Mohon tunggu...
Muhammad Saufi Ginting
Muhammad Saufi Ginting Mohon Tunggu... -

Menyukai literasi sejak sekolah dasar, namun setelah menikah minat menulis semakin besar

Selanjutnya

Tutup

Money

Me-Recharge Triple Bottom Line untuk Meningkatkan Pembangunan Berkelanjutan

10 Juni 2013   00:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:17 2371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Istilah triple bottom line pertama kali diperkenalkan oleh John Elkington (1998) dalam bukunya yang berjudul Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business. Elkington menganjurkan agar dunia usaha perlu mengukur sukses (atau kinerja) tak hanya dengan kinerja keuangan (berapa besar deviden atau bottom line yang dihasilkan), namun juga dengan pengaruh terhadap perekonomian secara luas, lingkungan dan masyarakat di mana mereka beroperasi. Disebut triple sebab konsep ini memasukkan tiga ukuran kinerja sekaligus:Economic, Environmental, Social(EES) atau istilah umumnya 3P: “Profit-Planet-People”.

Pada tahapan selanjutnya, wujud nyata Triple Bottom Line ini diistilahkan menjadi Corporate Social Responsibility (CSR: tanggung jawab sosial perusahaan). CSR berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development), di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. Secara tegas dapat dikatakan bahwa pembangunan berkelanjutanadalah proses pembangunan (lahan, kota, dunia usaha, masyarakat, dan sebagainya) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.

CSR menjadi hal penting penting dalam menjamin kelangsungan hidup dunia usaha saat ini. Adapun manfaat dan motivasi yang didapat perusahaan dengan melakukan tanggung jawab sosial perusahaan menurut Ambadar (2008) meliputi: (1) perusahaan terhindar dari reputasi negatif perusak lingkungan yang hanya mengejar keuntungan jangka pendek tanpa memperdulikan akibat dari perilaku buruk perusahaan, (2) kerangka kerja etis yang kokoh dapat membantu para manajer dan karyawan menghadapi masalah seperti permintaan lapangan kerja di lingkungan dimana perusahaan bekerja, (3) perusahaan mendapat rasa hormat dari kelompok inti masyarakat yang membutuhkan keberadaan perusahaan khususnya dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan, (4) perilaku etis perusahaan aman dari gangguan lingkungan sekitar sehingga dapat beroperasi secara lancar.

Berdasarkan pendapat di atas, pelaksanaan CSR menjadi suatu keharusan bagi perusahaan dalam mendukung aktivitas dunia usahanya, bukan hanya sekedar pelaksanaan tanggung jawab tetapi menjadi suatu kewajiban bagi dunia usaha. Dalam megimplemetasikan CSR, oreantasi perusahaan bukan hanya pada pencapaian laba maksimal tetapi juga menjadi suatu organisasi pembelajaran, dimana setiap individu yang terlibat di dalamnya memiliki kesadaran sosial dan rasa memiliki tidak hanya pada lingkungan organisasi melainkan juga pada lingkungan sosial dimana perusahaan berada. Meskipun kegiatan tampak sederhana dan cakupan masalah sempit tetapi memiliki dampak positif yang sangat besar bagi masyarakat sekitar perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari taggung jawab sosial yang dilakukan oleh PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk (BSP) terhadap lingkungan sekitar perusahaan dengan mengalokasikan dana untuk sektor pendidikan, ekonomi, sosial,  lingkungan dan infrastruktur, serta donasi dan bantuan bencana sebesar 3,4 milyar pada tahun 2008, yang terus ditingkatkan pada tahun-tahun selajutnya.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk meraih sustainability, perusahaan perlu peduli terhadap lingkungan alam sekitar (natural environment), hak-hak pegawai, perlindungan konsumen, corporate governance, dan pengaruh perilaku bisnis terhadap isu-isu sosial pada umumnya seperti kekurangan pangan, kemiskinan, pendidikan, perawatan kesehatan, HAM, yang semuanya dihubungkan dengan profit.

Berangkat dari perspektif CSR di atas ada pertanyaan tantangan yang harus dijawab oleh Perusahaan, yaitu “bagaimana perusahaan meraih profit semakin banyak dengan mengerjakan hal-hal yang benar termasuk memberi perhatian besar terhadap lingkungan (environmental) dan sosial kemasyarakatan dengan lebih baik lagi?”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun