Sejarah Tulungagung
Siwi Sang
__________
Â
Secara administratif, Tulungagung berbatasan dengan Blitar di timur, Trenggalek di bagian barat, dan Kediri di sisi utara. Batas Tulungagung bagian selatan adalah samudera Hindia. Tulungagung memiliki 19 kecamatan, yaitu Bandung, Besuki, Boyolangu, Campurdarat, Gondang, Kalidawir, Karangrejo, Kauman, Kedungwaru, Ngantru, Ngunut, Pagerwojo, Pakel, Pucanglaban, Rejotangan, Sendang, Sumbergempol, Tanggunggunung, dan kecamatan Tulungagung.
Ditinjau dari asal kata, Tulungagung berasal dari dua kata Jawa kawi yaitu Tulung dan Agung. Tulung bermakna pertolongan atau sumber air, sedangkan agung bermakna besar. Dengan demikian nama Tulungagung mengandung dua makna yaitu pertolongan agung dan sumber air besar. Dua makna itu sama-sama cocok diterapkan untuk Tulungagung. Â
Berdasarkan pandangan geografis, sejak jaman Erlangga sampai jaman orde lama, wilayah Tulungagung bagian tengah dan selatan merupakan hamparan rawa sangat luas dan dalam. Sebelum nama Tulungagung digunakan, kabupaten di selatan sungai Brantas ini pernah menggunakan nama kabupaten Ngrawa. Dalam cerita rakyat, Tulungagung dikenal juga sebagai Bonorowo, artinya hutan yang berubah jadi rawa. Ini penjelasan Tulungagung bermakna sebagai sumber air besar.
Sementara Tulungagung bermakna sebagai pertolongan agung adalah berdasarkan pandangan historis. Bahwa sejak jaman Medang Mataram, Tulungagung senantiasa memberikan pertolongan besar atau agung kepada pararaja yang memerintah dalam kurun berbeda. Di sini Tulungagung sebagai subyek yang memberi, bukannya obyek yang menerima pertolongan agung.
Lepas dari makna apa yang paling tepat, yang jelas istilah Tulungagung mulai digunakan sebagai nama kabupaten pada tanggal 1 April 1901, dimana sejak itu kabupaten Ngrawa berubah menjadi kabupaten Tulungagung. Penanggalan ini sempat dijadikan landasan penentuan hari jadi Tulungagung, meski kemudian, pada tahun 2003, direvisi berdasarkan penanggalan prasasti Lawadan, 18 Nopember 1205M. Sampai sekarang tanggal 18 Nopember ditetapkan sebagai hari jadi kabupaten Tulungagung.
Selama ini boleh dibilang belum ada buku sejarah yang mengupas secara dalam sejarah Tulungagung sebelum Majapahit runtuh. Sebagian banyak sejarawan ketika membicarakan sejarah Tulungagung hanya menjangkau sampai masa Mataram Islam atau masa pemerintahan Sultan Agung [1613M-1645M] dengan keberadaan seorang tokoh yang menjadi adipati di kadipaten amancanegara Wajak yaitu Tumenggung Surantani.
Pada kesempatan ini kita akan mencoba menguak lebih jauh sejarah peradaban Tulungagung berdasarkan sumber sumber sejarah primer, sekunder dan tersier. Â