Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

E-Wayang, Solusi Mengenalkan Wayang Pada Generasi Muda

13 Januari 2012   23:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:55 1330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_155447" align="aligncenter" width="600" caption="Salah satu gambar komik E-Wayang, menyindiri prilaku di masyarakat dan kalangan pejabat yang merasa sudah Merdeka"][/caption]

*   *   *

Hari gene, bicara Wayang? Mendengar kata Wayang, pasti sebagian besar dari kita akan mengernyitkan dahi. Apalagi terhadap generasi muda yang kini kian melesat dengan kemajuan zaman yang ditandai merambahnya internet hingga ke pelosok desa. Jarang sekali dari mereka mengenal wayang, baik dari segi cerita maupun latar belakang. Mungkin hanya beberapa tokoh saja yang dikenal, seperti Arjuna yang banyak orang tahu sebagai pria paling tampan di dunia wayang, lalu Srikandi sebagai perempuan cantik yang gagah perkasa (versi Jawa), kemudian Bima yang banyak dijadikan nama produk, seperti minuman kesehatan ataupun bersama sang Istri, Arimbi yang dijadikan sebagai nama sebuah Bus. Gatot Kaca terkenal karena slogan Otot Kuat Tulang Besi yang juga di pakai sebagai nama pesawat kebanggaan kita, N-250. Selain itu, kalau saya bertanya pada beberapa orang mengenal wayang atau tokohnya, mereka hanya terdiam dan bingung untuk menjawab. Sama juga ketika saya beberapa bulan lalu berkunjung Perpustakaan Umum Jakarta Pusat, di kawasan Tanah Abang, saat saya mencari buku-buku atau novelet tentang wayang nihil sama sekali. Sewaktu saya tanyakan kepada sang penjaga, hanya geleng-geleng kepala karena beliau pun bilang tidak tahu-menahu mengenai keberadaan buku wayang! Padahal, perpustakaan adalah ujung tombak untuk mengenalkan budaya asli nusantara, termasuk wayang kepada khalayak ramai, khususnya kaum pelajar. Namun, ya itu tadi, Pemerintah sendiri terkesan kurang aktif dalam menyikapi warisan budaya sendiri. Hingga nanti ketika wayang diakui oleh negara lain, baru Pemerintah sibuk untuk merebutnya kembali dengan berkoar-koar di berbagai media. Lalu, setelah itu kembali sepi...

*   *   *

Malam tadi, usai memposting salah satu tulisan mengenai hobi, saya pun berselancar di ranah maya untuk mencari-cari bahan untuk dibuat sebagai tulisan. Tanpa sengaja menemukan artikel mengenai E-Wayang yang sedang dirundung kontroversi di berbagai situs dan forum. Beberapa tulisan yang memuat tentang tanggapan sinis dari sebagian kalangan dalang tradisional, yang khawatir akan lunturnya nilai perwayangan akibat proses digitalisasi wayang tradisional ke wayang digital, atau E-Wayang. Yang menarik adalah, ketika saya meluncur ke situs E-Wayang tersebut, yang beralamat di http://www.e-wayang.org/, saya menemukan berbagai macam komik wayang, dengan tokoh Punawakan asli Indonesia yang terdiri dari Semar, Petruk, Gareng, Bagong dan lainnya. Sebuah mahakarya dari anak negeri yang dibuat oleh tiga orang Sahabat, Mawan Sugiyanto, Rina Mardiayana dan Dhiny sungguh merupakan suatu pencapaian tersendiri dalam ranah Wayang. Karena dengan adanya wayang digital, dapat lebih mengenalkan budaya asli bangsa sendiri kepada masyarakat luas. Sebab, bukan rahasia umum lagi, salah satu penyebab wayang tidak begitu populer di negeri sendiri adalah, waktu pementasannya yang sangat lama, yakni semalam suntuk. Tidak masalah bagi yang hobi, namun untuk orang awam, dengan menyaksikan wayang semalaman tentunya amat membosankan. Apalagi pementasan wayang biasanya dikaitkan dengan hal-hal berbau mistik, seperti hari, tanggal dan waktu yang mesti pas dengan hitung-hitungan Sang Dalang. Saya sendiri meski hobi menyaksikan wayang, namun terkadang bosan juga kalau menonton semalam suntuk, biasanya hanya pada adegan penting saja saya menyimak. Kalau yang dianggap biasa, atau lagu-lagu yang kurang saya kenal, saya biasanya pergi mencari angin, dan kembali lagi ketika pementasan tokoh utama dimulai. Apalagi di masa lalu, wayang merupakan media dakwah bagi Sunan Kalijaga untuk menyebarkan ajaran Islam, tanpa mengurangi esensi dan ciri khas dari wayang itu sendiri. Saat era penjajahan Belanda, oleh beberapa Dalang pementasan wayang juga dijadikan sebagai penyemangat untuk melawan taktik adu domba mereka. Hingga karena sering ketahuan, maka pamentasan wayang sering dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Di era modern ini, wayang seperti terjebak dalam labirin waktu. Yakni, hanya dikenal namanya saja, tanpa ditelusuri keberadaannya. Untuk itu, dengan adanya E-Wayang, terlepas dari masalah kontroversi atau tidak, tentunya patut diacungi jempol. Sebab, sedikitnya telah mengenalkan budaya bangsa sendiri lewat internet yang banyak merambah ke masyarakat luas. Jangan sampai, sekitar lima atau sepuluh tahun kedepan, generasi muda selanjutnya hanya mengenal tokoh wayang dari nama minuman energi maupun nama Bus...

*   *   *

[caption id="attachment_155448" align="aligncenter" width="614" caption="Komik E-Wayang, mengenai Goro-goro"]

13264928952012865662
13264928952012865662
[/caption]

*   *   *

[caption id="attachment_155449" align="aligncenter" width="578" caption="Komik E-Wayang mengenai sindiran film Porno!"]

1326492941145074297
1326492941145074297
[/caption]

*   *   *

[caption id="attachment_155450" align="aligncenter" width="614" caption="Wayang Puntadewa/ Yudistira yang mirip tokoh Kartun Dragon Ball"]

1326493058676573729
1326493058676573729
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun