Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Menyoal Tuduhan Rumah Sakit Menjadikan Covid-19 sebagai Ladang Bisnis

15 Juni 2020   00:05 Diperbarui: 16 Juni 2020   11:12 1822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebelum memeriksa pasien PDP (dok.pri)

Sejak masuk Fakultas Kedokteran 29 tahun lalu dan menjadi dokter sejak 23 tahun lalu, saya selalu diajarkan oleh guru-guru saya bahwa profesi dokter itu mulia karena berniat menolong manusia sejak dari masa pembuahan.

Di kemudian hari saya harus mengakui bahwa kapitalisme dan industrialisasi di banyak bidang kehidupan menjadikan profesi ini mahal sejak dari awal masuk pendidikan di negara-negara yang perekonomiannya cenderung "bebas"

Kita tidak menemukan ini di Kuba, misalnya, negara yang perbandingan dokter dan jumlah penduduknya paling baik di dunia karena kebetulan pendidikan dokternya murah dan gaji dokternya juga diatur oleh negara, ada 8 dokter per 1000 penduduknya yang membuat negara ini kadang mengekspor dokternya ke negara tetangga yang kekurangan.

Sementara itu Indonesia kurang lebih 172.000 dokter untuk melayani 265 juta jiwa (0,65: 1000, hanya 8% dari rasionya di Kuba) dan sebagian besar menumpuk di kota-kota besar.

Mahalnya pendidikan dokter juga menjadi alasan para alumninya ingin dibayar pantas, misalnya masuk ke FK (Fakultas Kedokteran) non subsidi pemerintah, maka total biaya sampai tamat dokter umum antara 700 juta sampai lebih 1 milyar.

Ada yang gratis? Ternyata ada tetapi tidak banyak. Untuk menjadi spesialis, biayanya kurang lebih sama kalau non subsidi dan non beasiswa.

Tetapi jangan memukulratakan dokter yang sekolahnya mahal pasti minta dibayar mahal dan dokter yang lulus murni disubsidi akan menjadi lebih dermawan, belum tentu.

Ada dokter yang mau bersosial, mengobati gratis walau dari sekolah yang nonsubsidi dan ada pula dokter yang selalu gratisan tetapi tidak mau melayani gratis.

Ini benar-benar individual tetapi apa boleh buat, kalau satu dokter sudah "terekspose mata duitan" pasti ini yang viral sedangkan 1000 dokter yang berjiwa sosial tinggi tidak akan mampu menghapus berita itu dalam sebulan (karena bulan depan mungkin ada dokter lain kepergok masalah lain lagi). 


Jadi adanya pandemi covid 19 di Indonesia sejak awal Maret 2020 sebenarnya membuat dunia kesehatan menjadi sedikit terharu karena dianggap pahlawan tanpa tanda tanya apalagi dengan munculnya dukungan di media sosial berupa foto atau video seperti yang diatas yang kebetulan ada foto saya tertidur disitu di menit 3 detik ke 9-12 dan kebetulan fotonya dicomot dari salah satu tulisan saya di Kompasiana ini .

(dok.pri.)
(dok.pri.)
Walau awalnya agak kesal foto saya dipakai tanpa ijin di media sosial tetapi untuk menyemangati rekan-rekan yang sama-sama sedang berjuang antara hidup mati dan karena seolah-olah profesi ini dianggap mulia bak bidadari, peri atau malah malaikat, ya sudahlah, relakan saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun