“Saya dulu ketemu pertama kali sama suami saya di kereta lho”
Sebut saja ibu A. Beliau bercerita kalau dulu bertemu dengan lelaki yang sekarang menjadi suaminya itu di kereta. Ibu A memang kelahiran Jakarta, tetapi kedua orang tuanya berasal dari Kebumen. Waktu itu ibu A menaiki kereta yang berangkat malam hari dari stasiun Senen.
Kereta jaman itu tentulah belum seperti sekarang yang sudah tertib dan rapi. Waktu itu masih bisa membeli tiket tanpa tempat duduk. Ibu A ada di gerbong 3, semua kursi sudah penuh. Alhasil beliau berdiri.
Seorang kondektur mendekatinya. Padahal sebelumnya kondektur itu sudah memeriksa tiket Ibu A. Ternyata sang kondektur mengajak Ibu A pindah ke gerbong 6. Masih ada kursi kosong katanya. Ibu A manut saja. Siapa juga yang mau terus terusan berdiri di kereta.
Ternyata benar, masih ada satu tempat kosong. Di sebelahnya duduk seorang laki-laki. Ibu A dan laki-laki itu tidak berbicara sama sekali mulai dari Stasiun Senen sampai Cirebon. Setelah lepas dari stasiun Cirebon, Ibu A berinisiatif untuk bertanya pada laki-laki yang duduk di sampingnya itu. Sekedar basa-basi turun di mana, kerja di mana.
Dari obrolan itu ibu A dan laki-laki itu bertukar alamat. Jaman itu tentu masih surat yang jadi andalan untuk komunikasi. Tidak seperti sekarang banyak macamnya. Dari kirim-kiriman surat dan saling mengenal selama dua tahun karena merasa saling cocok,akhirnya ibu A dan laki-laki itu memutuskan untuk menikah. Dan sekrang sudah mempunyai 3 orang anak.
Saya dan Ibu A bertemu di kereta. Beliau duduk di sebelah saya. Saya selalu senang mendengar cerita atau kisah seseorang bertemu jodoh nya. Seperti ada keajaiban-keajaiban yang tidak terduga dalam proses bertemu jodoh. Dan kita tidak tahu bagaimana kita akan bertemu, di mana akan ketemu, melalui siapa akan ketemu.
Seperti cerita ibu A tadi, beliau bertemu dengan jodohnya di kereta. Siapa sangka kalau kondektur yang hanya berniat membantu agar ibu A mendapat tempat duduk itu justru membawanya bertemu jodohnya.
Seperti kebanyakan orang bilang, jodoh itu sudah Allah tentukan. Tapi tentu saja kita sebagai manusia harus berusaha. Coba saja kalau ibu A tadi tidak mulai mengajak ngobrol lelaki yang duduk di sebelahnya. Mereka tentu tidak akan sampai tahu alamat satu sama lain, tidak mungkin sampai surat-suratan, tidak mungkin sering ketemuan dan merasa saling cocok sehingga memutuskan untuk menikah.