Artikel ini ditulis sebagaimana diceritakan oleh keluarga korban yang kecewa akan lambatnya proses penuntasan dan penegakan hukum oleh pihak Kepolisian Sektor IV Angkat Candung, Resor Bukittinggi, Kepolisian Daerah Sumatera Barat, atas kematian orang tua mereka yang dibunuh oleh pencuri/perampok yang memasuki rumah orangtuanya 16 September 2015.
Nara sumber Yol Hendri dan Pono
Yol Hendri:Â Awal terungkapnya pembunuhan terhadap orang tua saya, bermula ketika sudah dua hari berturut-turut handphone milik ibu saya tidak menjawab saat saya hubungi dari Seberida, Riau, hal yang tak pernah terjadi sebelumnya. Saya lalu menelpon Pono, saudara seayah namun beda ibu yang saat itu tengah berada di rumahnya. Saya lalu menyuruh Pono untuk pergi ke rumah ibu untuk melihat keadaan disana.Â
Pono: Saya ditelpon oleh Yol Hendri. Yol mengatakan: "tolong lihat ibu pulang. HP ibu sudah tidak aktif 2 hari". Kebetulan saya saat itu di rumah mamak (paman) adik ibu lain ayah, setelah itu HP saya kantongi. Beberapa saat kemudian HP saya berbunyi lagi, ternyata Yol Hendri menelpon lagi.Â
Yol menanyakan posisi saya saat itu, saya katakan lagi di rumah mak Sikek, lalu Yol menyambung nanti sambil pulang tolong singgah kerumah ibu sebentar, perasaan saya sudah tidak enak, mata saya ngedip-ngedip terus. Yol lalu menyuruh saya memberikan HP ke mamak. Setelah HP di tangan mamak, beliau lalu bertanya kepada Yol: "Memangnya ibu kamu di rumah? Kok tidak tidak satu juga yang memberitahu saya ibumu ada dirumah?" Setelah itu kami langsung berangkat ke rumah ibu.
Saya sendiri awalnya juga tidak tahu kalau ibu pulang dari Pekanbaru. Saya baru tahu saat saya pergi kerumah adik perempuan saya Ita. Â Ita mengatakan ibu memang pulang untuk mengambil uang pensiun. dan sudah diantar pulang oleh Ita ke rumahnya hari Senin setelah mengambil pensiun di BRI Jam Gadang, dan membeli karpet. Kepada Ita Ibu juga bilang mau kembali ke Pekanbaru esok harinya, setelah itu Ita pulang ke rumahnya. Karena sudah tiga hari tidak melihat ibu, Ita menyangka ibu sudah kembali ke Pekanbaru.
Saat sampai di rumah ibu, saya lihat semua pintu terkunci. Saya mencium bau seperti ayam mati saat lewat didepan rumah. Karena melihat semua pintu tertutup, saya lalu pergi kerumah tetangga yang berada di sebelah rumah, menanyakan apakah dia melihat ibu. Tetangga tersebut mengatakan sudah tiga hari tidak melihat ibu dan tidak tahu ada dimana.
Saya lalu pergi kerumah Yen, adik saya di desa bawah. Rupanya ibu juga tidak ada di sana. Kami lalu kembali ke rumah ibu. Dalam perjalanan pulang kami bertemu dengan 3 anak muda yang satu diantaranya adalah anak mak Sikek. Ketiganya lalu kami ajak ke rumah ibu. Sampai di rumah ibu kami bingung bagaimana agar kami bisa masuk rumah. Situasi ini saya laporkan ke Yol Hendri lewat telpon. Yol Hendri lalu menyuruh saya untuk mencongkel papan dinding kamar ibu.
Lalu amak Sikek pergi ke penggilingan padi untuk mengambil Linggis untuk membuka pintu. Setelah amak Sikek kembali saya lalu membuka salah satu papan dinding bagian depan kamar ibu. Baru saja dinding terbuka aroma bau bangkai langsung tercium. Sehingga kami istirahat dulu. Saat itulah salah seorang tetangga mengatakan salah satu jendela samping terbuka sejak pagi saat dia lewat di depan rumah mau mengambil air.Â
Saya lalu melihat ke arah samping rumah seperti yang dikatakan tetangga tadi, dan melihat memang ada jendela yang terbuka. Baru saja saya mendekat, bau bangkai semakin terasa keluar dari jendela tersebut. Setelah tidak ada yang berani masuk ke dalam rumah, saya lalu masuk melalui jendela yang terbuka itu.
Bau bangkai yang sudah tertahan beberapa hari menguap keluar ketika jendela terbuka lebar. Saya lalu masuk dan menyalakan lampu, Karena tidak tahan dengan bau yang semakin menyesakkan, saya lalu menuju pintu depan untuk keluar. Tapi rupanya pintu itu terkunci dan saya tidak melihat adanya kunci di sekitar sana. sehingga saya terpaksa keluar melalui jendela lagi.