Mohon tunggu...
Reza harahap
Reza harahap Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu al-Quran dan Tafsir UIN Walisongo Semarang

Suka membaca dan menulis tentang apa saja yang berkelabat di pikiran

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Greta Gerwig dan Pesan Empowering dalam Sinema

27 April 2024   18:45 Diperbarui: 27 April 2024   18:49 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Mengkaji aspek sosial di dalam sebuah film selalu mendatangkan perspektif menarik yang tidak didapatkan lewat buku-buku. Cerita yang divisualkan dalam bentuk film seringkali lebih jitu memberikan gagasan yang tidak mampu diberikan oleh teori-teori yang ada. Bahkan seringkali teori-teori itu disederhanakan melalui film supaya lebih mudah untuk disampaikan. Metode penyampaian gagasan dalam bentuk cerita ini juga dipakai oleh al-Quran. Terbukti dengan 70 % isinya yang merupakan kisah-kisah umat terdahulu. Lewat kisah-kisah itulah dihaerapkan manusia bisa belajar, karena kecenderungan manusia untuk lebih memahami dan menikmati cerita.

Berbicara mengenai film, para sinefil tentu tidak asing dengan sutradara yang beberapa tahun terakhir ini menjadi perbincangan karena karya-karyanya yang selalu menuai ulasan positif dari para kritikus. Siapa lagi kalau bukan Greta Gerwig. Sejak debut penyutradaraan solo-nya pada tahun 2017 lewat film coming-of-age berjudul Lady Bird, wanita kelahiran 1983 ini kerap menghasilkan film yang menjadi perbincangan bukan hanya dari visualnya yang apik, naskahnya yang ciamik, atau karakternya yang menarik, tapi juga isu-isu yang ditampikan selalu relevan dan kompleks. Mulai dari isu keluarga, krisis eksitensi remaja, feminisme, dan lain-lain. Disini penulis akan memfokuskan pesan yang secara massif disampaikan Greta lewat dua film terakhirnya, Little Women (2019) dan Barbie (2023), yaitu isu feminisme dan empowering.

Film berjusul Little Women (2019) sendiri adalah adaptasi dari novel klasik karangan Louisa May Alcott berjudul serupa. Film ini juga bukanlah adaptasi pertama, melainkan merupakan remake dari film tahun 1994. Namun pesan yang coba disampaikan oleh Greta pada film mengenai empat anak perempuan bersaudara ini tetap saja bernas. 

Melalui karakter Joe yang diperankan oleh Saoirse Ronan, kita diajak untuk melihat realita seorang perempuan yang punya cita-cita besar menjadi pengarang namun ditengah masyarakat yang pada tahun itu, tepatnya sekitar 1860-an setelah era civil war di Amerika yang masih memandang kalau satu-satunya peran yang layak dilakoni oleh kaumnya hanyalah menjadi seorang istri sekaligis ibu. 

Kita diperkenalkan dengan Joe yang digambarkan memiliki karakter pemberontak, suka mendominasi, dan ambisius. Ia menolak untuk percaya bahwa seorang wanita harus menikah untuk menjadi bagian dari masyarakat. Bahkan ia sangat marah ketika kakaknya, Meg yang diperankan Emma Watson menikahi seorang guru miskin, yang hanya ditanggapi oleh kakaknya dengan kalimat, "just because my dream is different, it doesn't mean it's not important". 

Di sini kita juga diperkenalkan oleh karakter Meg yang walaupun di awal sudah begitu yakin dengan pilihannya menikahi seorang laki-laki yang dicintainya dan siap menerima suami yang diketahuinya tidak mumpuni secara finansial, namun ada suatu momen yang membuatnya ragu apakah pilihannya meninggalkan masa muda untuk membina rumah tangga dengan modal pas-pasan sudah tepat atau malah keliru. Joe sendiri di sisi lain juga mengalami kebingungan ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa ia juga ternyata membutuhkan seseorang sebagai pendamping hidup, seyakin apapun ia di awal kalau ia akan baik-baik saja tidak menikah. 

Ada juga karakter-karakter lain seperti Amy, Bet, Lory, dan lainnya yang memiliki konflik masing-masing yang sama-sama kompleks. Konflik-konflik itu dibungkus dengan drama keluarga yang hangat, percintaan yang rumit, dan persahabatan. Menjadikan film ini cocok dijadikan sebagai salah satu comfort movie yang cocok ditonton kapan saja. Gagasan Empowering yang disampaikan dalam film ini meskipun massif tapi tidak terkesan memaksakan. Wanita kerap dijadikan objek. Oleh karena itu, melalui karakter Joe dan saudari-saudarinya, kita diajak untuk melihat wanita yang juga bisa menetukan langkah sendiri dan memutuskan sendiri apa yang ia rasa benar dan baik untuknya. Tapi tetap saja, wanita adalah makhluk yang rapuh, yang butuh topangan dari orang-orang terdekatnya ; keluarga, sahabat, dan pasangan.

Setelah sukses dengan Little Women di tahun 2019, empat tahun selanjutnya, tepatnya pada 2023, film solo ketiga di bawah directing Greta tentang boneka legendaris Barbie liris di seluruh dunia. Film ini pun sukses secara komersial, menjadikan Greta sebagai sutradara wanita dengan penghasilan tertinggi sepanjang masa. Isu yang diangkat dalam film ini, meskipun terkesan sederhana namun cukup dalam. Tema besarnya tentu saja women empowering, mengingat sejak awal kemunculannya pada tahun 50-an, boneka barbie memang dirancang untuk penyebaran feminisme. Namun, sejauh apapun usaha feminisme memberikan ruang bagi perempuan untuk bersuara dan menjadi apa yang ia inginkan, diskriminasi dari laki-laki masih saja banyak terjadi. 

Perusahaan matel yang memproduksi boneka barbie jadi salah satu contoh paling jelas. Meskipun diciptakan oleh seorang perempuan bernama Ruth Handler, dan target pasarnya juga adalah anak-anak perempuan, tapi barbie ternyata masih menjadi alat kapitalis yang didominasi oleh para lelaki. Hal ini disindir dengan jelas dalam film. Belum lagi realita berat yang dialami perempuan yang digambarkan secara dramatis dalam film. Motherhood dan Girldhood adalah dua kata kunci dalam film berbudget fantastis ini.

Meskipun baru menghasilkan 3 film sepanjang karir penyutradaraannya, Greta Gedwig sudah memantapkan posisinya sebagai salah satu sutaradara muda yang menjanjikan, yang karya-karyanya senantiasa ditunggu. Dari tiga karyanya, personal favourite penulis sendiri adalah little women, tanpa menafikan dua film lainnya yang sama-sama memorable. Harapannya, semakin banyak filmmaker-filmmaker hebat yang mampu menghasilkan karya-karya hebat. Semakin banyak pula karya-karya di bidang lain yang mampu memberikan paradigma dan gagasan-gagasan baru. Karena kemampuan untu menyampaikan ide dan gagasan dalam bentuk apapun adalah kemampuan yang sangat patut diapresiasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun