Para pecinta budaya pastinya telah mengenal kriya (kerajinan) Indonesia yang tak hanya sekedar sebuah benda kesenian semata. Namun juga memiliki nilai budaya dan fungsi yang tinggi dalam kehidupan masyarakat. Tantangan saat ini adalah semangat regenerasi menjaga tradisi yang telah turun temurun selama ratusan tahun ini agar tidak tergerus oleh modernitas jaman.
Alun Alun Indonesia di usianya yang ke-9 dengan semangat dan etos kerja yang baik , tetap berusaha menjawab tantangan-tantangan tersebut. Salah satunya adalah berkolaborasi dengan Meet the Makers, sebuah ajang pameran 'craft as art' yang diikuti oleh komunitas seniman, pengrajin, desainer serta organisasi akar rumput di Indonesia. Perhelatan yang diadakan setahun sekali ini, pada edisi Meet the Makers ke-11 diselenggarakan di Alun Alun Indonesia WestMall Grand Indonesia Jakarta Pusat mulai 21 Oktober hingga 2 November 2016.
Dalam diskusi media pada 21 Oktober lalu di Palalada@AlunAlunIndonesia, Bregas Harrimardoyo (Steering Committee Meet The Makers 11 & CEO Pekunden Pottery) berharap melalui ajang ini para pengrajin akan dapat berinteraksi dengan masyarakat yang lebih luas, terutama kalangan generasi muda sebagai upaya pengenalan akan begitu banyaknya keanekaragaman budaya. Bertemakan "Regenerasi" untuk pentingnya mengacu pada kehebatan kriya terdahulu, agar rangkaian sejarah dan nilai budaya masa lalu tak terputus di masa kini.
Sementara itu Pinky Sudarman (CEO PT Alun Alun Indonesia) mengatakan bahwa seorang antropolog Prancis mengakui bahwa Indonesia merupakan kotak harta karun yang tak pernah ada habisnya untuk digali. Maka sudah saatnya untuk melakukan regenerasi dalam mempertahankan tradisi. Kecintaan anak muda perlu terus ditumbuhkan terhadap produk Indonesia yang tak lekang ditelan zaman.
Selama dua belas hari 16 seniman/artisan/desainer berkumpul untuk menjual hasil kriya dan menerangkan/ memperagakan cara pembuatannya dalam suasana keakraban secara langsung kepada pengunjung. Meet The Makers 11 dibuka dan diluncurkan pada 22 Oktober 2016 dengan dihadiri para undangan pecinta seni budaya. Ada pameran foto dan produk kerajinan serta juga workshop & demo langsung dari para Artisan. Para pengunjung dapat juga mencoba ikut merasakan sensasi cara membatik dan membuat keramik .
Tampak para ekspatriat yang telah lama bermukim di Indonesia dan wisatawan asing yang sedang berkunjung ke mal. Tampak pula generasi muda yang menjadi fokus perhatian utama dalam upaya pengenalan akan pentingnya pengembangan budaya tradisional yang berkelanjutan. Adapun keenambelas Artisan yang turut berpartisipasi dalam Meet The Makers 11 kali ini adalah:
1. WIRU; merupakan produk kain, selendang & busana. Produk memiliki perpaduan warna cerah dengan karakter dinamis dan berani. Salah satunya adalah selendang celup ikat dengan tekstur kain 3 dimensi. Diluncurkan sejak Desember 2006 oleh seniman tekstil bernama Caroline Rika Winata, yang sangat mencintai seni serat dan berfokus pada celup ikat, warna serta menggabungkannya dengan batik & tenun. Studio WIRU yang berlokasi di Jogjakarta semuanya dikerjakan oleh beberapa perempuan yang mencintai pekerjaan dengan tangan, juga berkolaborasi dengan beberapa desainer fashion & interior untuk kebutuhan akan kain celup ikat.
2. Borneo Chic; produk tas, pakaian dan laik pakai berkualitas tinggi & ramah lingkungan yang berbahan Kain Ulap Doyo. Kain tradisional Suku Dayak Benuaq di Kutai Timur Kalimantan Timur ini berasal dari daun doyo (sejenis pandan) yang tumbuh di pinggiran hutan. Proses pemetikan daun doyo hingga pembenangan dan menjadi selembar kain memerlukan 20 tahapan dengan jangka waktu 1 bulan. Sementara pewarna alami didapatkan dari tumbuhan sekitar seperti daun teruja, batang elai dan juga serbuk gergaji dari kayu ulin. Salah satu Kelompok Pengrajin Doyo adalah Tunas Mekar (berdiri tahun 2015) beranggotakan 20 orang dan diketuai oleh Sulastri.
3. PEKUNDEN Pottery; Didirikan tahun 1987 oleh keramikus Harriadi Mardoyo dan saat ini dikelola oleh Bregas Harrimardoyo sebagai generasi kedua. Karakter khas dan orisinalitas studio keramik Pekunden adalah setiap karya digambar satu per satu dengan pengulangan yang minim, dengan corak khas tradisional dan modern Indonesia yang diaplikasikan dengan teknik sgraffito.
4. Brahma Tirta Sari; Pakem terhadap tradisi kuno batik memang penuh syarat yang harus ditaati karena mengandyng sarat simbol dan makna kehidupan. Studio yang didirikan pasangan Agus Ismoyo dan Nia Fliam mampu menyelaraskan tradisi & kearifan lokal dengan budaya masa kini. Batik diangkat ke level lebih tinggi melalui seni serat menjadi produk kriya batik kontemporer hingga pentas internasional.
5. Indonesian Heritage Society ; merupakan organisasi nirlaba yang menawarkan kesempatan belajar lebih intens mengenal kekayaan warisan budaya Indonesia. Kegiatannya antara lain berbentuk tour, diskusi/ceramah, kelompok belajar, dimana kelompok ini dari beragam multietnis, kultural & multinasional. Produk yang dihasilkan antara lain penerbitan buku, kartu pos, dll.