Mohon tunggu...
Nosa Wahyu
Nosa Wahyu Mohon Tunggu... Freelancer - Institut Teknologi Bandung

Fi Sabilillah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sebentar Lagi Panggil Saya, "Anak Ibu Kota"

20 Agustus 2019   21:02 Diperbarui: 21 Agustus 2019   20:56 1090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, menikmati senja di kafe tepi Sungai Kahayan, Jumat (10/4/2015). Keindahan alam, termasuk potensi wisata susur sungai, menjadi salah satu potensi wisata Palangkaraya. Namun, pengelolaan potensi itu belum optimal. (KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO)

Pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan tampaknya bukan lagi sebatas wacana. Melihat kampung halaman berkembang menjadi sebuah kota besar bukan lagi sekadar impian belaka. 

Sebagai seorang mahasiswa rantau yang lahir di Palangka Raya, saya ingin pulang kampung dengan perasaan yang berbeda. 

Excited karena bisa mendarat di bandara yang megah, berlibur ke tempat-tempat wisata baru yang ciamik, makan malam di restoran Chef Juna dan ngopi di kedai FIlosofi Kopi (sekali-kali nyenengin lambung), sampai menyaksikan konser musisi idaman tanpa harus terbang mahal ke luar kota, tinggal ngesot beberapa meter saja dari halaman belakang rumah. Duh, senangnya.

Beberapa tahun lalu sejak nama Palangka Raya santer disebut sebagai pengganti ibukota, yang ada di pikiran saya adalah saya akan menjadi anak ibukota yang keren bin gaul -namanya anak SMA, hobinya panjat sosial, cita-citanya jadi selebgram endorse sana-sini. Namun, semakin ke sini saya semakin berpikir. 

Kalau saja Kalimantan benar menjadi ibukota, apakah mungkin saya tidak akan melihat lagi hijaunya hamparan hutan menjelang landing di Bandara Tjilik Riwut? Apakah mungkin saya tidak akan bisa menikmati lagi lengangnya Jalan Diponegoro tanpa macet dan polusi? Tenang-tenang saja saat musim hujan tiba tanpa khawatir kebanjiran?

Urgensi pemindahan ibukota sudah banyak sekali digaungkan di berbagai channel televisi maupun youtube. Masalah tingginya laju urbanisasi, penurunan air muka tanah, bencana alam, serta keterbatasan lahan dan air bersih adalah beberapa dari sekian banyak masalah Ibu Kota Jakarta yang membuat pemerintah memutuskan: "Pindah saja, yuk!" Tetapi, apakah masalah-masalah tersebut akan hilang dengan memindahkan Ibu Kota? Walaupun saya bukan ahli pembangunan dan tata kota, saya rasa tidak sesederhana itu.

Festival Budaya Isen Mulang 2019, Kota Palangka Raya (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Festival Budaya Isen Mulang 2019, Kota Palangka Raya (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Pemerintah adalah penggerak utama yang akan membuat regulasi mengenai Ibu Kota baru, sedangkan masyarakat adalah rodanya, yang akan mendukung, membantu, dan ikut bergerak bersama pemerintah dalam mewujudkan Ibu Kota yang ideal. 

"Pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan tampaknya bukan lagi sebatas wacana. Melihat kampung halaman berkembang menjadi sebuah kota besar bukan lagi sekadar impian belaka. "

Apabila tidak ada sinergi antara penggerak dengan rodanya, antara pemimpin dengan yang dipimpin, yang akan terjadi hanyalah DPR bosan sendiri dengan rapatnya, youtuber heboh sendiri dengan prank-nya, masyarakat asyik sediri dengan gadget dan hoaksnya.

Pemindahan ibukota merupakan keputusan besar, yang saya percaya telah melalui serangkaian kajian dan diskusi yang bismillah cukup matang oleh berbagai pihak. Saya harap, pemindahan ibukota juga bisa dijadikan ajang introspeksi diri bagi semua orang, baik pemerintah maupun masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun