Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Aib yang Menginspirasi

18 September 2015   17:32 Diperbarui: 18 September 2015   18:08 1859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sudah lumayan banyak membaca tulisan kisah keluarga miskin, broken home atau curhatan kegagalan rumah tangga. Yang tentu saja begitu menyedihkan, tragis dan inspiratif. Yang membuat saya jadi bersyukur, ternyata masih ada orang yang lebih remuk dari saya. Subhanalloh..

Well, tak ada masalah dengan tulisan-tulisan mewek tersebut. Akan jadi masalah jika kisah kemiskinan atau kesusahan itu adalah aib yang harusnya ditutup rapat. Tidak seharusnya disebar atau diberitakan ke masyarakat umum. Makanya saya heran dengan orang yang menceritakan dengan vulgar atau detail kisah kehancuran rumah tangganya di depan umum. Ciyus ? Enelan..??

Parameter aib atau tidak memang tak sama pada tiap individu. Tergantung dari lingkungan di mana kita tinggal. Di lingkungan Jawa ada sebuah falsafah "Mikul Duwur Mendhem Jero".  Pergertiannya kurang lebih begini, ada sesuatu yang harus dijunjung tinggi dan ada yang harus ditanam dalam-dalam

Orang modern mungkin rileks saja mengekspos kegagalan rumah tangga ke umum. Tapi orang yang budaya timurnya kuat, nggak bisa begitu. Kita bisa curhat soal utang atau apapun yang sifatnya privasi ke sahabat, tapi kita nggak bisa menjadikankan itu sebuah status di Facebook: "Mohon doa restu, hutang 20 juta di Bank Nganu bisa lunas.." atau "..Suami kerjanya ngelus akik, istri sendiri tak pernah dielus..cerai aja!"

Kalau di Amrik sana, aborsi  bukanlah hal yang memalukan. Kalau di Indonesia, bisa bikin malu tujuh turunan. Bahkan kalau nggak tahan malu, bisa bunuh diri atau gila alias gendeng.

Bagi saya, tulisan kisah sedih (di hari minggu :) ) sebenarnya lebih mudah secara teknis (wuiik.sombong!), tapi tanggung jawab moralnya yang susah. Kita tak pernah tahu, apa orang yang kita ekspos itu bangga kalau kisah kemiskinannya atau kegagalan hidupnya diangkat di media. 

Apa ya ada orang yang bangga terkenal karena kemiskinan atau kegagalan rumah tangga? Kalau ada, bisa jadi orang itu sedang 'nggak beres'. Atau kemugkinan nggak punya teman curhat.  Mungkin malah kebanyakan piknik. Hingga sampai kisahnya keluarganya yang hancur dicurhatkan dalam bentuk tulisan di medsos atau dunia maya.  

Di satu sisi memang baik juga, ada yang terinspirasi dan tergugah hatinya. Tapi di sisi lain secara nggak sadar dia sedang memberitahukan aibnya sendiri ke masyarakat luas. Woiiii heloowww...!

Ada baiknya 'kisah hidup' semacam itu ditulis dengan nama samaran atau memakai Inisial saja.  Bisa jadi orang yang dikisahkan atau yang mengkisahkannya sendiri no problem, tapi kita nggak tahu dengan keluarganya yang lain. Anaknya, suaminya atau keluarga lain. Bisa-bisa malah di-somasi karena mencemarkan nama baik. Seperti yang dilakukan kebanyakan artis jika istri cerita soal keburukan suami di media (pasangan artis tadi rumah tangganya berantakan).

Jangan Menggadaikan Martabat

Saya sendiri nggak mampu, tak sampai hati menuliskan kisah sedih saya atau saudara saya. Walaupun bisa jadi bakalan inspiratif, membuat orang bakalan nangis-nangis menghabiskan bergulung-gulung tisu.  Tapi nggak ah..riskan,  takut malah akan jadi aib bagi keluarga saya. Maluuu...(tutup muka pakai telapak tangan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun