Mohon tunggu...
Pungky Prayitno
Pungky Prayitno Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

bentuk lain ultraman

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[FFK] Wayang Selangkangan

18 Maret 2011   15:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:40 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="336" caption="sengkuni (wikipedia.com)"][/caption]

“kulonuwun..”

“eh.. pak Wiro.. monggo pak masuk..”

“bu... ibu.. ada pak Wiro, gaweke kopi loro..”

Aku megintip dari balik jendela. Itu Pak Wiro, teman bapak. Sudah enam bulan terlahir dia sering datang ke rumah kami. Urusan bisnis katanya. Bisnis? Iya, maklum pak Wiro dermawan desa kelas teri, sedangkan bapak petani padi yang masih butuh asupan hutang sana sini. Seperti Srikandi dan Arjuna, mereka pas.

---

“mbak.. sini mbak.. aku kasih tau..”

Prayit, adek satu-satunya. Hobinya main wayang dari godhong budin. Katanya dia mau jadi dalang kalau sudah besar nanti. Dia tau beberapa cerita wayang, tau dari gurunya disekolah katanya. Dia anak yang pintar, selalu pengen tau. Ndak seperti mbaknya ini, taunya sumur, dapur sama kasur, thok!

“opo tho dek?”

“ini mbak.. wayang baruku.. kata pak Tikno, dia namanya Sengkuni.. dia jahat mbak.. mukanya juga rusak..”

“apa bedanya sama wayang yang kemarin? Sama-sama godong budin tho le?”

“beda mbak.. yang kemarin namanya Arjuna.. dia ganteng, kalo yang ini namanya Sengkuni, jelek kayak mas Parjo”

“huss jangan ngeledek, jelek-jelek dia calon suami mbakmu!”

Aku mengganti pakaian, baju merah dengan manik-manik merah jambu.

---

“bu wiro sehat pak?”

“ya syukur.. sekeluarga sehat semua.. pak Parno dan keluarga pripun? Ladangnya subur?”

“ya.. sejak pak Wiro baik hati minjemin uang. Syukur pak subur semua, panen juga bagus..”

“tenang aja pak.. saya senang bisa bantu orang.. apalagi kalo itu bisa bantu bapak bikin si Prayit sekolah terus. Eh Prayit lancar tho pak sekolahnya?”

“ya lancar semua pak.. kalau ladang subur dan panen bagus.. Prayit ya bisa sekolah terus. Keluarga juga bisa makan terus..”

---

Bedak warna cokelat muda pelan-pelan memulas wajahku.

“mbak.. mau denger cerita tentang sengkuni ndak mbak?”

“ya mbak dengerin, hayu cerita..”

“sengkuni itu jahat mbak.. dia bikin berantem kurawa sama pandawa”

“kurawa sama pandawa siapa tho?”

“kata pak Tikno, mereka itu sepupu mbak..”

“sepupu? Mbakmu ini mana ngerti sepupu itu apa le..”

“sodara mbak.. kurawa sama pandawa itu sodara”

Gincu merah muda. membuat bibirku merona dengan sempurna.

---

“monggo pak, diunjuk kopinya..”

“makasih bu Parno..”

“Darmi apa kabar pak?”

“baik pak baik.. makin nurut sama orang tua”

“wah bagus.. bagus pak kalo punya anak yang nurut sama orang tua. Katanya, kalo anaknya nurut orang tua, orang tuanya masuk surga”

“iya tho pak? Wah.. amin...”

---

Lengo wangi merek melati. Semprot sampai kaki, biar wangi!

“terus sengkuni kenapa mukanya jelek?”

“soalnya jahat! Kata pak Parno, orang jahat itu mukanya jelek mbak..”

“Yit.. ceritanya lanjut nanti ya.. mbak mau kekamar ibu dulu”

Prayit mengangguk. Wayang godong budinnya diarahkan menghadapku. Dibuat seperti melambai tangan. Aku tersenyum.

“nanti kesini lagi ya mbak, aku masih pingin cerita”

Aku mengedipkan mata. Cium di kening untuk adek satu-satunya.

---

Aku keluar kamar. Kamar ini tepat di sebelah ruang tamu yang sekalian ruang makan.Bapak, ibu dan Pak Wiro menatapku. Semuanya tersenyum. Aku membalas tersenyum.

“mau kemana Darmi?”

“eh.. pak Wiro.. mau ke kamar ibu pak..”

Bapak beranjak dari kursi. Ke halaman katanya. Markir motornya pak Wiro biar ndak ngalangin jalan. Ibu ke dapur, angkat budin rebus. Aku menuju kamar ibu.

Aku masuk kamar ibu, kasurnya wangi. Pak Wiro juga masuk kamar ibu, celana dalamnya lebih wangi. pintu ditutup.

---

“pak.. bapak.. aku pengen cerita pak..”

“cerita opo tho le?”

“Ini pak, wayang baruku, tadi mbak Darmi udah denger aku cerita, sekarang giliran bapak..”

“yo wes kene cerita, bapak sambil jaga motor”

“ini pak wayang baru Prayit, namanya Sengkuni. Kata pak Tikno, sengkuni jahat. Dia baik sama kurawa supaya kurawa jahat sama pandawa, padahal pandawa sama kurawa itu sodara pak..”

“Prayit benci pak sama Sengkuni, dia jahat pak.. mukanya jelek..”

---

Dari luar, suara cerita Prayit samar-samar terdengar. Di dalam, suara desah Sengkuni menguasai ruang.

---selesai---

Diangkat dari kisah nyata. Sebuah desa di tanah Jawa melakukan yang seperti ini pada anak-anak gadisnya. Ayah menjaga parkiran, Ibu menyiapkan jamuan, dan di kamar mereka, anak perempuan menjadi pemuas selangkangan.

Hal biasa, katanya.

Kulonuwun  : permisimonggo   : silakan Gaweke kopi loro : bikinin kopi dua Godhong Budin : daun singkong Pripun    :  gimana Diunjuk  :  diminum Lengo wangi  : minyak wangi Yo wes kene  : ya udah sini

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Purwokerto, 18 maret 2011

kolaborasi fiksi ini ditulis oleh :

Pungky dan Topan

1300458741631803317
1300458741631803317

pasangan nomer 91 : duet biar badai menerjang kami kokoh tetap merangsang terangsang dan menggelinjang

UNTUK MEMBACA TULISAN PARA PESERTA FFK YANG LAIN MAKA DIPERSILAKAN MENGUNJUNGI BLOG Kampung Fiksi sbb: KampungFiksi@Kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun