Geram rasanya menonton hasil investigasi RCTI dalam Seputar Indonesia hari ini (01/04/2012), yang berjudul BBM SUBSIDI & POLITIK MIGAS. Setelah menonton berita tersebut sepertinya usaha mahasiswa berdemo untuk tidak menaikan harga BBM akan sia-sia, karena BBM pasti akan naik, apalagi setelah disahkan DPR bahwa pemerintah sewaktu-waktu dapat menaikan harga BBM sesuai kenaikan minyak mentah DUNIA.
Perlu diketahuai bahwa negara kita memiliki 176 tambang minyak di seluruh indonesia. Dari sekian banyak tambang minyak tersebut, ternyata hanya 35 tambang minyak yang dikelolah PERTAMINA, sedangkan 141 tambang minyak lainnya dikuasai pihak asing. Pemerintah tidak lagi menjadikan PERTAMINA sebagai operator untuk minyak INDONESIA, melainkan PB MIGAS. PERTAMINA diposisikan sama dengan perusahaan Asing lainnya, yaitu harus bersaing untuk mendapatkan tambang minyak di negaranya sendiri.
Masih hangat dalam ingatan bagaimana blok CEPU yang memiliki kandungan minyak luar biasa banyak diberikan BP MIGAS ke EXXON MOBIL sebagai pengelola, dan bukan PERTAMINA. Alasannya sederhana, PERTAMINA belum mampu mengelola KANDUNGAN MINYAK yang begitu banyak sehingga harus pihak yang profesional. Padahal pada kenyataan negara banyak dirugikan, Hendri Saparini salah satu pengamat migas mengatakan bahwa sejak tahun 2003-2005, negara hanya diberikan 50% dari hasil penyedotan minyak yang dilakukan pihak Asing, padahal dalam klausul perjanjian negara berhak memperoleh 85%. Dr Kurtubi, menambahkan bahwa penyedotan tersebut hanya untuk minyak mentah sedangkan untuk tahap selanjutnya pemerintah sama sekali tidak mendapatkan setetes pun.
Dalam perjanjiannya EXXON MOBIL diminta untuk menyedot minyak 165 ribu barel per hari, namun hingga detik ini EXXON hanya menyedot 20 ribu barel per hari. Padahal kebutuhan minyak dalam negeri sangat besar. BP MIGAS tidak mempunyai kuasa untuk menekan pihak ASING segera mengelola lahan-lahan yang mereka kuasai semaksimal mungkin, karena selain terganjal undang-undang juga terganjal perjanjian "BAGI HASIL" yang diterapkan PEMERINTAH.
Sementara PERTAMINA yang hanya memiliki 35 tambang minyak, ditekan agar menyedot minyak lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pihak Asing menurut beberapa pengamat, tidak merasa berhak memunuhi kebutuhan minyak dalam negeri sehingga ketika stock minyak kekurangan yang menjadi sasaran kemarahan rakyat adalah PERTAMINA.
Oleh karena itu untuk mengatasi hal ini PEMERINTAH membeli minyak kepada PIHAK ASING. Bayangkan PEMERINTAH harus membeli minyak yang terkandung di negaranya sendiri ke PIHAK ASING. Sementara Minyak itu ada di bumi pertiwi ini sendiri, jadi wajar jika Dr. Kurtubi, pengajar pascasarjana FE UI dan Universitas Paramadina mengatakan bahwa pengelolaan migas di Indonesia menjadi paling buruk di kawasan Asia dan Oceania.
Hampir semua kandungan minyak yang memiliki cadangan minyak mentah melimpah diberikan ke pihak ASING. Sehingga menurut beberapa pengamat energi, BP MIGAS terlalu berpihak kepada ASING. BP MIGAS tidak bisa sepenuhnya disalahkan karena ketika hal ini ditawarkan kepada Ari Hermanto Soemarno sebagai DIRUT PERTAMINA, ia mengatakan bahwa INDONESIA dalam hal ini PERTAMINA belum mampu mengelolanya. Hal ini sangat disesalkan para pengamat dan pemerhati migas Indonesia. Oleh karena itu pada masa kepemimpinannya banyak sekali tambang-tambang minyak yang jatuh ke pihak asing disebabkan ketidak seriusan PERTAMINA untuk merebut kekayaan alam tersebut.
Hal ini membuat BPK dan KPK turun tangan, akhirnya terkuaklah fakta bahwa selama ini mantan DIRUT PERTAMINA tersebut telah menerima suap dari bebrapa perusahan migas asing, salah satunya INNOSPEC Ltd, perusahaan energi asal Inggris. Miris sekali mendengarnya, hal ini lebih diperparah lagi dengan Undang Undang Migas No. 22 Tahun 2001 pasal 28 ayat 2 yang kata para pengamat lebih melindungi kepentingan ASING dibandingkan rakyat Indonesia.
Pemerintah seakan tidak berdaya dengan mekanisme pasar DUNIA disebabkan undang-undang tersebut. Begitupun saat menjamurnya Stasiun bahan bakar luar seperti SHELL, PETRONAS, TOTAL, dan lainnya yang meramaikan persaingan SPBU milik PERTAMINA. Pemerintah berdalih bahwa hal tersebut untuk lebih memacu PERTAMINA dalam persaingan. Namun yang menjadi "kemarahan" para pengamat migas, SPBU asing tersebut membeli minyak bersubsidi dan menjualnya dengan nama merek mereka, seperti yang tetangkap oleh wartawan Seputar INDONESIA, saat SPBU PETRONAS MEDAN menjual BBM BERSUBSIDI atas nama PRIMA 88.
Mungkin bagi kita, khususnya penulis yang awam melihat kejadian tersebut bukan sesuatu yang harus dibesar-besarkan. Namun bagi yang pintar dan ahli dalam bidangnya, menilai bahwa hal tersebut sama saja merampok hak rakyat Indonesia. Mereka harusnya membeli minyak sesuai dengan harga pasar luar negeri, bukan harga pasar dalam negeri. Karena harga pasar dalam negeri adalah harga minyak yang hanya diperuntukan bagi rakyat Indonesia, artinya bahwa harga tersebut adalah harga subsidi yang dibiayai dari APBN.
Namun ternyata permasalahnya bukan hanya disitu saja. Menurut beberapa pengamat PEMERINTAH dalam hal ini BP MIGAS tidak sepenuhnya menyerahkan PERTAMINA sebagai pihak pensupply BBM bersubsidi. Ternyata pemerintah juga menggaet PIHAK ASING untuk melakukan hal tersebut. Artinya PEMERINTAH harus beli dari pihak ASING untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Luar biasa kayanya dan baik hatinya bangsa ini, sudah memberikan minyaknya ke ASING. Kita juga harus membeli minyak kita sendiri dari tangan PIHAK ASING.