Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Seri Wayang II - Wisanggeni (Menggemparkan Khayangan!)

23 Maret 2011   21:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:30 3900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

...lusuh lalu tercipta mendekap diriku

hanya usang sahaja kudamba Kirana

ratapan mulai usang  'NUR'  yang kumohon

kuingin rasakan cinta...

"manis seperti mereka"

* * *

[caption id="attachment_97077" align="alignleft" width="150" caption="Wayang Golek BATARA GURU"][/caption] Sementara itu Batara Indra, Batara Bayu dan Batara Surya sedang bisik-bisik diantara bertiga. Serupa dengan para Dewata yang lainnya, hanya bisa terdiam dan memikirkan apa yang terjadi berikutnya. Begitu juga dengan Batara Guru, tampak duduk di singgasanana, dengan pandangan mata jauh kedepan. Hanya Batara Narada yang tidak menampakkan ekspresi apapun pada raut mukanya. Dari wajahnya terpancar ketenangan yang luar biasa, tidak seperti Dewa-dewa lainnya. Agak lama kemudian, barulah Batara Brama beranjak dari tempat duduknya, kemudian ia melirik Batara Guru untuk meminta persetujuan. Batara Guru hanya mengangguk kecil, tanda ia mempersilahkan Batara Brama menjawab pertanyaan dari Wisanggeni. "Duhai Cucuku, Wisanggeni. Baiklah aku akan mencoba untuk menjawab semua pertanyaanmu itu. Yang pertama adalah karena Batari Durga menginginkan anaknya, Dewasrani untuk meminang Ibumu, yang..." "Ok, aku sudah paham. Padahal Ibuku telah bersuami, tetapi karena suaminya adalah Manusia, maka kalian tidak menyetujuinya. Baiklah aku akan membuat perhitungan dengan Dewasrani, Batari Durga dan juga si pecundang Batara Kala. Catatlah oleh kalian baik-baik, setelah keluargaku utuh, maka aku akan menghajar mereka sampai merasakan mati segan, hidup tak mau...!" Wisanggeni memotong pembicaan dengan cepat. Gemparlah seluruh Dewata mendengar perkataan dari Wisanggeni. Bukan apa-apa, karena para Dewata tahu arti ucapan dari Wisanggeni, yang berani berbuat juga berani melakukan. Semua pandangan tertuju pada Batara Guru, suami Batari Durga sekaligus Ayah dari Batara Kala... Kemudian Batara Brama melanjutkan, "Yang kedua adalah karena, itu, itu..." Dengan tertahan Batara Brama melanjutkan perkataannya sambil memandang Batara Guru. "Cukup, aku sudah mengetahuinya. Kau melakukan itu karena titah dari Batara Guru, Pemimpin dari Para Dewata di Khayangan. Tindakanmu tidak dapat disalahkan, karena sebagai bawahan, mau tidak mau harus menuruti perintah dari atasan. Perlakuanmu itu akan aku catat dalam dosa Batara Guru..." Sahut Wisanggeni dengan nyaring. Makin gegerlah seluruh Khayangan, lagi-lagi seluruh pandangan tertuju pada Batara Guru. Sementara itu awan dilangit tampak gelap, dan petir saling bersahutan pertanda yang buruk akan terjadi nanti. Batara Guru, tampak tenang seperti tidak merasakan apa-apa, hanya sedikit bergumam "hmm". Lalu, Batara Brama melanjutkan kembali jawabannya. "Untuk pertanyaan yang ketiga, Ayahandamu adalah Arjuna. Putra Pandudewanata dari kerajaan Hastinapura, dan sekarang bermukim di Madukara. Ia adalah Ksatria Penengah Pandawa, berwajah tampan dan juga memiliki banyak istri serta mempunyai banyak anak". "Hanya itu yang mampu kukatakan saat ini mengenai Ayahmu, Arjuna. Untuk lebih lengkapnya lagi, kau bisa menemuinya di Madukara. Dan satu yang kuminta darimu, janganlah sampai membuat onar disana. Karena disamping mereka sedang mempersiapkan diri untuk berperang melawan pihak Kurawa, juga disana banyak ksatria tangguh yang bermukim, seperti Antareja, Antesena, Gatot Kaca serta Sri Kresna, Sang Titisan Wisnu. Jadi aku berharap, jangan coba-coba untuk memancing keributan". Wisanggeni terdiam agak lama, sambil menengadahkan kepalanya keatas langit...

* * *

Diatas langit yang kelam dan gelap-gulita, tersirat suatu siklus kehidupan yang senantiasa silih berganti.

"Terima kasih untuk jawaban dari Kakek, meskipun aku kurang puas dengan perlakuanmu yang dahulu, tapi sedikitnya sudah mengobati rasa penasaranku ini. Dan sekarang, Wahai Batara Guru. Aku ingin meminta penjelasan darimu serta Pertanggung jawaban atas kejadian yang menimpaku selama ini". Dengan tatapan tajam, Wisanggeni mengalihkan pertanyaannya terhadap Batara Guru. [caption id="attachment_97078" align="aligncenter" width="300" caption="BATARA GURU versi Wayang Kulit"]

13009133901113710779
13009133901113710779
[/caption] "Wahai Sang Penguasa Jagad, Sanghyang Batara Guru. Aku ingin menanyakan tentang rasa penasaranku ini kepadamu. Sudah siapkah engkau untuk menjawabnya?" "Aku siap untuk menjawab pertanyaanmu, Wisanggeni, cucundaku serta anak dari Penengah Pandawa. Silahkan saja, keluarkan uneg-uneg yang selama ini membelenggumu..." jawab Batara Guru dengan tenang. "Huh, sudah cukup basa-basi terhadapku ini. Terus terang saja, aku sama sekali tidak suka dengan omongan orang yang bertele-tele. Langsung saja pada intinya!!!" Semua Dewata  terkaget-kaget saat melihat tingkah laku Wisanggeni yang terkesan angkuh dan sombong. Dihadapan Batara Guru saja ia berani berbuat begitu, tidak memakai sopan santun segala. Batara Indra sudah siap siaga ingin meringkus Wisanggeni, dengan tangan mengepal ia siap menyerang Wisanggeni kapan saja. Tapi kemudian ditahan oleh Batara Guru, supaya jangan mencampuri urusannya. Akhirnya Batara Guru, beranjak dari singgasananya. Dan menghampiri Wisanggeni. Semua Dewata menatap dengan cemas, takut sesuatu yang buruk akan menimpa Khayangan. "Wisanggeni, perihal tentang kelahiranmu yang sangat tidak direstui olehku, memang itu adalah kesalahanku. Dan aku siap bertanggung jawab untuk meluruskannya kembali". "Apa yang harus diluruskan, Wahai Batara Guru. Aku sudah mengetahuinya. Meskipun aku adalah makhluk yang terbuang, tapi jelek-jelek begini aku bisa mengetahui tentang masa lalu, sekarang dan masa depam. Tidak usah kau jelaskan pun aku sudah mengetahuinya. Dan sekarang aku hanya minta tanggung jawab serta sangksi untuk kelalaian khilafmu itu. Untuk urusan yang lain, biar aku yang urus sendiri!" "Jadi apa yang harus aku tanggung, Wisenggeni?" "Aku ingin kau mengaku salah dihadapan para Dewata, Manusia serta raksasa yang ada di semua alam. Biar mereka tahu bahwa Engkau sebagai Penguasa Dewa pun bisa berbuat salah terhadap manusia, khususnya terhadap aku" "Demi cinta kasihmu terhadap Batari Durga, engkau rela menitahkan bawahanmu Batara Brama untuk memisahkan ikatan perkawinan antara Ibuku dengan Ayahku Arjuna. Dimana rasa Kedewaanmu melihat aku sewaktu bayi dibuang begitu saja di kawah Candradimuka yang panas dan bergejolak itu? Dimana rasa keadilan yang sangat diagungkan oleh seluruh manusia terhadapmu, ketika tahu Dewasrani ingin mengawinkan Ibuku, padahal beliau  masih terikat dengan Arjuna? Dan dimana rasa Kebijaksanaanmu itu saat tahu tindakan Batari Durga salah, tapi masih tetap dilakukan?" "Apakah karena rasa cintamu itu terhadap Batari Durga, hingga melenyapkan akal pikiranmu serta menggelapkan matamu sebagai Dewa Tertinggi?" "Mengapa juga kau tidak tegas terhadapnya? Atau jangan-jangan kau takut terhadapnya, atau juga yang terparah ini, Gelar Penguasa Dewa, aslinya bukan kau sendiri yang pegang, tapi Batari Durga yang memiliki kekuasaan penuh terhadap seluruh alam semesta ini?" Batara Guru, terdiam untuk beberapa lama. Kemudian ia berkata, "Wisanggeni, meskipun perbuatanku ini salah dan menyalahi kodrat serta aturan yang berlaku. Tapi ini sudah kehendak takdir, terserah kau mau berkata apa, tapi memang beginilah hidup!" "Huh, jadi dimana kewibawaanmu sebagai Sang Batara Guru. Kalau memang takdirku sudah seperti ini, maka aku adalah orang pertama yang akan keluar dari garis hidup. Dan aku sendiri yang akan menentukan takdirku serta takdir penghuni semesta ini" Jawab Wisanggeni berapi-api, Karena ia tidak mendapatkan jawaban yang tepat dari Batara Guru". Saat ketegangan sudah memuncak, datanglah beberapa prajurit khayangan yang memberitahu bahwa Batara Kala datang dan hendak menemui Batara Guru. "Salam sejahtera, Wahai Ayahanda tercinta Sanghyang Batara Guru. Ananda menyampaikan sembah bakti kepadamu, Sang Penguasa Jagad" Tutur Batara Kala, saat pertama kali memasuki ruangan. "Silahkan masuk anakku, Batara Kala" sambut Batara Guru, tanpa ekspresi. Kemudian Batara Kala, melangkah masuk menuju Batara Guru. Dan saat tinggal beberapa meter lagi jaraknya, tiba-tiba ia berhenti tatapannya terhenyak saat melihat Wisanggeni. Dan hidungnya mencium sesuatu, "Wahai, Ayahanda. Anandamu ini mencium bau tak sedap yang sangat sekali, hingga hampir mengacaukan pikiranku ini. Sebenarnya ada apa gerangan yang terjadi?" saat itu tangan Batara Kala sudah hampir menyentuh Wisanggeni, kemudian Batara Guru segera meneriakinyaa agar tidak sembarangan, tapi terlambat sudah. Wisanggeni yang telah memuncak amarahnya segera menghantam Batara Kala dengan sekuat tenaga. "Jangan coba-coba menyentuhku, makhluk keparat!" sahut Wisanggeni seketika. "Tunggu... " teriak Batara Guru, seketika memecahkan keheningan khayangan. Tapi terlambat, tubuh besar nan tinggi Batara Kala sudah terlempar sejauh belasan meter hingga ke pintu Istana Jonggringsalaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun