Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Jajan dalam Perjalanan, dari Bus hingga Terminal

4 November 2020   20:50 Diperbarui: 5 November 2020   14:28 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jajan dalam perjalanan. Sumber: infopublik.id.

Topik pilihan kompasiana kali ini tentang jajan dalam perjalanan mengingatkanku pada memori tahun-tahun silam.

Sejak tahun 2010 hingga akhir 2019 (9 tahun) Solo menjadi tempatku menimba ilmu dan mencari pengalaman. Ya, kurang lebih 9 tahun ini banyak pengalaman yang saya dapatkan di kota pendidikan itu. Jarak tempuh Wonogiri (tempat saya tinggal) - Solo sekitar 2 jam dengan mengendarai bus jurusan Wonogiri-Solo.

Bus Wonogiri-Solo. Sumber https://i.ytimg.com/
Bus Wonogiri-Solo. Sumber https://i.ytimg.com/
Pemandangan penjual makanan dan aneka dagangan lainnya yang naik turun bus, sudah bukan hal asing bagi saya. Dari Wonogiri lalu melewati Sukoharjo, dan terakhir Terminal Tirtonadi Solo bisa kurang lebih 5 pedagang menjajakan jajanannya. Jika ditambah dengan para pengamen, bisa sekitar 10 orang yang mengharapkan rejeki mereka ada di tangan kita.

Bahkan ketika saya perjalanan ke Jogja tidak hanya pengamen, tetapi pembaca puisi juga ada. Sedangkan bagi mereka yang memiliki kekurangan seperti tidak bisa berbicara, maka mereka memberikan amplop kepada kita agar kita memberikan seikhlasnya uang kepada mereka melalui amplop tersebut.

Fokus kepada para pedagang asongan, makanan yang biasa dijajakan yaitu tahu pong, kacang rebus, arem-arem, bakpia, permen, keripik, minuman, buah dan lain-lain. Bahkan tidak hanya makanan, ada juga alat tulis, kacamata, masker, buku doa-doa, buku memasak, dan lain-lain.

Jika penjual yang menjual makanan tahu pong, kacang rebus, dan arem-arem, biasanya mereka langsung bilang "tahu-tahu, kacang-kacang, arem-arem...." sembari memanggul keranjang dagangannya di pundak. Demikian juga penjual minuman, mereka akan bilang, "yang haus.. yang haus..yang haus.."

ilustrasi pedagang asongan dan pengamen berbagi tempat demi mendapatkan rejeki. Sumber: kamar121.wordpress.com
ilustrasi pedagang asongan dan pengamen berbagi tempat demi mendapatkan rejeki. Sumber: kamar121.wordpress.com
Agak berbeda, penjaja permen, keripik, dan barang-barang seperti peralatan tulis, buku, dan lain-lain, biasanya mereka akan memberi salam pembuka terlebih dahulu, dan meminjamkan 1-3 buah dagangannya kepada kita, barangkali kita berminat untuk membeli.

Barang dagangan yang dijual pedagang asongan tersebut memang lebih mahal daripada jika kita beli langsung di warung. Contohnya saja aqua. Aqua yang biasanya harganya hanya 2500, jika beli di pedagang asongan bisa 2x lipatnya yaitu 5000 rupiah.

Tidak semua penumpang tertarik untuk membeli di pedagang asongan, bisa karena mahal, bisa juga karena gengsi. Saya sendiri jarang beli di pedagang asongan jika bukan karena kepepet. Misal karena benar-benar haus. Atau kadang juga karena kasihan.

Tapi saya ingat, ada penjual bakpia pathok yang sangat laris sekali dagangannya di bus yang saya tumpangi. Bakpia yang tadinya masih banyak, barang sekejap tinggal sedikit. Bahkan ada yang membeli lebih dari satu kotak.

Penjual tersebut awalnya menawarkan dagangannya dengan salam pembuka yang sangat baik, tidak monoton, ramah pembeli, dan selalu tersenyum, bahkan berkelakar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun