Ketika ada yang mau menculik Dewi Woro Subadra, Srikandi mencoba memeras tenaganya karena yang dilawannya adalah lima ekor serigala.
Ternyata para penyerang Madukara itu bukanlah orang-orang kebanyakan, yang hanya kebetulan saja membawa pedang di lambungnya.Â
Seiring waktu semakin jelaslah bahwa pendekar wanita itu menjadi semakun terdesak.Â
Bahkan seringkali ia harus meloncat jauh-jauh untuk mengambil jarak, namun musuh-musuhnya segera memburunya dengan senjata yang teracung ke depan.Â
Tapi ketika ia teringat pesan Pangeran Arjuna, maka seolah-olah tenaganya menjadi tumbuh kembali.
Meski hanya sesaat sebab berikutnya ia merasa tenaganya telah terperas habis, dada istri kedua Madukara itu semakin lama menjadi semakin berdebar-debar.Â
Haruskah nanti aku akan dapat ditangkap mereka? "Tidak," Wanita itu menggeram, "kalaulah aku tidak mampu melawan nanti maka pedangku sendiri yang harus menghabisi nyawaku," pikirnya.
Bagi pendekar wanita ini harga diri harus lebih utama daripada sekedar ingin tetap hidup yang akhirnya akan menjadi tawanan para pemuda liar ini.
Dan aku pasti akan mengalami hal yang lebih buruk daripada mati. Begitu pendiriannya sebagai wanita sejati.
Tapi belum selesai wanita gonas-ganes itu mengakhiri khalayannya, ketika tiba-tiba peristiwa yang luar biasa terjadi.
Mendadak lima serigala yang sudah siap di depannya itu menggelepar di tanah. Anak panah Hardo Dedali masing-masing menancap persis di ulu hati mereka.
Kaget Dewi Srikandi, buru-buru ia mundur sambil menengok ke kanan kiri.
Siapa yang berani menggunakan senjata yang selalu ia simpan di kamar pribadinya itu.
Hatinyapun terasa adem saat dari balik tembok kaputren muncul seseorang yang selalu ia rindukan.
"Kang Mas..!"Perempuan separuh baya yang masih tampak cantik itupun segera menghambur.
Raden Arjuna segera menyambutnya. Ia biarkan wanita itu menggelantungkan kedua tangannya melingkar di leher.
Dan selanjutnya tentu satria "lelananging jagad" itu tahu persis apa yang harus ia lakukan.***