"Kalian ini aneh, yang merayakan Lebaran itu siapa? Kan bukan saya. Eh malah saya yang ketempuhan harus memberi THR. Padahal kalian ini kerja disini juga tidak, eh setiap tahun malah datang minta jatah THR...!" Ucap Koh Aliong terlihat sewot.
*Â *Â *
[caption id="attachment_127208" align="aligncenter" width="384" caption="Ilustrasi usaha Konveksi"][/caption] Duk... Duk... Duk... "Koh, mana nih THRnya..." Ucap beberapa pemuda mengetok pintu besi, sebuah rumah konveksi disuatu pasar di kawasan Jembatan Lima, Jakarta Barat. "Lha, kan kemarin sudah dikasihin..." Jawab sang sang pemilik konveksi. "Kemarin bukan rombongan kami, Koh. Makanya kami minta jatah sama Engkoh sekarang..." "Sudah ga ada lagi, Bang. Barang yang saya bagiin sudah habis semua" "Jaah, kok gitu sih. Masa yang lain dikasih semua, cuma kami yang ga kebagian! Ga bisa begitu dong..." Ujar beberapa orang itu terdengar suaranya meninggi. "Tapi memang sudah tidak ada lagi yang mau dibagiin, lagian juga kami sudah tutup dari seminggu yang lalu." Lanjut sang pemilik konveksi lagi. "Ga bisa begitu dong, kalo orang luar bisa dikasih, masak kami yang orang sini asli ga kebagian!" Dari beberapa pemuda itu ada yang terlihat sewot dan marah-marah. Duaaaggg...!
*Â *Â *
Dengan emosi, beberapa orang yang ikut meminta THR itu menggedor-gedor pintu besi dari rumah yang dijadikan usaha Konveksi. Tidak lama kemudian karena mendengar kegaduhan di siang hari, datang beberapa orang yang menghampiri mereka. "Ada apa ini, kalian ribut-ribut siang begini. Orang puasa, malah pada berantem..." Tanya seorang tua yang datang. "Oh, ini Pak RW. Kami hanya minta jatah THR tahunan, tapi malah ga dikasih. Padahal kami mintanya secara baik-baik dan sopan, tapi tetap saja Engkoh ini ga ngasih juga..." Jawab salah seorang yang meminta THR itu. "Lha, kalian kan minta. Ya, jangan maksa dong! Kalau diberi terima kasih, kalau ga dikasih ya udah. Terima aja..." Ujar sang Ketua RW itu bijak. "Tapi yang kami sesalin kenapa orang dari luar wilayah sini dikasih, eh giliran kita yang sehari-harinya disini malah ga dikasih apa-apa. Kan aneh ya..." "Ya sudah, sekarang saya coba mau selesaikan masalah ini." kemudian dengan menatap sang pemilik Konveksi, ketua RW itu kemudian berkata. "Emang benar Koh, kemarin Engkoh membagikan THR sama orang-orang luar daerah kita?" "Kalau saya hanya membagikan bingkisan baju, sama orang yang ngetok-ngetok pintu. Saya juga ga tahu kalo itu orang sini atau orang luar, kalo tahu begini ga bakalan mau saya kasih orang-orang itu..." "Oh, kalau begitu Engkoh ga bisa disalahin juga, soalnya ga tahu siapa-siapa pemuda disini. Nah kalian dengarkan, bukannya Engkoh ini pilih kasih sama orang luar, tapi emang ga tahu sama sekali." "Terus kami gimana Pak RW? Kan setiap tahun biasanya kami dapat THR, masak tahun ini ga kebagian sama sekali. Kalo ada apa-apa kan, kami-kami juga pemuda disini yang ikut ngebantuin..." "Ya udah, ntar coba saya rundingkan lebih lanjut sama Koh Aliong. Mending kalian pulang dulu, ntar saya kabarin."
"Kalian ini aneh, yang merayakan lebaran itu siapa? Kan bukan saya. Eh malah saya yang ketempuhan harus memberi THR. Padahal kalian inikerja disini juga tidak, eh setiap tahun malah datang minta jatah THR…!" Ucap Koh Aliong terlihat sewot.
Kawanan pemuda itu nampak tertunduk setelah didamprat sedemikian rupa.
"Ok deh, kami percayakan semuanya sama Pak Rw. Sekarang kami juga mau minta THR sama Bang Ade, yang punya sablon di seberang sini..." Baru saja mereka mau melangkah, tiba-tiba terdengar suara Koh Aliong berseru. "Tunggu, Bang..." Kemudian Koh Andy kembali bicara dengan Pak RW, "Pak RW, ya udah deh. Kalau begitu tolong ditunggu dulu, saya mau kasih sedikit bungkusan" Terus ia berlalu ke dalam rumahnya.
*Â *Â *
"Hanya ini yang bisa saya kasih untuk kalian, dan sudah tidak ada lagi..." Sambil membawa beberapa bungkus kaos untuk orang-orang yang minta barusan. "Tuh, Koh Aliong sudah baik ngasih kalian. Nanti bilangin sama seluruh warga, jangan ada yang minta THR lagi ya. Terus kalau ada yang masih maksa juga, silahkan menghadap saya. Kalian kerja disini bukan, malah minta-minta. Malu-maluin aja...!" Pak RW kembali menambahkan. "Ok deh, Koh. Terima kasih banyak ya. Pak RW, kami pamit dulu... " Sahut mereka serempak sambil meninggalkan pemilik konveksi dan Ketua RW yang hanya menggelengkan kepala. "Sebelumnya saya minta maaf, ya Koh. Karena banyak warga saya yang suka merepotin minta-minta THR" Ucap Pak RW itu sambil memandang ke arah gerombolan pemuda yang barusan pergi. "Sebenarnya tidak apa-apa Pak, kalo ada sih kami mau aja ngasih. Ikhlas kok. Tapi ini yang terkadang bikin kami kesal juga, sudah dibilang tidak ada malah menggedor pintu. Kesannya kan jadi tidak sopan. Padahal yang merayakan Lebaran kan mereka bukan kami, dan kewajiban kami hanya sebatas memberi THR pada karyawan yang bekerja di tempat kami"
*Â *Â *
[Telkomsel Ramadhanku] * * * * Choirul Huda * * * * _______________________________________________________________________________ Foto: ilustrasi konveksi via Google Images Note: Hanya suatu pengalaman pribadi, tidak lebih! _______________________________________________________________________________ Serial Ramadhan Lainnya: - Ramadhan, Ketika Kawanan Murid SD itu, melakukan "BUDI" (Buka Puasa Diam-diam) - Ramadhan, Sepinya Musholla Menjelang Lebaran - Serial Ramadhan: Lebaran Cuma Sehari, Sibuknya Berbulan-bulan...! - Ramadhan, Hukum Rimba di Jakarta menjelang waktu "Berbuka" Puasa... - Ramadhan, Antara Sepinya Lokalisasi dan PSK yang Mudik - 17 Agustus: Hari Kemerdekaan yang Rakyatnya sama sekali Belum Merdeka...! - Geliat Pedagang Nanas menjelang Lebaran (I) - Ramadhan, Metamorfosis Sebelum Bulan Puasa, Saat ini dan Setelah Lebaran... - Ramadhan, Mudik Naik Motor untuk Mengirit atau malah... - Ramadhan, Brakkk. Pergi mencari Gelar: Pulang tinggal Nama… - Antara Lebaran, Leburan dan Liburan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H