Kehamilan membawa kebahagiaan tersendiri bagi pasangan suami istri. Perkembangan janin selalu dipantau tiap bulan. Baik lewat USG dokter maupun kontrol rutin ke bidan. Dari tiap bumil alias ibu hamil, pada awal kehamilan juga mempunyai kebiasan atau ngidam yang berbeda-beda. Ada yang tiba - tiba pengin lotis tengah malam, ada yang tidak suka segala macam wewangian, ada yang tidak suka mandi bahkan ada menjadi benci melihat suami. Tapi...biasanya setelah kehamilan jalan 4 bulan pelan-pelan kondisi dan kebiasan bumil menjadi seperti biasa. Nah, berbicara mengenai kehamilan, di masyarakat Jawa dikenal upacara tingkepan /mitoni yaitu upacara kehamilan yang memasuki bulan ke tujuh. Maka tingkepan atau mitoni disebut juga tujuh bulanan. Ada beberapa tahap atau rangkaian dalam acara mitoni atau tingkepan, yaitu : [caption id="attachment_254340" align="aligncenter" width="461" caption="Siraman mitoni /tingkepan (foto by Kaori)"][/caption] 1. Siraman, berasal dari kata siram yang artinya mandi. Pelaksanannya bisa di dalam kamar mandi atau tempat khusus yang sengaja dibuat untuk acara ini. Bisa di belakang atau samping rumah dengan hiasan sedemikian rupa. Yang pasti, pada saat siraman harus ada tempat air atau bak yang berisi air dari tujuh sumber mata air yang berbeda dan ditaburi berbagai jenis bunga. Seperti mawar,melati, kenanga dan kantil. Siraman biasa dilakukan pada pagi atau sore hari. Di tempat tersebut sudah duduk para sesepuh (orang yang dituakan) untuk bergantian memandikannya si calon ibu. Kalau bisa, diusahakan berjumlah tujuh (7) orang. Secara filosofinya tujuh dalam bahasa Jawa artinya pitu, yaitu pitulungan/pertolongan. Maksud dari siraman ini adalah untuk membersihkan lahir batin baik bagi calon ibu maupun janin yang dikandungnya dan semoga mendapat pertolongan dari Allah SWT. 2. Ndandan. Setelah siraman selesai, calon ibu masuk ke ruangan untuk didandani dengan beberapa motif jarik yang berbeda. Yaitu jarik dengan motif Wahyu tumurun supaya bisa menurunkan kehidupan mulia, jarik motif Sidomukti supaya hidupnya makmur, Godo Suli, Semen Raja, Babon Angrem dan seterusnya sampai berjumlah enam (6). Acara dandan tersebut disaksikan para sesepuh. Satu persatu jarik -jarik tadi dikenakan pada calon ibu tetapi tidak ada yang sesuai. Sampai akhirnya pada yang ke tujuh, yaitu lurik motif lasem. Motif yang sederhana tetapi kuat. Mengandung makna kuatnya ikatan kasih sayang antara calon ibu dengan suami dan dengan si jabang bayi. Kain terakhir yang dikenakan diikat dengan daun kelapa yang masih muda atau disebut janur yang kemudian dipotong oleh calon ayah dengan menggunakan keris. Hal ini mengandung makna supaya tidak kesulitan pada saat melahirkan nanti.
[caption id="attachment_254341" align="aligncenter" width="461" caption="Brojolan dalam salah satu rangkaian upacara mitoni/tingkepan (foto by Kaori)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H