Matahari sudah sedikit condong ke barat ketika Prabu Rahwana menerima laporan bahwa hancurnya perkemahan prajurit Alengka disebabkan tingkah raja Maespati Prabu Arjunasasrabahu.
Pada awalnya Rahwana geram, rasa dendamnya membumbung tinggi seperti menyumbat relung jiwanya.Â
Sebagai seorang raja muda yang memiliki daya kesaktian tinggi, ia merasa terinjak-injak harga dirinya. Tak perduli siapapun Sasrabahu itu, yang penting baginya adalah membalas penghinaannya terhadap Alengkadiraja.
Kini di atas bukit Janakya di bawah sebuah pohon Ataka Rahwana nampak mondar-mandir sambil mengerutkan keningnya.
Agaknya raja Alengka ini punya pikiran lain. Waktu yang tidak seberapa lama telah merubah pendiriannya.
Tiba-tiba saja raksasa sakti ini tersenyum lebar. Wajahnya yang semula merah padam berubah menjadi cerah semringah.
"Huaha..ha..ha..! Bodoh sekali aku," gumamnya bergemetaran, "Aku bodoh, aku bodooh, hua..ha..ha..!"
Sambil berjingkrak-jingkrak jejogetan kakak Kumbokarna itu melontarkan suaranya yang dilambari aji gelap ngampar.
Tentu saja semua raksasa yang ada di tempat itu menjadi kaget dan segera menutupi telinga rapat-rapat.Â
Sebagian dari mereka bahkan sampai berdarah telinganya.
Buru-buru Patih Prahasta mendatangi keponakannya dan mencoba mengingatkan sembari bertanya apa yang terjadi.