[caption id="attachment_189467" align="aligncenter" width="577" caption="Almarhum Raden Ahmad Kosasih bersama karyanya (Hai Online)"][/caption] "Telah berpulang sosok inspiratif di dunia komik Indonesia. R.A. Kosasih adalah master komikus dan pengarang lokal yang setara dengan Fujiko F. Fujio, Stan Lee dan Tony Wong. Monggo dicek linknya di..."
* * *
JAKARTA – Menjelang waktu berbuka puasa hari ini, Selasa (24/7) sekitar pukul 17.30 Wib, saya dikejutkan dengan masuknya sebuah pesan pendek (sms) dari kawan yang juga seorang penggiat media. Saat pertama kali dibaca, ternyata isinya adalah berita tentang meninggalnya seorang tokoh berpengaruh di dunia komik Indonesia, Raden Ahmad Kosasih. Sosok yang semasa hidupnya dikenal dengan nama singkatan R.A. Kosasih, telah meninggal dunia sekitar pukul 01 WIB. Sebagai seorang yang menggemari dunia komik dan wayang sedari kecil, tentu saya kaget dengan berita berpulangnya sastrawan komik tersebut. Kendati telah berusia lanjut, R.A. Kosasih terus berkarya untuk mengenalkan ceritera wayang melalui media bergambar (komik) hingga akhir hayatnya di usia ke 93 tahun. Kebetulan di rumah, saya mempunyai beberapa koleksi komik Mahabharata dan Ramayana terbitan Elexmedia Computindo. Sejak membaca komik-komik karya R.A. Kosasih dari tahun 1999, membuat saya terpengaruh untuk menyukai wayang. Tidak hanya saya seorang, melainkan banyak juga generasi muda di era 1990 dan 2000an yang mengenal wayang dari komik bergambar hitam-putih darinya itu. Pasalnya, almarhum adalah pionir di Indonesia dalam mengenalkan wayang yang biasanya berbentuk cerita atau novel, menjadi gambar dua dimensi dalam bentuk komik. Apalagi, sosok kelahiran Bogor, 4 April 1919, ini dijuluki sebagai Bapak Komik Indonesia oleh beberapa komikus di era selanjutnya. Maka, saat beliau dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan, banyak tokoh-tokoh yang menghadiri pemakamannya, seperti sastrawan Arswendo Atmowiloto, komikus Gerdi WK dan penggiat komik muda, Andy Wijaya. Apa yang dilakukan R.A. Kosasih semasa hidup banyak menginspirasi orang dalam rangka mengenalkan wayang kepada generasi muda. Seperti yang diutarakan oleh Arswendo, “Era buku komik itu dimulai dari Beliau. Dahulunya komik itu hanya ada di majalah mingguan saja.” kata sastrawan yang identik dengan majalah Hai tersebut. “Yang mulai dari buku dan tidak dari majalah, beliau ini pelopornya di tanah air.”
Ketika dekade 1990an pasar komik Indonesia dikuasai oleh komik-komik luar terbitan Jepang, Amerika Serikat dan Eropa, R.A. Kosasih tetap bertahan demi mengenalkan komik wayangnya yang bersumber dari kebudayaan asli Nusantara. Beberapa komikus lokal yang saya ingat memiliki kemiripan bercerita dengannya adalah “Garudayana” ciptaan Is Yuniarto dan juga “Sweta Kartika”.
Berdasarkan beberapa sumber yang saya lihat, termasuk laman Kompas tahun 2009. Komik terbitan perdana R.A. Kosasih berjudul Sri Asih, yang mengadaptasi kisah super hero Amerika dalam bentuk tokoh perwayangan. Jika dilihat sekilas, tokoh utama Sri Asih yang bernama Nani, mirip dengan sosok Super Woman. Hanya saja, guratan wajahnya menyerupai dewi-dewi dari dunia wayang yang memakai kemben dan selendang ala tokoh pewayangan Srikandi.
Kini setelah ketiadaan beliau, diharapkan ada generasi selanjutnya yang dapat membuat karya-karya seperti R.A. Kosasih. Agar dunia komik Indonesia tidak begitu dicekoki oleh komik-komik luar semacam Doraemon, Tintin, dan Spiderman.
* * *
[caption id="attachment_189468" align="aligncenter" width="319" caption="Sampul komik Mahabharata (http://www.elexmedia.co.id/buku/detail/9789792029451)"]
* * *
[caption id="attachment_189471" align="aligncenter" width="311" caption="Salah satu isi komik (Elex Media Computindo)"]
* * *
Sumber: Hai Online
* * *
- 24 Juli 2012