[caption caption="the Little Big Master, kisah sekolah TK Yuen Tin. (sumber Celestial Movies)"][/caption]
Bocah itu dengan ragu-ragu mengulurkan tangan mungilnya. Perlahan dan perlahan. Air matanya mengalir, terisak oleh rasa takut. Rasa takut yang terpendam sekian lama membuat hatinya ciut saat tetes hujan beserta guntur dan kilat datang. “Monster Gunung” begitu yang tertancap di benaknya. “Monster” yang menghantuinya sejak lama, seiring kepergian orangtuanya. “Monster Gunung” itu mengambil pergi orangtuanya, itu yang dipahaminya. Sementara perempuan dewasa di sebelahnya membangkitkan keberanian untuk ‘menyapa’ tetesan air dengan tangannya.
“Monster Gunung” itu tidak ada,” kata perempuan itu. Benar saja, bocah itu terbangkitkan hatinya dan mengerti orangtuanya telah tiada dan hidup di surga.
“Ibu tak usah khawatir di surga, aku baik-baik saja disini,” kata-kata yang meluncur dari bibir mungilnya. Mengharukan.
Film drama berdurasi 112 menit ini menggali dalam-dalam tentang makna mendalam pengabdian. Pengabdian pada profesi dalam hal ini profesi pendidik, pengabdian pada keluarga, serta pengabdian sebagai manusia yang baik. Film yang diangkat dari kisah nyata ini memberikan sebuah frame tentang perjuangan kepala sekolah perempuan dengan penghasilan terendah dalam sejarah Hong Kong, HK$ 4.500. Sekolah yang hanya memiliki 5 murid namun memiliki semangat belajar yang tinggi. Film yang mengingatkan kita tentang anak-anak cemerlang di ‘Laskar Pelangi’ garapan Riri Riza yang sampai saat ini, disebut-sebut masih menduduki posisi pertama film Indonesia terlaris sepanjang sejarah.
Sinopsis
Film Little Big Master mengisahkan ‘haru biru’ perjuangan seorang kepala sekolah perempauan di sebuah desa kecil, Yuen Tin. Guru bernama Lui Wai-Hung itu memiliki penghasilan terendah dalam sejarah Hong Kong. Bahkan bukan hanya mengajr yang menjadi tugasnya, namun segala hal menyangkut TK Yuen Tin seperti kebersihan, sarana prasaran dan lain-lain menjadi tanggungjawabnya. Sendirian!
Sebelumnya Hung adalah kepala sekolah di TK terkenal dengan bayaran yang tinggi. Oleh karena ketidaksepahaman dengan salah seorang penyantun dana TK bersangkutan, Hung mengundurkan diri dari posisinya. Sementara itu suami Hung yakni Dong juga mengundurkan diri dari posisinya sebagai seorang Kurator museum. Momen yang bertepatan menjelang hari ulang tahun pernikhan mereka yang ke-10. Mereka berdua merencanakan untuk keliling dunia setelahnya. Impian yang lama mereka inginkan.
Saat masa-masa tak bekerja itu, Hung tanpa sengaja melihat berita tentang TK Yuen Tin yang terancam tutup. Pasalnya para pengajar dan kepala sekolahnya mengundurkan diri, menyisakan 5 orang murid perempuan. Komite desa melalui kepala desa membuka lowongan untuk kepala sekolah baru dengan bayaran kecil, HK$ 4.500 dengan tanggungjawab pekerjaan penuh. Selain sebagai kepala sekolah juga merangkap pengajar dan pembersih. Komite desa juga menetapkan bahwa jika dalam waktu 4 TK Yuen Tin tidak mendapatkan kepala sekolah, maka sekolah akan ditutup dan diubah menjadi tempat pembuangan sampah atau rumah pemakaman. Bukan itu saja seandainya ada kepala sekolah dan murid-muridnya tak bertambah, minimal 5 murid maka sekolah akan ditutup.
Hung yang memiliki jiwa pendidik, tergerak hatinya. Baginya anak-anak harus mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak boleh tidak sekolah. Rasa pengabdiannya terusik yang memotivasi Hung mengajukan diri melamar menjadi kepala sekolah TK di daerah miskin itu.
Satu sisi lainnya adalah soal suaminya. Hung menyampaikan rencananya itu pada Dong, dengan janji hanya 4 bulan. Setelahnya mereka bisa menjalankan rencana perjalanan keliling dunia. Ijin diperoleh. Namun belakangan seiring dengan semakin dibutuhkannya Hung untuk memenuhi harapan TK memperoleh murid, Hung bekerja keras. Bahkan jiwa pengabdiannya lebih terpanggil untuk berupaya sekolah tak ditutup. Kesehatan memburuk, dan satu hal adalah Hung terancam tak bisa memenuhi janji pada suaminya. Janji 4 bulan menangani TK Yuen Tin. Alasan Hung dibaliknya sebenarnya adalah tentang pengabdian pada profesi pendidiknya. Bahwa anak-anak harus tetap bersekolah. Di sisi lain pengabdian pada keluarga, pada suaminya memanggil dirinya sebagai istri yang peduli pada suaminya. Pengabdian sebagai istri yang baik.