan seorang anak menjadi pelaku bullying salah satunya adalah keluarga. pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah, orang tua yang kerap menghukum anaknya secara berlebihan atau situasi rumah yang penuh stress, agresi dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka dan kemudian menirunya terhadap teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa “mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan berperilaku agresif dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang.” dari sini, anak tidak hanya mengembangkan perilaku bullying, melainkan juga sikap dan kepercayaan yang lebih dalam lagi.

Selain keluarga, ada beberapa karakteristik lain yang terkait dengan perilaku bullying. Di bawah ini adalah karakteristik yang pada umumnya ditemui pada pelaku bullying, sehingga anak yang belum melakukan bullying, namun memiliki beberapa karakteristik berikut :

1.Cenderung hiperaktif, disruptive, impulsive, dan overactive.

2.Memiliki temperamen yang sulit dan masalah pada atensi/ konsentrasi.

3.Pada umumnya juga agresif terhadap guru, orang tua, saudara, dan orang lain.

4.Gampang terprovokasi oleh situasi yang mengundang agresi.

5.Memiliki sikap bahwa agresi adalah sesuatu yang positif.

6.Pada anak laki-laki, cenderung memiliki fisik yang lebih kuat daripada teman sebayanya.

7.Pada anak perempuan, cenderung memiliki fisik yang lebih lemah daripada teman sebayanya.

8.Berteman dengan anak-anak yang juga memiliki kecenderungan agresif.

9.Kurang memiliki empati terhadap korbannya dan tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya.

10.Biasanya adalah anak yang paling insecure, tidak disukai oleh teman-temannya, dan paling buruk prestasinya disekolah hingga sering terancam drop out.

11.Cenderung sulit menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan dalam hidup.

Dari bebrbagai karakteristik yang dimiliki pelaku diatas, dapat kita lihat bagaimana para pelaku tersebut sebenarnya juga adalah korban dari fenomena bullying. “Pelaku” yang sebenarnya bisa dikatakan adalah mereka yang menutup mata terhadap fenomena ini atau menganggapnya normal dan membiarkannya terus menerus terjadi. Mereka seringkali adalah orang-orang terdekat pelaku dan korban, yaitu teman sebaya, orang tua, dan guru. (karakteristik bullying, 2008).

3.Pengaruh dan Dampak Perilaku Bullying.

Bullying memiliki dampak yang negative bagi perkembangan karakter anak Menurut Elliot dalam Astuti (2008 ;10) baik bagi si korban maupun pelaku. Sementara kegagalan untuk mengatasi tindakan bullying akan menyebabkan agresi lebih jauh. Akibat Bullying pada diri korban timbul perasaan tertekan oleh karena pelaku menguasai korban menurut Rigby dalam Astuti (2008 ;11) kondisi ini menyebabkan korban mengalami kesakitan fisik dan psikologis, kepercayaan diri (self-esteem) yang merosot, malu, trauma, tak mampu menyerang balik, merasa sendiri, serba salah dan takut sekolah (school phobia), dimana ia merasa tak ada yang menolong.

Dalam kondisi selanjutnya, (Astuti, 2008 ; 11) juga menemukan bahwa korban mengasingkan diri dari sekolah, menderita ketakutan sosial, bahkan menurut field cenderung ingin bunuh diri.Disisi lain, apabila dibiarkan, pelaku bullying akan belajar bahwa tidak ada risiko apapun bagi mereka bila mereka melakukan kekerasan, agresi maupun mengancam anak lain. Ketika dewasa, pelaku memiliki potensi lebih besar untuk menjadi pelaku criminal dan akan bermasalah dalam fungsi sosialnya.

4.Metode Dan Pelatihan Anti Bullying Yang Pernah Dilakukan Di Negara Lain.

Dibeberapa negara, pelatihan antibullying sudah banyak dilakukan. Beberapa metode dan pelatihan mengenai antibullying berdasarkan pemaparan Spring dalam Astuti (2008 ; 14).

Yang sudah dilakukan di sekolah-sekolah di Amerika Serikat, Australia, dan Eropa serta beberapa negara lain meliputi :

a.Peer partnering/ befriending.

Merupakan bagian dari strategi Intervensi proporsional melalui pemanfaatan peer group untuk melindungi, mendampingi atau menjaga murid-murid yang kecil dan lemah yang rentan sebagai korban Bullying. Aktivitasnya adalah support dan “pelajaran” agar percaya diri, terampil membuat tugas sekolah, mudah beradaptasi dan memperluas pertemanan.

b.Peer mentoring, mengenal, bicara, berempati dan mendampingi siswa, lingkungan dan pelajaran yang diperolehnya. Membimbing siswa untuk memperoleh self-esteem agar percaya diri, mampu memecahkan masalah dan mempunyai arti bagi orang lain.

c.Mengefektifkan konseling dan mediasi secara aktif mendengar, membantu memberikan feedback atas masalah yang dihadapi siswa, menggunakan metode “saya” yang berfokus pada feeling, dan hindari menyalahkan (blaming).

d.Share responsibility jika ada bullying yang melibatkan kelompok, maka kelompok itu harus bertanggung jawab untuk berbuat sesuatu memperbaiki sikap teritama pada korban dan komunitasnya. Pertanggungjawaban itu tidak menyalahkan (blaming) tetapi harus difokuskan untuk memecahkan masalah dan tidak mengulanginya lagi.

e.Supporting network mengumpulkan, menyeleksi, dan mengolah data dan informasi terbaru dengan rekan sesame orang tua, guru, murid dan pihak lain yang mengetahui masalah bullying. Supporting network, umumnya ditakutkan dengan temu muka, dan penggunaan sarana teknologi komunikasi dan computer.

f.Melakukan control dan komunikasi dengan anak. Mengajak anak untuk mampu berkomunikasi dan mengutarakan pendapat tentang masalah masing-masing sehari-hari. Control dilakukan untuk mengetahui kondisi anak tanpa maksud untuk mengekang kebebasan anak.

g.Intervensi sosial kognitif oleh adult & children Together Against Violence yang menugaskan orang tua dan dewasa untuk melindungi anak-anak dari kekerasan dan luka-luka dengan membenntuk lingkungan pembelajaran yang berfokus pada keterampilan fisik dan sosial yang non agresif.

B.PELAKSANAAN INTERVENSI

Tahapan intervensi kami laksanakan setelah rencana intervensi yang meliputi definisi masalah, kekuatan, sistem sumber, kebutuhan, hambatan, dan sebagainya tersusun secara jelas dan konkrit. Berikut adalah intervensi yang kami laksanakan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun sebelumnya :

1.Membuat kebijakan.Yaitu membuat kebijakan untuk menghentikan praktik bullying disekolah. Membuat kebijakan merupakan salah satu cara dalam pendekatan perlindungan yang mana kebijakan ini nantinya akan memberikan aturan-aturan terkait hukuman yang akan diperoleh jika melakukan pelanggaran. Sehingganya praktik bullying dapat terkendali dan dihentikan.Dalam praktik pekerjaan sosial di dunia pendidikan dalam hal ini terkait dengan pembuatan kebijakan merupakan salah satu peranan pekerja sosial sebagai advokat atau pembela.

2.Pemberian motivasi terhadap guru.Memotivasi guru untuk mengatasi persoalan bullying serta menyediakan training yang relevan bagi para guru. Dalam hal ini pekerja sosial bertindak sebagaimana fungsinya sebagai

3.Menciptakan atmosfer kelas yang baik.Menciptakan atmosfer kelas yang baik ini dilakukan dilingkungan kelas klien. dengan menggunakan metode groupwork. teknik yang dilakukan diantaranya yaitu seperti yang tercantum pada rencana intervensi :

a.Peer partnering. Melalui pemanfaatan peer group untuk melindungi, mendampingi atau menjaga murid-murid yang kecil dan lemah yang rentan sebagai korban bullying. Aktivitasnya adalah support dan “ pelajaran” agar percaya diri, terampil membuat tugas sekolah, mudah beradaptasi dan memperluas pertemanan. Hal ini perlu dilakukan mengingat bahwasanya korban bullying dalam kasus ini mengalami rasa ketidak percayaan diri.

b.Peer mentoring. Mengenal, bicara, berempati dan mendampingi siswa, lingkungan dan pelajaran yang diperolehnya. Membimbing siswa untuk memperoleh self-esteem agar percaya diri, mampu memecahkan masalah dan mempunyai arti bagi orang lain. Peer mentoring dilakukan oleh guru dan lingkungan sekitar klien seperti teman dan sebagainya. Mentoring yang dilakukan dengan cara berkelompok.

c.Share responsibility. Yaitu karena pada kasus ini bullying dilakukan oleh sekelompok siswa maka kelompok tersebut harus bertanggung jawab untuk berbuat sesuatu memperbaiki sikap terutama pada korban dan komunitasnya. Pertanggungjawaban itu tidak menyalahkan tetapi harus difokuskan untuk memecahkan masalah dan tidak mengulanginya lagi.

4.Melakukan sosialisasi terkait dengan apa itu bullying, dampak yang diakibatkan kepada siswa, dan pertolongan yang didapatkan siswa. Sosialisasi ini dilakukan guna memberikan informasi yang mendalam tentang Bullying. Sehingganya dengan penanaman pemahaman ini terhadap siswa-siswi disekolah, maka akan berdampak pada berkurangnya kasus bullying. Melalui sosialisasi ini juga dijelaskan terkait dengan aturan dan sanksi. Sehingganya kasus bullying tidak akan kembali terjadi. Sosialisasi ini penting untuk dilakukan mengingat dalam berbagai kasus bullying yang terjadi dilakukan lantaran karena ketidaktahuan tentang dampak jangka panjang yang akan ditimbulkan bagi si korban.

5.Melakukan pengawasan dan monitoring perilaku siswa diluar kelas.
Pengawasan dan monitoring dilakukan oleh guru. Dengan dilakukannya pengawasan maka bagi para pelaku tidak akan berani untuk melakukan tindakan bullying kembali.

6.Melibatkan orang tua korban bullying dan mengundang mereka untuk datang ke sekolah guna mendiskusikan bagaimana perilaku bullying dapat dirubah.
Tujuan dari pelibatan orang tua korban bullying adalah untuk menciptakan suatu kesepakatan mengenai langkah penanganan kasus bullying yang terjadi pada anaknya. Hal ini sangat berkaitan dengan peran orang tua sebagai pelindung. Upaya ini dilakukan agar orang tua dapat memahami dan memberikan perlindungan bagi anaknya.

7.Menyelenggarakan case coference. Peran perundingan dilakukan oleh pekerja sosial saat pertemuan dalam pembahasan kasus. Dalam hal ini praktikan melibatkan kepala sekolah, guru BK, dan dewan guru. Perundingan ini dilakukan antara praktikan dengan pihak guru guna mencari solusi dan meminta pendapat untuk dilakukan penanganan masalah klien.

8.Korban didorong untuk menyatakan kesedihan dihadapan orang yang telah melakukan bully. Tujuan dari dilakukannya tindakan pertolongan ini adalah agar korban dapat meluapkan segala kesedihannya, dan mengungkapkan perasaannnya kepada para pelaku. Sehingganya para pelaku bullying menjadi paham dan setidaknya merasa bersalah dan tidak akan mengulangi perilaku bullying.

C.EVALUASI

Setelah melaksanakan kegiatan intervensi, maka langkah selanjutnya adalah mengadakan evaluasi guna mengetahui hasil-hasil yang dicapai dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Dalam penanganan kasus terhadap klien perlu dilakukan evaluasi yang dilakukan dengan tujuan untuk :

1.Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan praktikan membantu klien dalam menangani masalahnya.

2.Mendapatkan perbandingan kondisi sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.

3.Mengetahui hambatan dan kelemahan dalam intervensi yang telah dilakukan.

4.Mengetahui apakah kegiatan intervensi yang telah dilaksanakan sesuai dengan masalah atau kondisi klien.

Dari hal yang ingin dicapai dalam pencapaian tujuan tersebut, ternyata setelah melakukan intervensi itu masih tedapat hal-hal yang menjadi fokus dalam masalah bullying di sekolah yaitu :

1.Anak tersebut (yang menjadi korban bully) merasa tidak percaya diri dengan keadaan fisiknya artinya karena terbiasa mendapatkan cemoohan dan perkataan yang tidak sesuai dengan keadaan dirinya sehingga membuat psikisnya mekndapatkan masalah juga. Dengan ini, masalah yang dihadapi anak tersebut dapat menyangkut terhadap aspek-aspek atau sistem lainnya maka dari itu penanganan yang dilakukan dalam membantu anak tersebut menghadapi masalahny tidak hanya diselesaikan dengan interpersonalnya saja tetapi juga intraperseonal.

2.Peran keluarga menjadi suatu hal yang sangat penting. Maksudnya tanpa dukungan keluarga sebagai orang terdekat yang menjadi tempat dimana anak tersebut dapat mencurahkan isi hatinya atau keluh kesah selama berada di lingkungan sekolah. Oleh karena itu, peran yang sangat besar itu terdapat dalam keluarga sebagai pendukung atau motivator pertama bagi seorang anak atau korban bullying.

3.Peran pihak sekolah atau dalam hal ini adalah guru sebagai orang yang terdekat ketika anak berada dalam sekolah. Maksudnya bahwa guru bukan saja menjadi orang yang memberikan materi pelajaran kepada setiap siswa untuk memberikan ilmu yang beliau punya tetapi dapat menjadi tempat perlindungan anak saat di sekolah karena kita tahu juga bahwa dalam sekolah terdapat wali kelas, artinya bahwa jabatan atau tugas yang diemban oleh guru dalam mengawasi setiap perilaku anak didiknya dan memonit seorang setiap perkembangan anak tersebut dengan kata lain guru ini bisa dikatakan sebagai orang tua selama berada di sekolah.

Dari semua fokus yang ditujukan kepada anak tersebut baik termasuk di dalamnya orang-orang yang memberikan pengaruh sangat besar terhadap dirinya. Saya pun membuat perencanaan dalam membantu klien menangani masalahnya tersebut selain itu saya juga menerapkannya ketika bertemu langsung dengan klien atau melakukan eksekusi dari perencanaan yang saya buat, ternyata terdapat beberapa hambatan yang saya dapatkan selama menjalankan proses tersebut yaitu :

1.Klien masih memiliki jiwa moody

Karena klien tersebut masih berusia 17 tahun sehingga dia masih memiliki jiwa muda artinya dalam melaksanakan setiap tugas atau saat pekerja sosial akan membantu menangani masalahnya tersebut terkadang klien memperlihatkan sifat malasnya atau tidak ingin untuk di ajak komproni sehingga dalam penanganannya pun menjadi tidak sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

2.Emosi klien yang tidak dapat di control

Maksudnya ketika klien berusaha untuk menyelesaikan masalahnya tersebut dibantu dengan pekerja sosial tetapi saat itu pula terdapat temannya yang kembali membully dia dan cara-cara yang ingin diterapkan untuk menyelesaikan masalahnya menjadi tidak dapat berjalan dengan baik karena klien menjadi emosi dan itu tidak dapat dikendalikan karena tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh temannya tersebut.

D.Terminasi

Secara umum terminasi dapat diartikan sebagai suatu proses pemutusan hubungan pelayanan sosial antara pekerja sosial dengan klien. Namun demikian, jika kita lihat secara lebih dalam, proses terminasi ini cukup penting dan perlu mendapatkan perhatian dari pekerja sosial. Tidak hanya sekadar pemutusan hubungan, tetapi juga mempersiapkan diri klien agar tidak terus bergantung kepada pekerja sosial, mempersiapkan emosionalnya, serta mempersiapkan sarana rujukan bila diperlukan.

Dari hasil intervensi yang dilakukan terhadap klien ternyata pekerja sosial melihat perubahan yang baik dari anak tersebut artinya klien menjadi lebih percaya diri dan tidak begitu memperdulikan setiap perkataan atau bully yang dilakukan oleh teman-temannya dengan ini memperlihatkan bahwa klien bisa menjadi seseorang yang lebih baik lagi dan dapat menata hidupnya dengan slah sangat baik bahkan seminggu saya melakukan intervensi tersebut klien semakin aktif di kelas dan mendapatkan banyak teman karena kepintaran yang dia miliki, banyak temannya yang mau belajar dengan dia dan dia terlihat senang dengan perubahan dan kegiatan-kegiatan yang dia jalankan selama ini.

Dengan berbagai perubahan yang didapatkan oleh klien, pekerja sosial tidak perlu melakukan rujukan ke pihak lain dan menganggap bahwa penanganan masalah tersebut selesai dilakukan.

KESIMPULAN DAN SARAN

a.Kesimpulan

Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang. Sementara itu, School bullying adalah perlakuan tidak menyenangkan yang dialami oleh siswa disekolah. Pelaku school bullying pada umumnya adalah teman sebaya, siswa yang lebih senior, atau bahkan guru. School bullying memberi banyak sekali dampak buruk kepada siswa yang menjadi korban diantaranya yaitu menurunnya rasa kepercayaan diri, tekanan psikologis, dan sebagainya. Oleh karena itu school bullying menjadi masalah fundamental untuk segera diatasi.

b.Saran

Terkait dengan kasus yang dibahas dalam artikel ini yang menjadi korban Bullying yaitu mengalami dampak cukup serius yaitu berupa penurunan rasa kepercayaan diri, maka diperlukan langkah-langkah penangan seperti Membuat kebijakan, Pemberian motivasi terhadap guru, Menciptakan atmosfer kelas yang baik, Melakukan sosialisasi terkait dengan apa itu bullying, dampak yang diakibatkan kepada siswa, dan pertolongan yang didapatkan siswa, Melakukan pengawasan dan monitoring perilaku siswa diluar kelas, Melibatkan orang tua korban bullying dan mengundang mereka untuk datang ke sekolah guna mendiskusikan bagaimana perilaku bullying dapat dirubah., Menyelenggarakan case coference. Korban didorong untuk menyatakan kesedihan dihadapan orang yang telah melakukan bully. Hal ini perlu dilakukan guna mewujudkan upaya perlindungan bagi korban dan upaya penghapusan masalah bullying dari sekolah. Sesungguhnya, di banyak kasus lain korban school bullying tidak hanya menderita ketakutan disekolah saja, melainkan juga dapat menyebabkan meninggalnya korban.

DAFTAR PUSTAKA

Ardi , Novan. 2012. Save Our Children from School Bullying. Yogyakarta : Ar-Ruzzmedia
Ari. P. 2013. Pelaksanaan program Antibullying. Depok : UI Press.

Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktik Konseling & Psikoterapi. Bandung : Refika Aditama.

Jones, R. N., (2012). Pengantar Keterampilan Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lubis, L. N., (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Jakarta : Kencana

Sandi, Pardi. 2013. Mengurangi dampak perilaku bullying klien . Bandung : STKS Bandung

http://www.tempo.co/read/news/2012/07/28/064419853/SMA-Don-Bosco-Kesulitan-Buktikan-Kasus-Bullying. (diakses pada 7 Desember 2014 pada 15.12 WIB)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun