Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rusman: Wayang, Di Kala Abimanyu Ragu

15 Maret 2019   00:36 Diperbarui: 1 April 2019   09:18 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abimanyu rela mati oleh seribu panah

Sudah beberapa hari ini Abimanyu atau Angkawijaya bermuram durja. 

Ia sengaja menyendiri di dalam hutan dan hanya ditemani oleh Ki Lurah Semar beserta anak-anaknya. 

Hatinya resah, gundah, tapi pada bagian lain rindu kepayang pada seorang putri pujaan.

Adalah seorang wanita bernama Dewi Utari, putri kerajaan Wirata yang tidak lain juga kapernah eyang putri bagi dirinya. 

Tak tahulah kalau cinta sudah melekat tai kucingpun rasa coklat, kata almarhum Gombloh hehe...

Dan bagi Abimanyu itu adalah fakta, itu realita yang tak bisa dipungkiri sebab nyatanya Dewi Utari betapapun menariknya ia tetaplah wanita yang lebih tua dari pria yang menginginkannya. 

Magnet apa yang ada dalam diri wanita separuh baya itu sampai satriya sebagus dan sehebat Abimanyu tetap gandrung kepadanya.

Putra Arjuna itu bahkan berani berdusta bahwa dirinya masih jejaka padahal di rumah sudah ada Dewi Siti Sundari putri Prabu Kresna. 

Gila! memang gila si Abimanyu, lebih gila lagi saat Dewi Utari meragukan kejujurannya, terloncatlah sumpah dari mulut sang bagus, bahwa: "apabila saat ini aku sudah beristri maka kelak matiku akan terkena seribu panah."

Kontan saat itu Semar yang sedang liyep-liyep tidur sendhepe di bawah pohon kamal pandhak, seketika geregah.. seperti terkena tiupan lesus batinnya. 

Sang pemomong sejati bagaikan terpanggang api jiwa dan sanubarinya saat satriya momongannya berdiri di bibir jurang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun